"Kamu ikut acara ini dinda? Memang sudah benar-benar sembuh?" Tanya kak wito yang hari itu terlihat lebih santai dengan kaos navy dan celana training hitam.
"Udah lebih baik kak, lagipula aku gak boleh manjain badanku!" Begitukan doktrin dari keluarga papaku yang setiap kali diteriakan ke telingaku ketika aku ketahuan istirahat. Sampai pada akhirnya aku terbiasa dengan kelelehan ini, juga terbiasa berhenti mandi dengan air hangat karena mereka pasti memarahiku acap kali kepergok membawa air hangat masuk ke dalam kamar mandi sekalipun saat badanku panas atau demam. Aku hampir jadi wonderwomen dengan ujian batin dan fisik yang terus mengasahku. "Memangnya kenapa? Sesekali juga tubuhmu tetap harus di istirahatkan!" Aku melempar senyum membalas perkataan kak wito yang begitu mudah di ucapkan. "Di acara jalan sehat ini kamu mau berpasangan dengan siapa?" "Eh" Aku nampak kebingungan, aku bahkan gak tahu kalau acara jalan sehat kali ini harus berpasang-pasangan. "Kenapa dinda?" Kak wito mengeryit melihatku. "A...aku!" Aku terbata, gak tahu harus dengan siapa aku berpasangan. Nia gak bilang kalau aturan acara kali ini berbeda dengan acara yang di selenggarakan tahun lalu. Lantas, kenapa dia memaksaku untuk ikut jalan sehat tanpa memberi tahu aturannya. "Kamu belum ada pasangan? Bagaimana kalau sama saya saja?" Tawarnya, aku mengerjap kaget, ketika ia begitu punya nyali menawarkan diri setelah aku menolak perhatiannya beberapa hari lalu. Kak wito mengulurkan tangannya, "Bagaimana?" Uluran tangan itu disambut dengan baik, bukan olehku, tapi oleh kekasihnya yang tiba-tiba hadir di tengah-tengah kami. "Kenapa loe masih terus gangguin pacar gue?" Tanyanya sambil menatap sinis padaku. "Dinda gak ganggu saya, saya yang mendekatinya!" Kak wito menyela cepat membuat wanita itu menekuk wajahnya. Kak pay mendongak, menatap kak wito yang jauh lebih tinggi di belakangnya. "Katanya kamu janji mau secepatnya melupakan dinda, tapi kenapa malah dekatin dia?" Wajahku berkerut, menatap laki-laki yang sama dengan penuh tanya. Kenapa dia mengatakan janji yang berbeda pada kami berdua? Kak wito nampak gelagapan melihat ekspresiku, juga mendengar ucapan kak pay yang mempertanyakan janjinya. "Dinda, maaf telat!" Seseorang menepuk bahuku dari belakang, "Kamu udah nunggu lama ya?" Tanyanya, begitu aku menoleh. Kenapa zendra mengatakan itu padaku padahal kami gak pernah janjian sebelumnya? Apa ini maksud nia memaksaku untuk ikut acara jalan sehat ini? Aku mendesah, melirik sekitar, mencari keberadaan nia. Ia sendiri bahkan gak ikut acara jalan sehat karna gak mau punya pasangan anak yang satu sekolahan dengannya. "Nggak kok, belum. Aku juga baru sampai!" Kataku membuyarkan kemelut dipikiranku sendiri. "Syukurlah!" Jawabnya, lalu tatapannya beralih pada dua orang di hadapanku yang heran melihat kedatangannya. "Kak wito ikut acara jalan santai juga?" Kak wito berdehem, "Iya. Saya diwajibkan ikut" "Oh iya saya hampir lupa, kak wito kan ketua osis pasti harus ikut di semua kegiatan ya!" Kak pay melirikku dan zendra bergantian "Kalian pacaran?" Tanyanya. "Hm.. itu.." Zendra menatapku ragu, "Iya kami pacaran!" Aku menyela cepat. Kak wito termangu mendengar ucapanku, raut wajahnya seketika berubah, seperti sedikit kecewa. Namun sedetik kemudian, ia berhasil menyembunyikan ekspresinya dengan baik. "Wah saya gak menyangka kalian punya hubungan, sejak kapan kalian dekat?" Tanya kak wito "Beberapa bulan belakangan ini kak!" Jawab zendra malu-malu. "Kalau begitu jaga dinda baik-baik ya. Dia sudah saya anggap seperti adik sendiri!" "Tenang aja kalau soal itu kak, saya pastikan untuk menjaga dinda dengan sebaik-baiknya" Kak wito tersenyum, "Bagus, saya suka jawaban kamu!" Aku memperhatikan mereka yang memaksakan akrab dengan kecanggungan mereka, sementara kak pay membuang wajah sinis begitu mendengar kak wito menitipkanku pada zendra. Ia pasti kesal kekasihnya masih peduli dengan gadis lain selain dirinya. *** "Yang dinda bilang tadi itu, apa berarti dinda terima zendra buat jadi pacar dinda?" Tanya zendra memastikan. Saat ini aku berada di kantin sekolah berdua saja bersama zendra. Aku mengangguk, mengiyakan, hingga zendra tersenyum sumringah, bahkan sampai mengucapkan terima kasih berkali-kali padaku. Mau bagaimana lagi, aku sudah terlanjur mengatakan begitu di depan kak wito dan kak pay jadi aku harus terus melanjutkan hubungan ini, lagipula sahabatku yang sudah susah payah menjadi mak comblang juga pasti senang mendengar status kami sekarang. Aku menatap zendra, bibir merah tipisnya masih nampak mengembang mengulas senyum padaku. Wajahnya luar biasa tampan jika diamati baik-baik, tapi aku malah menjadikannya pelampiasan. Seharusnya dia bisa mendapat kekasih yang gak memanfaatkannya seperti aku, aku makin merasa bersalah. "Kalau boleh tahu, sejak kapan kamu suka aku?" Tanyaku penasaran. "Dari awal ospek, kenapa dinda?" Zendra balik menanyai. "Hah serius?" "Iya dari pertama kali liat dinda, zen langsung suka. Pasti waktu itu dinda belum tahu ya ada manusia kaya zendra di sekolah ini?" Aku tertawa kecil "lagian kenapa manusianya gak memperkenalkan diri?" "Ya kan zendra malu, dindaa! Masa baru awal masuk langsung ngenalin diri nanti dinda anggap zendra aneh lagi!" Aku makin terkekeh mendengar logat bicaranya. "Zendra seneng, akhirnya dinda nerima zendra dari sekian banyaknya cowok yang deketin dinda. Apalagi kita seangkatan, sedangkan yang deketin dinda kebanyakan kakak kelas. Zendra fikir zendra kehilangan harapan, tapi ternyata dewi fortuna zendra masih ada" Dia tertawa kecil mengakhiri ucapannya. Aku langsung tertegun, mengingat bahwa aku memanfaatkan zendra, tapi dia begitu bahagia dengan kepolosannya menyambut kejahatanku. Zendra menatapku lebih dalam "tapi memangnya dinda belum bisa lupain kak wito?" Tanyanya membuatku terkejut luar biasa. Aku fikir zendra gak tahu tentangku, ternyata aku yang gak tahu sejauh mana zendra mengetahui kehidupanku. "Sebenarnya zendra datang berbarengan sama kak wito, tapi kak wito lebih dulu deketin dinda tadi, jadi zen ragu-ragu mau nemuin dinda. Apalagi lihat kak wito ngulurin tangannya buat dinda" Aku termangu, mencerna pengakuan zendra. Jadi, dia sudah menunggu lebih lama dan hampir mengalah begitu saja, sampai akhirnya posisiku terjepit diantara sepasang kekasih itu? "Aku dan kak wito gak punya hubungan spesial, lagian kan dia udah punya pacar!" Aku mencoba mengelak untuk menghibur zendra. "Tapi kalian pernah punya perasaan spesial kan? Meski akhirnya kak wito pacaran sama kak pay. Zen gak habis fikir aja kenapa kak wito lebih milih kak pay, sedangkan dia sendiri gak bisa hapus perasaannya sama dinda" Zendra mengenggem tanganku "tapi zen akan berusaha lebih baik dari kak wito supaya dinda bisa secepatnya lupain dia!" Katanya, menatapku hangat dengan mata coklatnya yang berbinar-binar. Niatku memang gak setulus zendra, tapi melihat tatapannya yang berbinar membuatku ingin segera melupakan kak wito dan mengubah perasaanku pada zendra, agar di hubungan kami hanya ada aku dan dia, tanpa memberati hati yang lain.Perpisahan itu nyata adanya. Kehilangan orang - orang dalam hidup adalah kebiasaan yang tidak pernah membuatku terbiasa.Aku hanya orang biasa yang tidak mampu menahan beban kerinduan dari sebuah kata yaitu PERPISAHAN.Aku menulis buku ini sebagai sebuah penghormatan juga pengenang untuk orang - orang yang pernah hadir dengan baik dihidupku.Memberiku suka dan duka, tawa dan tangis yang sampai 16 tahun ini masih aku ingat dengan baik.Alur ceritanya memang tidak semuanya sama. Karena aku hanya mencoba mengulang yang ada dalam ingatanku yang sudah tidak terlalu baik ini.Mungkin bagi yang lain, di sepanjang hidup mereka, Tuhan masih menyisakan beberapa sahabat terbaik untuk bersama mendampingi hingga akhir usia. Berbeda denganku yang benar - benar harus kehilangan semuanya tanpa tersisa.Aku harap dengan buku ini, aku dapat mengingat semua orang - orang terbaik dalam hidupku terutama saat aku berada di masa peralihan dari anak - anak menuju dewasa.Sejujurnya dari masa SMK lah semua ke
Malam itu setelah aku kembali dari tahlilan 40 harian mendiang kak wito, aku baru ingat kalau malam ini ada janji bertemu dengan Gugun. Begitu sampai rumah aku kembali berpamitan kepada mama untuk pergi menemui Gugun yang mungkin sudah menungguku di halte.Aku sedikit berlari agar dapat cepat sampai di halte. Aku melirik pada jam tanganku dan waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Sedikit gak yakin jika Gugun masih menungguku di halte bis yang aku janjikan.Nafasku terengah - engah karena sudah berlari cukup jauh, tetapi usahaku gak sia - sia karena ternyata Gugun memang masih menungguku di sana."Maaf gue baru datang, udah lama nunggunya?" Tanyaku begitu sampai di halte."Saya nunggu kakak dari jam 7 malam di sini. Saya kira kakak gak akan datang""Loe gila nungguin gue sampai 2 jam? Kenapa loe gak pulang aja sih?""Saya takut saat saya pulang kakak malah datang dan ngira saya bohong karna gak menemukan saya di sini. Jadi saya tunggu, saya fikir saya akan tetap menunggu sampai jam 12 m
"Loe bener - bener ya, masa minta mantan gue buat traktir kita" aku mendumel kesal begitu kami berjalan kembali masuk ke sekolah."Ya biarin aja sih lagian Esha juga ikhlas kok traktir kita. Kali aja loe jadi bisa mempertimbangkan buat dia jadi pacar loe lagi" jawab Eka santai."Gak ya klo harus balikan lagi sama mantan. Kecuali....""Zendra? Ah bosen gue dengernya""Perasaan gue masih banyak banget buat dia, Ka""Udahlah lupain soal dia. Mending loe pacarin tuh adik - adik kelas biar loe makin populer" Eka menjeda ucapannya sebentar, membuatku penasaran "Populer dengan total mantan terbanyak haha" Eka terbahak meledekku."Sialan loe" Aku mengeplak lengan Eka.Memang dia pikir semudah itu aku bisa berganti hati, meskipun aku memang bisa melakukannya apa bisa menjamin dengan memacari sembarang orang sebagai pelampiasan bisa membuatku cepat move on."Oh iya loe nanti ikut kegiatan pramuka enggak?" Tanyaku teringat bahwa hari ini sudah hari jumat dan sekolah kami rutin mengadakan kegiata
Matahari siang cukup terik membakar tubuhku. Perjalanan dari sekolah menuju rumahku gak melulu dipayungi oleh pepohonan. Terkadang aku juga melewati lapang gersang dan trotoar yang banyak kios tanpa ada satu pun pohon yang tumbuh di sana.Hari itu aku pulang bersama Eka dan beberapa teman lain. Dan otakku hampir mendidih karena mereka yang terus membahas masalah Gugun yang dihukum berkeliling kelas untuk meminta maaf."Menurut gue parah sih si hendrik. Dia udah kelas XII pikirannya masih aja lemot" Ucap Nina yang saat itu berjalan bersama kami. Dia adalah siswi dari kelas akutansi."Iya jahat banget si Hendrik apalagi ya ampun gue gak tega liat cowok ganteng dihukum begitu" Sahut Eka dengan nada manja."Tapi menurut gue ada benernya juga kok Hendri hukum adik kelas begitu biar gak ngelunjak" Mira malah mengompori."Gak bisa gue gak terima kalau hukumannya dengan cara begitu. Dulu aja waktu angkatan kita gak ada tuh kakak kelas yang menghukum adik kelasnya begitu" Balas Nina.Aku yang
Aku menuju kantin dan memesan sesuatu di sana. Sejak kelulusan Kak Febri, aku gak kesulitan memesan makanan di kantin meskipun kondisi kantin dalam keadaan penuh sesak. Pelayan kantin selalu mendahulukan pesananku untuk tiba lebih dulu. Kemudahan yang aku dapat itu, aku yakin gak lepas dari campur tangan kak Febri, karena hanya dia yang selalu didahulukan oleh penjaga kantin saat memesan sesuatu. Sambil menunggu aku duduk di kursi tempat biasa kak Febri duduk di sana. Ajaibnya sejak dia gak ada di sekolah ini pun kursi itu selalu kosong gak ada yang berani menempati."Hai kak... akhirnya kita dipertemukan lagi" Gugun berdiri di depanku."Eh... iya...kita udah beberapa kali ketemu yaa hari ini""Tiga kali kak, mungkin sampai kita pulang nanti akan bertambah" Katanya tersenyum padaku."Mm mungkin. Gue sering mondar - mandir di sekolah ini jadi wajar kalau loe bakal sering ketemu gue. Siap - siap aja buat bosen ngeliat muka gue""Saya gak mungkin bosen lihat wajah kakak, justru sebalikn
Angin di awal bulan juli berhembus dengan sejuk. Desirannya menggoyahkan dedaunan dan pepohonan yang tumbuh di sekitar gerbang sekolahku. Sinar mentari hadir ke permukaan bumi dengan leluasa tanpa penghalang, membentuk bayang - bayang di atas jalan berbatu tempat yang aku pijak kini.Aku berdiri di sini, di atas jalan berbatu beberapa meter di depan gerbang sekolah. Melihat beberapa motor melintas memasuki gerbang sekolah. Beberapa hari yang lalu, tempat ini menjadi tempat untuk saling berucap sampai jumpa dan salam perpisahan dengan orang - orang yang pernah dekat denganku. Di sini tempat pertama kali aku bertemu dengan Kak Wito dan di tempat ini pula lah kami mengakhiri pertemuan kami untuk selama - lamanya.Hari perpisahan memang hari paling menyakitkan sedunia. Satu hari yang amat berharga dari 365 yang ada dalam setahun. Beberapa jam yang mewakili keakraban yang terjalin selama ini dan sekarang mereka sudah benar - benar pergi.Aku berdiri di sini, berusaha mengingat segala hal y