Share

Pertemuan

Melihat kami yang sedang memanggilnya, Vhera menutup laptopnya lalu beranjak mendekati kami. Benar kata Sena, ternyata pesona Vhera jauh lebih indah di atasku. Benar-benar cantik sempurna.

"Heeey, apa kabar ...," Vhera menyapa dan menyalami kami bertiga. Seetelah itu Sena mempersilahkannya duduk lalu memperkenalkannya pada kami.

"Vhera, Amang, kenalin nih, namanya Vhera. Wanita pujaan hatiku," ucap Sena yang sedikit melukai hatiku. Tapi biarlah toh ini cuma basa-basi aja.

"Salam kenal, Kak. Saya Mina, dan ini supir saya, Amang."

"Oh, iya salam kenal semuanya. Sudah lama di sini?" ucap Vhera.

Aku pun menjawab, "Baruuuu aja sampai, Kak. Barusan juga udah pesan makan. Kakak udah makan?

"Saya udah makan sih tadi, hampir satu jam saya di sini. Jadi ... kalian lagi pacaran ya?" tanya Vhera, membuatku tertawa kecil. Aku pu langsung menjawabnya,

"Iya, Kak. Kami emang lagi pacaran, hihihih ...."

"Bisa aja kamu, Mina." Sena menyahutku dengan datar. Aku pun menjulurkan lidah padanya.

Makanan kami akhirnya sampai. Tanpa diminta, aku pun memesan kembali minuman untuk Vhera,

"Kak, es jeruknya satu lagi ya ... buat teman saya."

Vhera hanya tertawa melihatku memesan minuman untuknya. Ternyata Vhera seorang wanita yang supel. Tidak pemalu, dan sangat berwibawa. Pantas aja, Sena sangat mencintainya. Setiap perkataanya berkolaborasi seimbang dengan pandangan matanya, yang cukup mampu menundukan nyali lawan bicaranya.

Sambil menyantap makanan, kami saling bercanda ria dengan Vhera. Kami bercerita tentang kejadian-kejadian lucu yang perhah kami alami. Tak luput juga aku bertanya padanya,

"Kak, saya dengar-dengar kakak baru putus ya sama Sena?"

"Ih ... kok bisa nanya kayak gitu," Vhera menjawab dengan malu-malu, "pasti Sena yang cerita, kan?" Vhera melirik ke arah Sena.

"Ah ... apaan, si Mina itu nguping kemarin pas kamu datang ke tempat jualan." ucap Sena padanya.

Aku dan Amang pun tertawa bersama.

"Kalau saya, Kak, udah lama saya ngejar-ngejar Sena tapi ditolak terus. Beruntung lah Kakak dikejar-kejar Sena, eh malah Kakak putusin," curhatku pada Vhera, "disitu saya merasa heran, wkwkwk ...."

"Iya, Kak. Si Mina ini berjuang mati-matian, tapi gak pernah menang, hahahah ...," sahut Amang menertawaiku.

"Kalian ngomong apa, sih ih ...," sahut Sena.

"Saya sebenarnya tidak berniat mutusin dia, cuma terpaksa aja mengikuti keinginan orang tua. Saya mau dijodohin," ucap Vhera, benar-benar mengharukan.

"Kasihan ya, Kakak. Beruntungnya saya, orang tua saya tidak pernah mau ikut kisah percintaan anaknya. Orang tua saya membebaskan saya untuk memilih pria manapun, asal saya merasa bahagia dengan pilihan saya."

"Bersyukurlah kamu, Mina. Bisa memilih pria yang kita cintai itu sebuah anugerah. Semoga akhirnya kamu menikah dengan pria pilihanmu, Mina.

"Terus, Kak, gimana tuh rasanya menikah sama orang yang tidak kita cinta?"

"Begini, Mina. Cinta itu sebuah pendirian, tapi bukan berarti jika kita merelakannya, cinta kita disebut palsu. Hidup adalah pilihan. Realita atau cinta, yang mana yang kamu pilih adalah yang terbaik."

"Setuju, Kak. Memang ada yang ditakdirkan rela menikah dengan orang yang mencintai, dan ada pula orang yang beruntung menikahi orang yang ia cintai."

"Nah ... tuh pinter kamunya." Vhera dan kami pun tertawa bersama.

"Denger tuh, Mina ... nasihat Mama Vhera, hahahah ...," ucap Sena menyela.

Kami pun akhirnya selesai makan. Berada dekat dengan Vhera menang nyaman rasanya. Entah apa yang Sena rasakan saat dekat denganku, apakah cuma karena nafsu?

"Kak, ikut kami yuk ke lantai atas, ke tempat bermain," ucapku pada Vhera.

"Boleh, tapi sebentar aja ya ... setengah jam lagi saya harus pulang."

Aku pun beranjak untuk membayar semuanya. Lalu mengajak mereka bangkit dari tempat duduknya. Kami semua menaiki Tangga Berjalan, sambil melihat suasana Caffe yang semakin ramai karena hari sudah memasuki waktu maghrib.

Setibanya di tempat bermain, aku langsung membeli 4 kartu vhoucher bermain, masing-masing kuisikan saldo sebanyak dua juta, agar kami ouas bermain tanpa takut kehabisan saldo.

"Ini kartu kalian, mainlah sepuasnya. Saldonya banyak, ga akan habis," ucapku pada mereka sembari membagi-bagikan kartu.

Aku bermain bersama Amang, Sena kubiarkan bermain bersama Vhera. Aku tidak merasa cemburu sedikit pun, karena memang niat kami ingin bersenang-senang. Selain itu, aku pun menyukai sosok Vhera yang supel dan apa adanya. Aku sudah menganggapnya kakak perempuanku, karena aku hanya memilki kakak laki-laki.

Semua permainan kami lahab habis. Mandi bola, lempar bola basket, Dancing, karaoke, ambil boneka, dan lain-lain. Tak terasa sudah 2 jam kami berada di tempat itu. Kulihat jam di layar ponselku sudah jam 9 malam. Wow, si Vhera kok gak izin pulang? Wah ... dia lupa sepeelrtinya.

Kuhampiri Vhera yang sedang balapan simulasi mobil dengan Sena,

"Kak, katanya setengah jam mau pulang?"

"Oh iya, astaga! Saya lupa!" Vhera dan Sena saling bertatap. Hahahah ....

"Cieee ... yang ketemu mantan sampai lupa pulang, hahahah ...," Ucap Amang sambil mengajakku tertawa, aku pun ikut tertawa.

"Iiih ... apaan sih ... aku bakal dimarahin nih sama papah aku ...," ucap Vhera dengan nada manja. Aku pun tertawa melihatnya.

"Yaudah, Kak. Gapapa, bilang aja tadi ketiduean di Mall, hahahah ...."

"Yaudah, kami juga mau pulang nih, udah malam juga., " ucap Sena yang mencoba menenangkan si Vhera, "kita antar pulang Vhera, ya?" Tawar Sena padaku.

"Iya, Kak. Mita pulang sama-sama," jawabku menvafah pada Vhera.

Vhera setuju dan akhirya kami berempat pulang bersama. Tidak jauh rupanya, hanya selang 15 menit kami sudah sampai di depan rumahnya. Vhera pun keluar dari mobil dan segera menuju pintu rumahnya, setelah melambaikan tangannya pada kami, dia masuk dan menutup pintu rumahnya. Karena malam sudah sangat larut, kami menolak tawaran Vhera untuk mampir. "Mungkin, besok-besok aku akan sering mampir ke sini," kataku pada Amang.

"Mau ngapain emangnya?" tanya Sena.

"Ya silahturahmi lah, Yang ...."

Kami bertiga pun akhirnya bertolak dari rumah Vhera menuju hotel tempat kami menginap kemarin. Malam ini adalah malam terakhir kami bisa tidur di hotel, karena waktu bookingnya berakhir. Selain itu, aku tidak akan memperpanjangnya ksrena besok harus masuk kuliah.

"Amang tadi ga jadi beli Hp baru, ya?"

"Walah ... iya, Neng. Amang lupa."

"Dasar si Amang, suruh beli Hp baru aja lupa."

"Iya, Neng. Abisnya gak sabar sih mau main tadi, heheheh ...."

Aku merebahkan kepalaku di pangkuan Sena. Setiap mau mendekati perpisahan seperti ini, rasanya ada rasa sakit yang datang tiba-tiba. Sakit yang sama seperti yang sudah-sudah, yang mungkin hanya lenyap setelah aku bisa menikah dengannya.

"Sena, Sayang, aku kok gak lihat kamu ngerokok 2 hari ini?"

"Iya, kemarin aku minum obat asma 2 bungkus. Pas ngerokok rasanya lain."

"Alhamdulillah, semoga bisa berhenti selamanya ya, Yang ...."

"Besok kamu kuliah, gih!"

"Iya ... aku juga niatnya besok masuk, Yang. Kalo tidak dosenku bakal lapor kakakku, hihih ...."

"Jangan sering bolos."

"Iya."

10 menit kemudian, kami sampai di tempat parkir hotel. Seperti biasa, setiap kembali dari jalan-jalan di luar kami langsung menjnu ke kamae masing-masing. Rasanya tubuh kami lelah sehingga untuk basa-basi saja rasanya tak sanggup.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status