Miona duduk di bangku paling belakang di dalam busway itu. Pemandangan kota Jakarta di luar jendela busway tampak indah. Namun hatinya sedih, air matanya mulai berjatuhan. Dia berusaha mengelapnya dengan tangannya sendiri. Handphonenya sedari tadi berbunyi. Telepon dari mucikarinya yang dipanggilnya Mami. Sebenarnya semenjak kejadian malam itu dengan Prakas, dia tak mau lagi menjual dirinya ke lelaki hidung belang. Tapi karena tadi sore, para rentenir itu datang lagi menagih sisa hutang ibunya yang belum dibayarkan, dia terpaksa menerima tawaran maminya itu, dan ternyata yang memesannya untuk kedua kali adalah lelaki yang sama. Lelaki yang arogan dan aneh menurutnya. Air mata Miona kembali mengalir deras. Dia merasa bersalah pada bapaknya. Dia teringat saat kejadian malam itu yang membuat penyakit jantung bapaknya kumat.
Ya, saat itu Miona sedang memarahi Ibunya, dia baru pulang bekerja di sebuah restoran di Jakarta. Saat itu dia dapati banyak lelaki seram di depan rumahnya. Para lelaki itu tampak memukuli Pak Imam lalu pergi meninggalkannya. Miona berteriak saat melihat bapaknya babak belur begitu.
“Bapak!”
Miona langsung mengangkat tubuh Bapaknya dengan heran.
“Bapak kenapa? Kenapa mereka mukulin Bapak?” tanya Miona.
Akhirnya Pak Imam mengajak Miona masuk. Di dalam sana barulah dia tahu kalau Ibunya ternyata punya hutang 500 ratus juta kepada rentenir yang dia habiskan untuk berjudi dengan teman-temannya. Miona marah besar pada Ibunya. Pak Imam yang sabar memenangkan Miona. Dan saat Miona tahu kalau para rentenir itu menginginkan rumah mereka jika minggu depan hutangnya tidak cicil, saat itulah dia menghubungi mucikari itu. Dia tahu mucikari itu dari temannya karena temannya yang bekerja di restoran yang sama sering bercerita pada Miona kalau dirinya seorang pelacur.
Saat busway itu berhenti di halte di kawasan Sudirman, Miona buru-buru turun dari sana. Miona berjalan di atas trotoar menuju taman kecil di dekat stasiun MRT. Sesaat kemudian dia mendengar suara lelaki memanggil namanya.
“Miona!”
Miona melihat ke sumber suara. Lelaki muda berpakaian satpam itu melambai ke arahnya. Miona tersenyum lalu menghampirinya. Mereka duduk di bangku taman. Di sekeliling dia melihat banyak para fotografer sedang memfoto model-model. Tempat itu adalah surga bagi fotografer. Lelaki muda itu mengulurkan minuman dingin padanya.
“Lembur lagi?” tanya lelaki bernama Rio itu padanya.
Miona mengangguk. Mereka hanya bersahabat sejak SMP. Dulu mereka tinggal di tempat yang sama, namun saat Pak Imam pindah ke kawasan Mampang Prapatan, mereka berpisah, tapi setelah mereka masuk ke SMA yang sama, mereka kembali melanjutkan persahabatan hingga kini.
Rio tahu kalau Miona sedang tidak ingin bicara. Akhirnya dia diam sambil melihat-lihat orang-orang yang mulai berdatangan ke tempat itu. Miona memandangi bulan dan bintang yang bersinar terang di atas kota Jakarta. Tak lama kemudian Miona menangis. Rio heran.
“Kamu kenapa?” tanya Rio penasaran dan tampak sedih melihat sahabatnya itu menangis.
“Aku nggak apa-apa,” jawab Miona. Dia tahu, selama ini Rio lah yang menjadi tempat curhatnya. Namun untuk urusan menjual diri itu dia tidak sanggup menceritakannya pada Rio. Akhirnya lelaki itu hanya diam dan mengeluarkan sapu tangan di sakunya lalu memberikannya pada Miona.
***
Prakas tiba di depan rumah Pak Imam. Dia mengetuk pintu rumah itu. Seorang lelaki muda keluar dengan heran.
“Kakak yang waktu itu ke rumah sakit?” tanya lelaki yang bernama Riga itu.
Prakas tersenyum padanya.
“Ibu ada?”
“Ada! Masuk, kak!”
Prakas pun masuk ke dalam rumah sederhana itu. Riga menyuruh Prakas duduk lalu dia segera memanggil ibunya di dalam. Tak lama kemudian ibunya keluar dan heran melihat kedatangan Prakas. Prakas langsung berdiri dan salim pada ibu itu.
“Mas yang waktu itu ke rumah sakit?” tanya ibu itu dengan heran.
“Iya, Bu,” jawab Prakas.
“Sebentar, saya bikinin minum dulu,” ucap Ibu itu.
“Biar aku aja, Bu,” pinta Riga pada ibunya.
“Yasudah, kamu bikinin ya,” ucap ibunya pada Riga.
Riga langsung masuk ke dalam. Ibu itu menatap Prakas dengan heran sambil memandangi pakaian lelaki itu yang tampak mewah.
“Kamu temen kerja suami saya atau...”
“Bapak Imam sudah seperti bapak saya sendiri,” jawab Prakas.
Ibu yang bernama Maryam itu tampak terkejut.
“Kamu Prakas yang suka diceritain suami saya itu?” tanya Maryam tak percaya.
Prakas mengangguk. Rupanya selama ini Pak Imam suka bercerita tentangnya pada istrinya. Maryam langsung menangis.
“Terima kasih, Nak. Kamu sudah baik sama almarhum suami saya,” ucap Maryam terisak.
“Saya yang berterima kasih, karena Pak Imam saya jadi begini,” ucap Prakas.
Maryam terus saja menangis. Riga yang datang membawa segelas teh manis tampak heran. Riga diam saja lalu meletakkan teh manis itu di hadapan Prakas lalu segera pergi dari sana. Prakas menatap wajah Ibu Maryam dengan sedih.
“Boleh saya melunasi semua hutang, Ibu?” ucap Prakas kemudian.
Ibu Maryam terkejut mendengarnya. Dia tak percaya mendengar itu.
“Kamu tahu dari...”
“Ibu tak perlu tahu saya tahu dari mana. Saya serius ingin melunasi semua hutang ibu,” pinta Prakas.
“Tapi...”
“Tolong, bu... izinkan saya berbuat sekali saja untuk Pak Imam,” pinta Prakas.
Akhirnya Ibu Maryam mengangguk haru. Dia langsung menghubungi renterir tempatnya berhutang. Tak lama kemudian para rentenir itu datang. Prakas langsung memberikan cek pada mereka senilai lima ratus juta. Lalu para rentenir itu pergi dengan senang. Ibu Maryam hendak bersujud pada Prakas sambil menangis. Prakas melarangnya dan mengingatkannya untuk jangan berjudi lagi.
“Saya janji, saya nggak akan melakukan itu lagi,” isak Ibu Maryam.
Lalu Prakas pamit dari sana. Saat dia pulang, dia melihat Miona turun dari motor diantar oleh Rio. Miona heran melihat ada Prakas di sana.
“Lo ngapain ke sini? Tahu dari mana rumah gue?” tanya Miona dengan keras.
Prakas diam saja, dia berjalan menuju mobilnya.
"Lo cerita tentang gue ke ibu gue?!" teriak Miona pada Prakas.
Prakas diam dan terus berjalan menuju mobilnya. Miona mengejar Prakas dan menarik tangan Prakas dengan penasaran.
“Jawab dulu pertanyaan gue!” teriak Miona.
Prakas berhenti melangkah lalu menoleh ke Miona.
"Lo tenang aja, gue belum cerita, tapi kalo Lo masih terjun ke dunia hitam itu, bukan keluarga Lo aja yang gue kasih tau, semuanya!" tegas Prakas.
"Emangnya gue nggak bisa ngasih tahu ke dunia siapa Lo? Lo nggak takut karir Lo ancur dan perusahaan Lo bangkrut?"
"Silakan aja! Nggak bakal ada yang percaya!" ucap Prakas lalu langsung menaiki mobilnya dan langsung melaju dari sana.
Miona kesal sendiri. Ancamannya berhasil membuatnya takut untuk terjun ke dunia hitam lagi. Miona langsung masuk ke dalam rumah dan memanggil Ibunya.
“Ibu!” panggil Miona.
Ibu Maryam keluar dengan senang.
“Kamu sudah pulang?” tanya Ibu Maryam.
“Tadi cowok itu ngapain ke sini?” tanya Miona.
Ibu Maryam terdiam. Tak lama kemudian Riga datang.
“Dia ngebayarin hutang ibu,” ucap Riga.
Mendengar itu Miona langsung sangat terkejut. Miona keluar dari rumah melihat jalanan di hadapannya berharap dia masih bisa melihat mobil Prakas. Miona masuk ke dalam rumahnya dengan bingung. Maryam mendekatinya dengan heran.
"Kamu udah kenal sama Prakas?"
Miona heran mendengar pertanyaan ibunya itu.
"Emang ibu udah kenal lama sama dia?"
"Dia bos besar Bapak kamu," jawab Ibunya.
"Maksudnya?"
"Dia direktur perusahaan PT Prakas Gemilang yang dekat sama almarhum bapak kamu."
Miona terbelalak tak percaya mendengar itu.
***
Sementara Prakas masih mengemudikan mobilnya dengan lega. Dia sangat berharap setelah dia membayar hutang ibu Miona dan mengancamnya, gadis itu tak lagi bekerja sebagai PSK. Dia ingin Miona hidup normal seperti biasanya. Itu semua dia lakukan karena Pak Imam yang sudah dianggapnya sebagai orang tuanya.
Pagi itu, para pelayan sedang menyiapkan sarapan di meja makan. Prakas sudah duduk dan sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Nyonya Prameswari mengiris roti sambil memandangi wajah Prakas yang terlihat lesu. “Kemarin, Ibu Andiri main ke rumah, dia bawa Adelia ke sini. Tenyata Adelia makin cantik sekarang. Dulu pas mama liat di acara perusahaan sewaktu papanya bawa dia ke sana, dia masih kecil. Sekarang setelah dia pulang dari Australia, dia makin cantik, Prakas.” Prakas hanya tersenyum mendengarnya. Adelia adalah anak Pak Hartono yang menjadi komisaris di perusahaanya. Pak Hartono telah menanam saham sebanyak 40 persen di perusahaannya. “Kamu kapan ngenalin pacar ke mamah?” tanya Nyonya Prameswari tiba-tiba. Prakas menatap wajah mamahnya dengan tersenyum. “Sabar ya, Mah. Nanti kalo udah ada, pasti aku kenalin ke mamah,” jawab Prakas. Nyonya Pramesw
Sebuah mobil sedan berhenti di depan rumah sederhana Miona. Prakas turun dari mobil. Para ibu-ibu yang sedang ngerumpi di hadapan rumah Miona tampak heran. "Dia siapa?" "Nggak tau, pacarnya Miona kali!" "Nggak mungkin! Bos rentenir kali! Nagih hutang sama ibunya Miona." "Iya, kali ya?" Saat Prakas menoleh sesaat pada mereka, ibu-ibu tercengang. "Kok wajahnya kayak Prakas pengusaha muda yang sering digosipin sama artis-artis itu ya?" "Iya! Ada apa dia ke rumah ibu Maryam ya?" Ibu-ibu di sana bingung karena tak menemukan perkiraan jawaban. Prakas mengetuk pintu. Maryam membuka pintu. Senyumnya merekah saat melihat Prakas sudah tiba dengan senyum menawannya. "Masuk!" Maryam menarik tangan Prakas ke dalam seolah bersikap kepada anaknya sendiri. Para ibu-ibu di sana saling melihat dengan tak percaya. Semakin penasaran. Prakas duduk dengan bingung. Dia melihat-lihat ke arah dalam. Gugup jik
Miona menunduk malu di hadapan perempuan tua itu. Dia memegangi pipinya yang sakit sehabis ditampar perempuan tua itu. Para tamu yang sedang menikmati makan malam di dalam restoran itu terpusat padanya. Heran."Kalo sampe kamu sebarin gosip yang nggak-nggak lagi ke orang-orang, saya bisa tuntut kamu!" teriak perempuan tua itu pada Miona.Miona hanya terisak, malu. Tak lama kemudian seorang lelaki Muda, manager di restoran itu datang untuk menengahi mereka."Maaf, Bu, ada apa sebenarnya?" tanya manager itu dengan heran."Dia ini udah nyebarin gosip ke orang-orang tentang saya! Katanya sayalah yang menjadi penyebab ibunya terjerat hutang pada Rentenir! Padahal ibunya sendiri yang suka main judi! Saya nggak pernah ngajakin ibunya main judi! Saya malu!"Ibu itu hendak menjambak rambut Miona yang menunduk pasrah. Tak lama kemudian Prakas tiba-tiba datang menghalangi aksi ibu-ibu itu untuk mencelakai Miona. Miona tercengang melihat Prakas t
Prakas melangkah ke ruang keluarga rumahnya yang begitu luas. Dia kaget saat melihat Adelia, anak Pak Hartono yang menjadi komisaris di perusahaannya sedang bercengkrama dengan mamahnya. Dia langsung melangkah menuju kamarnya, pura-pura tidak melihat."Prakas!"Prakas menghela napas mendengar suara panggilan dari mamahnya. Prakas menoleh pada Prameswari yang terlihat senang mendapati anak tertuanya pulang."Iya, Mah.""Sini! Ada Adelia nih!" ajak Mamahnya.Adelia tampak tersenyum malu pada Prakas. Lelaki itu terpaksa berjalan menuju mereka, berpura-pura tersenyum."Hai, Adelia. Gimana kabarnya?" tanya Prakas sambil duduk di sofa menghadapnya."Aku baik kok, kamu gimana?""Ya, gitulah," jawab Prakas tampak malas.Prameswari berdiri sambil menoleh ke Prakas, "Mamah tinggal bentar ya? Mama lupa tadi mau nelepon temen mamah, mau nanyain soal arisan!"Prakas lemas. Dia tahu mamahnya sengaja membiarkan mer
Prakas melangkah cuek melewati Miona yang terpaku menatapnya. Dia juga tak tahu harus bersikap bagaimana saat tak sengaja menemukan gadis pemilik rumah itu bersamaan datang ke sana. Gadis itu tampak tersinggung melihat lelaki itu seolah tidak mengetahui keberadaannya. Dia langsung buru-buru menghalangi langkah Prakas yang hendak mengetuk pintu. "Ngapain ke sini?" tanya Miona heran. "Urusan gue ke sini bukan soal lo!" jawab Prakas tegas. "Soal apa?" "Bukan bisnis buat lo juga, jadi gue nggak perlu ngasih tahu," jawab Prakas. "Lo ke rumah gue, itu artinya bakal berurusan juga sama gue. Kasus video viral kita juga belum reda, gue nggak mau kedatangan Lo ke sini jadi nambah bahan gosip buat tetangga," tegas Miona. "Tenang aja! Masalah itu nggak usah Lo pikirin," pinta Prakas. "Tadi jalan sama siapa? Pacar?" tanyanya tiba-tiba. Miona mengernyit. "Ngapin nanya? Bukan urusan lo!" Prakas manyun. "Bintang itu
Prakas berdiri di hadapan kaca yang membentangkan pemandangan kota Jakarta di bawah sana. Dia sedang berada di ruangan kantornya. Dia teringat akan ucapan mamanya semalam. Cinta tak bisa dipaksa. Pikirnya. Dia tak mau di jodohkan dengan orang yang tidak dicintainya.Dan selama dia hidup, baru sekali dia merasakan mencintai perempuan begitu dalam. Yaitu saat masih SMA dulu. Gadis itu bernama Aruna. Hanya sebatas menyukai karena perempuan itu sudah memiliki kekasih. Kini dia tak tahu lagi bagaimana kabar gadis itu. Sejak lulus SMA dia kehilangan jejak. Bahkan dia sendiri tak menemukan jejak sosial medianya. Tak ada nama Aruna yang sesuai dengan foto gadis itu di sosial media.Tak berapa lama kemudian terdengar suara ketukan pintu."Masuk!" teriak Prakas.Pintu ruangan terbuka. Rupanya yang datang adalah sekretarisnya."Pagi, Pak.""Pagi. Ada apa?""Pak Warto lagi ada di depan ruangan Bapak. Dia ingin bertemu Bapak, k
Prakas masih mondar-mandir di teras rumahnya. Dia kembali meraih handponenya lalu menghubungi Bodyguardnya."Iya, Pak," jawab Bodyguardnya di seberang sana."Di mana Miona sekarang?" tanya Prakas."Di sebuah restoran, Pak, dia lagi duduk berdua dengan lelaki berumur 40 tahunan," jawab Bodyguardnya di seberang sana."Share lokasi, awasin terus, saya mau menyusul ke sana," pinta Prakas."Baik, Pak!" jawab Bodyguardnya.Prakas langsung menuju mobilnya. Tak lama kemudian Prameswari keluar rumah dan heran melihat Prakas seperti henda pergi."Prakas! Mau kemana? Kita harus ke rumah Adelia!"Langkah Prakas terhenti. Dia menoleh pada mamanya."Maaf, Mah! Aku ada urusan penting!"Prameswari tampak kesal. Prakas langsung menaiki mobilnya lalu kembali melajukannya dengan khawatir. Kalau bukan wajah Pak Imam selalu terbayang dalam ingatannya, dia tak akan senekad ini. Biarkan dia saja yang sudah menghancurkan hi
Prakas mendadak menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Miona heran."Kenapa berenti?" tanya gadis itu."Gue pengen ngajak lo makan malam, setelah itu gue akan berenti ganggu hidup lo lagi," ucap Prakas agak pelan.Miona terpaku mendengar itu. Dia tak percaya cowok angkuh dan keras kepala di hadapannya itu mendadak mengatakan itu. Gadis itu yang sedari tadi perutnya keroncongan, akhirnya memilih mengangguk. Entah kenapa hari ini dia merasa banyak pasrah pada lelaki di sebelahnya itu.Prakas kembali melajukan mobilnya lalu berhenti di sebuah restoran yang tampak sepi pengunjung. Saat mereka turun dari mobil, gadis itu mengamati restoran itu dengan heran. Dia melihat tulisan besar bercahaya di atas pintu masuk restoran itu."Light?" tanya Miona dalam hati dengan heran.Prakas menoleh pada gadis itu, seolah bisa membaca alam pikirannya."Ini restoran favorit gue. Makanannya enak dan yang paling gue suka tempat ini sepi," ucap Praka