Ratna terbangun saat merasa ada yang mengelus rambutnya pelan. Matanya mengerjap berulang kali, rasanya tak percaya saat melihat sosok perempuan separuh baya yang berada di sampingnya.
"Ibu ...! Ada apa ibu repot-repot ke mari?" tanya Ratna yang terdengar agak ketus.
"Maaf sudah membangunkan mu ...."
"Ibu belum menjawab pertanyaanku. Ada kepentingan apa yang membuat ibu mau datang, aku pikir ibu tidak sekedar menjengukku, iya kan?" tanya Ratna lagi yang kemudian bangun dari tidur dan memilih duduk dengan bersandar menggunakan bantal yang ia susun dengan tangan yang bebas dari infus.
"Aku hanya ingin menyampaikan rasa bersalah Rizal kepadamu, dia tak sengaja membuatmu luka seperti ini, jadi tolong, jangan membuat ini menjadi sebuah masalah." Ibu menjelaskan maksud kedatangannya dengan raut wajah sedih, entah ... apakah itu jujur atau tidak?
"Sudah kumaafkan, ibu tidak perlu khawatir tentang itu." Ratna menjawab dengan lugas, kini t
"Anda ternyata seorang ibu yang berlidah tajam, untung saja dapat menantu menurut seperti Ratna, kalau tidak mungkin anda sudah diberi racun sianida." Aldo langsung menjawab pertanyaan perempuan separuh baya yang masih duduk di samping ranjang Ratna, dengan kata kata yang tak kalah pedas."Ngaku saja kalau kalian ternyata adalah pasangan selingkuhan bukan? Mana ada baru kerja saja sudah dapat gaji sebesar itu?" Ibunya Rizal terus berusaha menyakiti hati Ratna. Tampak sekali kalau beliau masih sangat tidak puas dengan jawaban Aldo."Yang selingkuh kan anak anda, kenapa marahnya malah ke saya dan Ratna? Anda aneh ...."Mendengar ujaran Aldo, Ratna dan Nay yang baru datang tak kuasa menyembunyikan senyum mereka. Namun, tidak dengan sang mantan mertua, mata beliau mendelik tak suka pada Aldo yang masih menyisakan senyum di wajahnya."Dengar, Ratna. Kalau kalau kamu masih ingin bersama Rizal. Ku beri waktu sampai besok, kalau tidak?! Ibu tidak bisa
"Maap, permisi, Dokter ingin memeriksa pasien." Suara seorang perawat perempuan masuk ke dalam ruangan, sontak Ratna, Bunda dan Delon mengurai pelukan mereka.Delon dan Bunda langsung menepi, memberikan tempat yang lebih luas untuk sang Dokter dan perawat, meninggalkan Ratna yang menyambut tamu spesial nya, dengan senyuman.Ratna melihat betapa akrabnya dokter yang biasa memeriksanya dengan pak Aldo, yang kemudian di biarkan mendekat ke sisi tepi ranjangnya.Sang Dokter di bantu perawat kemudian melakukan pemeriksaan rutin.Perawat itu dengan cekatan melepaskan selang infus dari lengan mulus Ratna, kemudian membuka perban di kepala, membersihkan, mengobati dan menggantikannya dengan yang lebih kecil, hanya sekedar untuk menutup jahitan akibat luka robek saat membentur tembok.Lagi, Ratna memerhatikan sikap Nay yang diam seribu bahasa. Dengan pandangan mata yang tak lepas dari sosok si Dokter tampan yang sedang serius memeriksa det
"Diandra?" ulang Nay, yang merasa asing dengan nama yang di sebut oleh bunda."Ya, itu nama yang almarhum ayahnya dulu sematkan pada Ratna, sebelum pihak panti merubahnya. Entah dengan alasan apa mereka mengubahnya." Bunda menjawab, matanya menatap nanar ke depan.Mulut Nay langsung membentuk huruf 'o' saat mendengar penjelasan dari perempuan cantik yang duduk di sebelahnya."Diandra, nama yang cantik ya ... Bun?""Dulu, kami adalah keluarga yang kurang beruntung, kemiskinan membuat bunda harus tega mengirim Delon ke desa, untuk dirawat oleh kakeknya di sana. Dan memutuskan hanya Diandra yang kami rawat sendiri."Tanpa menjawab pertanyaan Nay, Bunda tanpa diminta langsung memulakan cerita hidupnya pada perempuan berhidung bangir itu."Tahun '97, saat yang paling sulit bagi keluarga kami, kehidupan yang mulai membaik kembali memburuk saat penjarahan dan perampasan yang tak dapat kami kendalikan, semuanya bagai mimpi buruk, m
Dooock! Dock!"Rizal cepat buka pintunya!" Suara ketukan keras di pintu dan jerit suara ibu yang tampak tidak sabar dari luar pintu membuat lelaki yang baru saja meletakkan punggungnya ke ranjang, harus kembali berdiri lagi dan melangkah terseok ke arah pintu."Ada apa, Bu?" tanya Rizal pada sang ibu yang langsung masuk ke dalam rumah tanpa butuh ijin dari sang pemiilik."Kau harus membatalkan rencana mu untuk menceraikan Ratna!" seru ibu yang sudah duduk di kursi, dengan mata menatap tajam ke arah Rizal."Tidak bisa!""Bisa!""Bu ... bukankah ini keinginanmu agar aku cepat cepat mempunyai keturunan." Rizal yang dulunya tak pernah membantah kemauan sang ibu kini bingung dengan perubahan sikap perempuan yang telah melahirkannya."Kau bisa mempunyai keturunan bersama Ratna?""Aku sudah menjalani pernikahan ini selama bertahun tahun, Bu. Tapi dia belum juga hamil.""Kalian bisa punya anak, percayalah pada ibu." Tampak
"Akhirnya kau pulang juga." Mila menyambut Nay yang baru saja tiba di rumahnya."Ya, hari ini hari terakhir Ratna dirawat, dia akan di bawa pulang-""Diandra, Nay! Bukan Ratna." Mila memotong ucapan Nay yang ingin menjelaskan alasan kenapa dia pulang."Bagaimana kau tahu?" tanya Nay, matanya membesar karena kaget saat Mila tahu nama asli Ratna.Jari tangan Mila menunjuk ke kursi yang berada di samping kanan Nay yang masih berdiri."Apa itu?" Nay picingkan matanya saat melihat ada tumpukan dus di atas kursi yang di tunjuk oleh tangan Mila."Tadi ada lelaki yang datang ke sini bawa ini semua, dan juga berjanji bakalan datang lagi besok, buat benerin rumah," jawab Mila, yang memilih duduk di depan kursi yang berisikan kardus."Lelaki itu juga yang menceritakan sedikit siapa dirinya dan siapa Ratna." Mila menambahi penjelasannya."Siapa? Apakah dia-""Delon! Dia menyebutkan namanya adalah Delon, kakak kandu
Mata Ratna menyapu setiap lekuk benda yang ada di ruangan yang luasnya dua kali atau mungkin lebih dari kamarnya saat bersama Rizal. Lengkap dengan kamar mandi dan juga balkon. Kamar idaman yang tak pernah berani ia impikan sebelumnya, kini malah menjadi miliknya.Ratna merebahkan tubuhnya dengan pelan-pelan ke atas ranjang empuk itu. Matanya menatap nanar ke langit langit, teringat lagi tentang semua yang ibu pengasuhnya tadi ceritakan tentang siapa dirinya yang sebenarnya.****Flash on"Saya minta maaf, Bu. Bukan maksud saya ingin melarikan Ratna, tapi ini semua karena perintah dari tuan Ibrahim," ujar perempuan berjilbab yang sudah tampak tak muda lagi. Matanya basah dengan tangan gemetar menyatu di depan dada.Kedatangan Delon, Ratna, Bunda dan seorang pengacara ke panti tentu saja membuat semua pengurus ketakutan."Anak yang sekarang bersamaku, siapa dia? Kenapa kau memilih dia untuk di berikan kep
"Tapi--"Ucapan Ratna terhenti saat melihat langkah Bundanya yang terhenti dan kini malah berbalik lagi menghadapnya."Berikan alasanmu yang masuk akal atau bunda akan terus menolaknya." Bunda akhirnya berkata tegas. Kedua tangan bersedekap di dada menunggu Ratna bersuara."Aku ingin berkumpul dengan teman, aku butuh keramaian untuk melupakan kesedihanku, aku harus sibuk agar tidak memikirkan hal hal yang menyakitkan, Bun."Ratna memberikan alasan dengan suara yang nyaris tak terdengar. Dan itu membuat bunda yang awalnya hanya berdiri, kembali mendekat dan memeluk Ratna erat."Jangan sedih, sekarang ada bunda dan kakakmu. Lakukan apa yang membuatmu bahagia."Bunda mengurai pelukan, dan menghapus air mata yang tumpah di pipi Ratna."Bunda harap tak melihatmu lagi menangis karena sedih.""Insya Allah, Bunda," jawab Ratna yang kembali mengurai pelukan karena mendengar suara perut milik Bunda."Bun ...," se
Ratna terdiam, wajahnya menunduk memandangi piringnya yang sudah bersih. Dia bukannya tak tahu kalau semua mata fokus ke arahnya."Na?"Ratna tak menjawab. Namun, dia mengangkat wajahnya saat mendengar suara bunda memanggil."Diandra adalah anak baik, mungkin agak terlihat judes. Namun, sebenarnya tidak, kalau kau mengenalnya lebih jauh, dia perempuan yang menyenangkan kok." Bunda menjelaskan dengan tangan kanan mengelus bahu Ratna."Iya, Bun." Ratna menjawab, dengan menjauhkan sudut bibirnya."Kamu masih khawatir?" tanya Delon, pada Ratna."Tidak, hanya saja aku takut dia beranggapan aku merebut posisinya.""Tidak ada kata merebut dan direbut, seperti yang kamu bilang. Semua karena kemauan dan ijin Tuhan." Delon berkata sambil berjongkok sedikit untuk mendorong kursi agar dirinya bisa leluasa berdiri."Sekarang minum obatmu, dan reh