Share

Bab 4

Farida berlalu begitu saja, tanpa merespon kata-kata Deni. Ia begitu muak melihat wajah lelaki yang telah membersamainya sekian tahun.

"Sudah sampai, Da?" tanya Asih pada anak semata wayangnya itu. Farida langsung memeluk ibunya, ia berusaha menahan air matanya agar tidak keluar. Ia tidak ingin ibunya mengetahui masalahnya.

"Aku kangen, Bu!" isaknya, ia sengaja mengatakan itu agar ibunya tidak menanyakan hal yang macam-macam.

"Iya, ibu juga kangen. Ayo duduk, ibu tau kalian lagi ada masalah, selesaikanlah dengan baik-baik. Kalian sudah dewasa, nggak baik menghindar." Mendengar ucapan Asih, Farida semakin terisak. Ia memang tidak pintar menutupi sesuatu dari ibunya. Ia mengikuti ibunya untuk duduk di sofa.

"Aku mau pisah dari dia, Bu! Dia sudah menghianatiku." ucap Farida tiba-tiba saat mereka sudah duduk. Ia menghambur ke dalam pelukan Asih yang duduk di sebelahnya. Hal itu cukup membuat Asih syok, wajahnya memerah dan rahangnya mengeras, ia menahan amarah, tepatnya ia kecewa. Wanita tua itu sadar, ia tidak boleh gegabah. Ia harus bijak menghadapi masalah anaknya. Meski hatinya sakit membayangkan anaknya dikhianati, tapi ia merasa harus mendengar dari Deni.

"Den, benar itu?" tanya Asih menatap menantunya dingin. Tangannya membelai punggung putri satu-satunya itu. Pikirannya sudah terbang kemana-mana. Ia sedih, dengan usia yang sudah senja harus melihat masalah berat putri semata wayangnya. 

"Benar, Bu! Aku melihat dengan mataku sendiri, dia memeluk perempuan itu, Bu!" Farida menjawab pertanyaan ibunya sebelum Deni membuka mulutnya.

Mendengar ucapan putrinya, semakin mengiris hati Asih. Ia tidak pernah membayangkan, ia akan melihat rumah tangga Farida di ambang kehancuran. Cairan bening kini mengintip di sudut matanya, meminta untuk keluar namun ia tahan.

"Bu-bukan begitu, Bu! Aku nggak pernah menghianati Farida, Bu." Elak Deni.

"Cukup, Pa! Aku gak bodoh, yang dengan mudah bisa kau bohongi. Aku melihat sendiri bagaimana kalian berpelukan." Teriak Farida. Asih mengelus-elus pundak anaknya memberi ketenangan.

"Maaf, Sayang. Aku memang salah, tapi aku nggak berbohong. Aku nggak pernah mengkhianatimu. Aku nggak selingkuh ta–"

"Lalu apa? Sudah cukup ya, aku mau kita pisah! Pergilah bersama perempuan itu, aku nggak sudi punya suami tukang selingkuh!" cetus Farida.

"Dengarkan dulu suamimu bicara, Nak!" Asih berusaha menengahi walau hatinya pun ikut berdarah, namun ia tidak ingin rumah tangga anaknya itu hancur. Ia merasa waktunya di dunia ini tidak lama lagi. Ia tidak dapat membayangkan jika ia harus pergi meninggalkan anaknya dalam keadaan yang tidak baik. "Apa sebenarnya yang terjadi, Den? Kalau perempuan itu bukan selingkuhanmu, lalu siapa dia?" tanya Asih, ia tidak sabar ingin mendengar siapa perempuan itu.

"Udah nggak perlu, Bu. Bahkan aku pernah melihat mereka masuk ke hotel berdua. Semua sudah jelas, Bu!" Papar Farida. Mengingat hal itu membuat hatinya tercabik-cabik. Membayangkan orang yang dicintainya berduaan di dalam sebuah kamar, membuat hatinya teriris. Saat itu ia mengikuti Deni dan Luna, itu dua hari sebelum Farida menemui Luna. Hal itulah yang membuatnya nekat menemui gadis itu dan memintanya untuk tidak bertemu lagi dengan Deni. Farida berpikir, hal itu dapat menyelesaikan masalahnya. Namun yang ada justru Deni sibuk mencari gadis itu, yang semakin membuat Farida terluka.

Kini Farida tidak lagi dapat menahan rasa sakitnya, ia ingin melepaskan semua yang ia pendam dua bulan terakhir. Biasanya ia akan berpura-pura bersikap seperti biasa, melayani suaminya dan tetap terlihat bahagia. Namun, kali ini ia tidak lagi mampu untuk menutupi semua, ia sudah pasrah apapun yang terjadi dengan rumah tangganya.

"Kamu mau ngomong apa lagi? Aku udah tau semua, dua bulan ini aku terus mengikutimu." Kini Deni hanya diam mendengarkan istrinya, ia cukup tahu diri telah melakukan kesalahan. Ia biarkan wanita yang ia cintai itu mengeluarkan apa saja yang ada di dalam hatinya.

"Aku pikir setelah gadis itu nggak kerja di restoran milikmu, kau akan berusaha untuk melupakannya. Tapi ternyata kau malah sibuk mencarinya. Padahal aku sudah memintanya untuk gak kerja disana lagi." Deni tidak menyangka ternyata yang membuat Luna tidak lagi bekerja di restorannya adalah istrinya sendiri. Ia tidak pernah terpikirkan akan hal itu.

"Jadi kamu yang membuat Luna berhenti kerja?" tanya Deni pelan. Ia menatap istrinya dengan penuh kasih sayang, namun Farida malah muak dengan tatapan itu. Ia menatap suaminya dengan sinis. Ingin rasanya ia menampar wajah tak berdosa Deni. 'Bisa-bisanya dia bersikap seperti gak terjadi apa-apa.' batinnya.

"Iya, kenapa? Kamu nggak terima? Pasti kamu bahagia sekarang karena sudah menemukan gadis impianmu, kan? Jadi pergilah sana, nggak usah pedulikan aku lagi." Farida terus saja meracau, Deni tersenyum mendengar ocehan istrinya, ia bahagia melihat wanita yang telah lama mendampinginya itu cemburu. Sementara Asih hanya bisa diam, berharap yang ia dengar sejak tadi hanya mimpi.

Melihat Deni tersenyum membuat hati Farida semakin panas, 'bagaimana mungkin suamiku tersenyum di saat aku menangis. Sebegitu inginnya kau membuatku sedih. Apa salahku?' hati Farida bicara. Mulutnya tak lagi mampu bicara, air matanya pun seolah telah mengering hingga tidak lagi keluar.

Setelah melihat istrinya tidak lagi menangis, Deni mulai bicara.

"Sudah, sekarang aku udah boleh ngomong?" tanya Deni lembut, ia mendekati istrinya. Ia benar-benar ingin minta maaf untuk kesalahan yang telah ia buat. 

"Aku mau cerai! Aku nggak mau lagi jadi istrimu!" Ketus Farida, ia bicara pelan, namun ia menatap tajam suaminya seolah ingin membunuh lelaki itu. Ia menepis tangan Deni yang ingin memegang tangannya. Hati Deni sakit mendengar istrinya ingin berpisah.

"Jangan gegabah, Da! Dengarkan dulu suamimu, ibu juga ingin dengar apa yang mau disampaikan Deni!" Ujar Asih sedikit emosi. Entah mengapa, ia begitu penasaran dengan apa yang ingin diucapkan oleh menantunya itu. Biar bagaimanapun ia tidak ingin rumah tangga anak kesayangannya hancur begitu saja. Farida akhirnya diam setelah Asih bicara. 

"Maafkan aku, Ma. Kamu memang benar, aku bahagia bertemu kembali dengan Luna," ucap Deni menunduk, ia tidak berani menatap mata sang istri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status