Share

Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)
Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)
Author: Zee Zee

1. Rencana Perjodohan

"Rayyan, bawa aku pergi!"

Rayyan mengernyitkan dahi tak mengerti apa yang dimaksud Sofia.

"Bawa pergi ke mana?"

Sofia semakin gelisah. Tangannya sibuk memilin ujung khimarnya. Sikap Sofia saat ini justru membuat Rayyan semakin tak mengerti.

Perlahan isak tangis terdengar. Rayyan memberanikan diri menatap wajah kekasihnya.

"Ada apa, Sofia?"

"A-ayah menjodohkan a-aku dengan seseorang," ucapnya dengan suara terbata.

Rayyan terdiam. Ini bukan hal yang mudah. Dia begitu mengenal bagaimana watak Ustadz Azzam-Ayah Sofia.

Rayyan mengembuskan napas berat. Pandangannya lurus ke depan. Ada rasa yang tak mampu dia ungkapkan.

"Rayyan, aku tidak ingin dijodohkan. Kamu tahu rasa ini tertuju untuk siapa. Aku mohon Rayyan, bantu aku!" pinta gadis cantik berbalut khimar cokelat susu dengan gamis berwarna hitam.

"Aku harus bagaimana, Sofia? Tidak mungkin aku melawan keinginan Ustadz Azzam."

"Bawa aku pergi! Ke mana pun kamu pergi, aku akan ikut. Asal bersamamu."

"Kawin lari?" tanya Rayyan hati-hati. Sofia mengangguk mantap.

Rayyan menyenderkan tubuhnya pada kursi kafe tempat mereka bertemu. 

Dia tidak menyangka sama sekali, wanita yang dia kenal selama ini, berani mengambil keputusan seperti itu.

"Tidak, Sofia! Aku tidak bisa melakukannya," jawab Rayyan setelah diam beberapa saat.

Sofia semakin terisak hingga membuat beberapa pengunjung menoleh ke arahnya.

Sofia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Aku mencintaimu, bagaimana bisa aku menikah dengan orang lain?"

"Tapi, itu perintah Ayahmu. Aku bisa apa, Sofia?" tanya Rayyan frustrasi.

Dari lubuk hati Rayyan, dia juga tak rela melepaskan Sofia. Wanita yang selama ini mengisi relung hatinya.

Menjaga batasan karena hukum Islam mengharamkannya membuat Rayyan memilih berkomitmen untuk menghalalkan Sofia setahun setelah kelulusan. Namun, baru beberapa bulan menyelesaikan pendidikannya, justru orang lain yang lebih dulu memetik bunga yang sudah lama dia rawat dengan penuh cinta.

"Dulu kamu janji akan terus mencintaiku. Katanya kamu akan berjuang. Sekarang, aku bisa menagih janjimu kan?"

"Tapi, tidak dengan membawamu kabur. Aku ingin menikahimu baik-baik. Kamu harus ingat, Sofia, siapa ayahmu."

Sofia tertegun. Benar kata Rayyan. Ayahnya adalah pemuka agama yang begitu disegani oleh orang lain. Jika dia nekat, maka dia sudah mencoreng harga diri ayahnya.

Tapi, bagaimana dengan cintanya? Bukankah juga harus diperjuangkan? Ayahnya sangat mengenal sosok Rayyan, tidak ada salahnya jika Rayyan datang menentang perjodohan itu. 

"Kalau begitu, kamu harus datang menghadap pada ayah. Katakan kalau kamu mencintaiku dan akan segera menghalalkanku!" putus Sofia di tengah pikirannya yang semakin kalut.

"Tapi, Sofia—"

"Kalau kamu memang benar mencintaiku, simpan kata tapi mu itu!"

Sofia berlalu meninggalkan Rayyan yang semakin frustrasi dibuatnya.

Rayyan memandang kepergian kekasihnya dengan perasaaan yang kacau.

*

"Saya setuju-setuju saja, Mas Azzam, kalau apa yang kita rencanakan waktu masih nyantri," ucap Ustadz Luthfi.

"Kita kan sudah sama-sama kenal satu sama lain. Memang tak ada salahnya jika putra dan putri kita dipersatukan," balas Ustadz Azzam-Ayah Sofia.

Sofia yang tengah menjamu tamu ayahnya tanpa sengaja menyentuh cangkir yang berisi teh panas dan mengenai jemari lentiknya.

"Auw!" pekik Sofia.

Mereka yang hadir di ruang tamu sontak mengalihkan pandangan ke arah gadis cantik berbalut khimar biru muda dengan warna gamis yang senada.

"Kamu tidak apa-apa, Nak?" tanya Ayahnya.

Sofia menggeleng pelan seraya mencoba menormalkan deguban keras dari dalam dada.

"Sofia baik-baik saja, Ayah. Ijin pamit."

Sofia berlalu meninggalkan dua pasang mata yang sejak tadi memperhatikannya.

Air matanya luruh begitu saja begitu Sofia tiba di dapur. Isak kecilnya mulai terdengar. Tubuhnya perlahan meluruh ke lantai dengan tatapan penuh luka.

Digenggamnya begitu kuat nampan yang terbuat dari kayu jati. Ada tangis yang berusaha dia tahan. Namun, dia wanita lemah, hatinya begitu lembut sehingga tak mampu untuk sekedar bertahan sebentar.

"Ada apa, Sofia?"

Sebuah suara lembut menyentakkan Sofia. Cepat tangannya menghapus jejak air mata yang sejak tadi mengalir di pipi mulusnya.

Wanita itu mendekati Sofia seraya membantunya kembali berdiri. Ditatapnya wajah putri kesayangannya.

"Tidak apa-apa, Bunda," jawabnya pelan.

Bunda Halimah menggeleng lembut. " Bunda sudah lama mengenalmu dan kamu putriku. Mana bisa kamu berbohong?"

Sofia ragu untuk menjawab. Namun, atas desakan Sang Bunda, akhirnya Sofia berani untuk jujur dan terbuka.

"Bunda, ayah berencana menjodohkanku dengan anak Ustadz Luthfi. Tapi, Sofia tidak bisa menerimanya."

Wajah teduh itu menatap putrinya. "Kenapa?"

"Sofia sudah ada pilihan lain."

Ustadzah Halimah mengembuskan napas berat. Ini begitu berat. Dia tahu suaminya akan sangat marah jika perjodohan itu dibatalkan. Namun, sisi ke-ibu-annya menuntutnya untuk tetap menjadi pembela putrinya.

"Bunda tidak bisa berbuat banyak, Sayang. Bunda hanya bisa menyarankan, temui laki-laki itu dan suruh dia menghadap sendiri pada ayahmu. Dari situ kamu bisa menilai. Dia melepaskan atau justru mempertahankanmu."

"Bagaimana kalau ayah tetap menentang?"

"Tergantung bagaimana usaha dia. Meskipun kita sama-sama tahu,  perjodohan ini akan tetap dilaksanakan."

Sofia terus terisak begitu mengingat kejadian semalam saat keluarganya kedatangan tamu. Sofia mengenal Ustadz Luthfi adalah sahabat lama ayahnya. Bukan sesuatu yang tabu jika sahabat ayahnya datang bertamu, karena menurut pengakuan ayahnya mereka sudah lama menjalin hubungan persahabatan dan tak pernah hilang kontak.

Sahabat ayahnya memang sering datang bertandang ke rumahnya, kadang bersama istrinya. Namun, kedatangannya kali ini membuat hati Sofia begitu hancur. Dia tak menyangka, ayahnya menyetujui rencana itu tanpa meminta pendapat putrinya dulu.

Sofia mengempaskan tubuhnya di atas kasur. Hari ini dia merasa begitu lelah dengan semuanya. Bahkan sampai saat ini ayahnya belum juga membahas soal perjodohan itu.

Sebuah panggilan masuk membuyarkan lamunannya. Tertera nama kekasih hati di layar ponsel.

"Assalamu'alaikum," sapa seseorang dari ujung telpon.

"Wa'alaikumussalam."

"Sudah tiba di rumah?"

"Iya."

Mereka kembali terdiam dengan pikiran masing-masing. Rayyan mengerti perasaan Sofia saat ini. Wanita mana yang tak frustrasi ketika dia dihadapkan pada pilihan yang sulit seperti ini? Seperti kata pepatah, 'Bagai memakan buah simalakama.'

Namun, ini juga tak kalah sulitnya dengan Rayyan. Menghadapi Ustaz Azzam bukan perkara mudah, terlebih jika harus menentang keputusannya. Tapi, hatinya tidak bisa berbohong, dia begitu mencintai Sofia dan tak mudah rasanya untuk mengikhlaskannya begitu saja.

"Rayyan, aku menunggumu. Temui ayahku dan katakan yang sebenarnya terjadi."

"Beri aku waktu, Sofia. Ini bukan perkara mudah."

"Jangan mengulur waktu atau kamu benar-bebar akan kehilangan aku."

Rayyan menarik napas. Saat ini dia merasa dadanya begitu sesak.

"Bagaimana jika aku tidak berhasil mempertahankanmu?"

Kata-kata itu sontak membuat Sofia menangis. Diputusnya sambungan telpon secara sepihak. Dia begitu terluka kala membayangkan nasib cinta mereka yang terancam berakhir dengan sia-sia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status