Share

7. Kekasih Untuk Rayhan

Author: Zee Zee
last update Last Updated: 2022-09-16 12:16:18

"Kam dari mana saja?" tanya Ustaz Azzam pada putrinya tanpa basa-basi. 

Sofia yang menyadari akan kesalahannya hanya bisa diam membisu. Dia takut jika ayahnya tahu ke mana dia sebenarnya. 

"Kalau ditanya itu ya menjawab, Sofia. Jangan buat ayah geram."

"S-sofia dari stasiun, Ayah," ucapnya takut. 

"Stasiun? Buat apa?"

Sofia mengepal kuat tangannya. Dia begitu sangat takut saat ini. 

"Maaf, Ayah."

Baru saja Ustaz Azzam hendak bertanya, Bunda Halimah segera mencegahnya. 

"Sofia, kamu masuk ke kamar dulu, Sayang."

"Bunda—"

"Biarkan anak kita istirahat dulu. Pikirannya sedang kalut."

Sofia gegas melangkah sembari menarik kopernya. Ustaz Azzam yang melihat itu semua kini sudah paham apa yang baru saja putrinya lakukan. 

Bunda Halimah berusaha menenangkan suaminya. Dia tahu betul, suaminya sedang dikuasai amarah. Sofia menghilang sejak selepas shalat subuh. Wajar jika ayahnya begitu marah. 

"Bun, tolong tanya anak kita. Apa yang terjadi sebenarnya," titah Ustaz Azzam sembari mendudukkan diri. 

"Iya. Kita beri dia waktu sendiri."

Bunda Halimah menatap pintu kamar putrinya dengan perasaan yang sangat khawatir. Semenjak perjodohan itu direncanakan, senyum dan keceriaan Sofia lenyap seketika. 

Bunda Halimah menyayangkan sikap Sofia yang tak mau terbuka. Pun pada dirinya. Harusnya dia terbuka bukan dengan memendamnya sendiri. 

*

"Sofia, apa yang sebenarnya terjadi, Nak. Kamu tidak ingin berbagi dengan bunda?" tanya Bunda Halimah dengan lembut khas seorang ibu. 

Sofia yang sejak tadi memilih duduk di dekat jendela kamar hanya bisa menoleh sekilas kemudian tersenyum samar. 

Bunda Halimah mengerti akan hal itu. Menerima perjodohan saat hati sidah memilih bukanlah perkara mudah. Tapi, suaminya sudah berusaha berbuat adil dengan menyetujui kedatangan Rayyan untuk mempertahankan Sofia. Namun, yang ada justru Rayyan memilih mundur. 

Bunda Halimah membelai sayang rambut putrinya. 

"Bunda ingat saat kamu masih kecil. Dulu, kamu itu pendiam. Tapi, kadang juga sangat ceria. Kamu akan bahagia jika apa yang kamu imginkan bisa kami wujudkan. Lalu, kamu akan berubah menjadi pendiam saat keinginanmu tidak bisa kami kabulkan. Bunda sangat ingat ekspresi menggemaskanmu itu, Nak."

"Sayang, kami adalah orang tua yang masih belajar untuk menjadi idaman anaknya. Kami ingin bukan hanya sebagai orang tua di mata anak-anak kami, tapi sahabat yang bisa berbagi suka dan duka."

"Kadang kami cemburu pada sahabat kalian. Dengan ayah dan bunda kalian memendam urusan pribadi kalian. Tapi, dengan sahabat kalian, begitu bebasnya kalian mengekspresikan rasa. Kalau bisa memilih, kami ingin seperti sahabat kalian yang segalanya tahu tentang suasana hati anak-anaknya."

"Jangan biarkan kami menjadi orang yang terjahat di mata kalian."

Air mata Bunda Halimah menetes. Sofia yang menyadari itu gegas menghapus jejak air mata orang yang begitu dicintainya. Kini, Sofia sadar akan kesalahannya. Begitu kejam dia menyakiti orang tuanya selama ini. Padahal kasih sayang mereka begitu besar.

Sofia memeluk Bundanya begitu erat. Dilampiaskannya semua kegundahan hatinya. Bunda Halimah bersiap untuk menyimak isi hati putrinya. 

"Bunda, maafkan Sofia. Mungkin apa yang Sofia lakukan hari ini adalah hal yang bisa membuat keluarga kita malu. Terlebih ayah."

"Apa yang membuatmu untuk melakukan hal itu, Nak?"

"Sofia sangat mencintai Rayyan, Bunda. Tapi, Rayyan justru menolak permintaanku."

Sofia akhirnya menceritakan semuanya tanpa tertinggal satu kata pun. Bunda Halimah yang menyimak tak bisa menyalahkan begitu saja. 

Dia menyayangkan sikap anaknya tapi juga memuji sikap Rayyan yang mengerti apa yang harus dilakukan. 

"Kamu sudah tahu jawabannya. Kalau memang tidak sepenuh hati menerima perjodohan ini, kami ungkapkan. Kenapa kamu malah menerima hingga proses nadzor?" sesal Bunda Halimah. 

"Sofia takut, Bunda."

"Takut? Untuk apa jika itu akan membawa penyesalan seumur hidup, Nak? Menikah itu ibadah terlama. Bagaimana kamu bisa meraih ridho Allah, jika memulainya saja dengan hati yang terpaksa?"

Sofia tertunduk begitu dalam. Dia mengerti akan arti ucapan bundanya. Mereka secara tak langsung mengungkapkann akan kekecewaan kedua orang tuanya. 

Sofia kini menyesal akan semua tindakan yang dia lakukan. Dia merutuki dirinya yang melangkah terlalu jauh hingga tak sadar telah meninggalkan jejak yang melukai banyak orang.

"Sekarang bunda tanya dan kamu harus jujur."

"Apa kamu akan membatalkan atau melanjutkan ke tahap pernikahan?"

Sofia terdiam begitu lama. Jika bisa jujur, dia akan meminta waktu untuk betul-betul berdamai akan semua ini. 

Namun, nasi sudah menjadi bubur. Hari di mana Rayhan akan datang melamarnya secara resmi dengan keluarga besarnya sudah ditentukan.

"Bismillah, Sofia siap, Bunda."

"Kamu yakin?" Sofia mengangguk. 

Bunda Halimah memeluk putrinya dengan penuh rasa bahagia.

Di depan pintu ustaz Azzam yang mendengarnya ikut terharu. Sofia tak tahu kalau sejak tadi ayanhnya mendengar semua isi hatinya. 

*

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya Muhammad Rayhan meminta izin kepada Ustaz Khairul Azzam dan Ustazah Halimah untuk meminang putri bungsunya Sofia Zahra untuk menjadikannya ratu di istanaku nanti. Saya berjanji di hadapan Allah Subhana Wa Ta'ala dan seluruh keluarga besar yang sempat hadir untuk membahagiakan Sofia nanti. Insya Allah saya tidak akan menyakitinya. Saya akan membimbingnya sebagaimana islam mengajarkan," ucap Rayhan mantap.

"Kami menyerahkan keputusan pada putri kami. Bagaimana, Nak?" tanya Ustaz Azzam selaku ayah Sofia. 

Sofia ragu untuk menjawab. Matanya fokus tertuju pada sosok yang duduk di belakang Rayhan. Wajah itu diselimuti duka yang mendalam. 

Tangan Sofia bergetar. Hatinya dilanda kecemasan luar biasa. Ragu kembali menghampirinya. 

Wajahnya kembali menatap Rayyan yang tengah menahan agar air matanya tak jatuh. Mata itu begitu terluka dan Sofia tahu itu. Rayyan mengetahui hal itu mengangguk seraya berusaha menyunggingkan senyum. 

"Bismillah, atas izin Allah dan kedua orangtuaku. Aku bersedia menerima lamaran dari akhi Muhammad Rayhan."

Hancur sudah harapan yang sudah menjulang tinggi terganti dengan dinding lembatas yang semakin kokoh. 

Syafira yang ikut hadir tak bisa menyembunyikan rasa sedih yang mendalam untuk kisah keduanya. 

Rayhan tersenyum bahagia begitu mendengar jawaban dari Sofia. Tinggal selangkah lagi maka apa yang diimpikan selama ini terjawab sudah. 

Ustazah Aisyah selaku ibunda dari Rayhan menyematkan cincin di jari manis Sofia. Mereka kemudian saling berpelukan. 

Sofia menitikkan air mata. Bukan karena lamaran ini, akan tetapi kisah cintanya harus benar-benar berakhir. 

Senyum di wajah Bunda Halimah yang sejak tadi mengembang perlahan memudar kala melihat ke arah Rayyan yang tertunduk saat Sofia menerima lamaran dari saudara kembarnya. 

Rayyan memegang dadanya seraya mengucapkan, "Bersabarlah wahai hati."

Rayhan menoleh ke arah saudara kembarnya kemudian memeluknya begitu erat. Rasa bahagianya tak bisa dia sembunyikan. Namun, Rayhan tak pernah tahu, tangis yang ditamlakkan oleh Sofia dan Rayyan adalah tangis pilu penuh duka lara.

Sofia dan Rayyan saling berpandangan. Mereka sama-sama berbisik dalam hati mengungkapkan rasa perih yang tak terhingga. 

Rayyan merogoh kantongnya kemudian mengirim pesan pada Sofia yang mungkin untuk terakhir kalinya. 

'Selamat, Sofia. Aku turut berbahagia. Meskipun kita sama-sama tahu, ada hati yang tak bisa berbohong. Aku ikhlas melepasmu untuk saudaraku. Bahagiakan dia. Dialah kekasih sejatimu.'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   120. Akhir yang bahagia

    "Alhamdulillah ya, Allah," pekik Azizah saat dua garis merah tampak di depan matanya. Tubuhnya langsung bersujud dan terus menyebut asma' Allah. Air matanya luruh. Azizah terisak di dalam sujudnya. Penantiannya selama ini terjawab. Allah masih memberinya kepercayaan untuk dititipkan amanah. "Mas Rayyan harus tahu."Azizah bergegas keluar dari kamar. Langkahnya dipercepat. Air mata tak berhenti mengalir dari mata indahnya. Beberapa santriwati yang kebetulan lewat di sana sedikit heran dengan sikap Ustazahnya kali ini. "Mas, lihat Mas Rayyan?"Rayhan yang baru saja selesai mengajar di kelas berhenti sejenak."Sepertinya masih di kantor. Kenapa, Zah?""Aku harus bertemu dengan dia, Mas.""Ada yang mencoba menyakitimu? Bilang sama Mas."Azizah menggeleng. Rayhan tak mengerti karena melihat mata Azizah yang terus mengkristal. "Aku ingin memberi dia kejutan.""Ya sudah, kamu tunggu dia di rumah, biar Mas yang panggilkan dia ya?" bujuk Rayhan.Azizah mengangguk antusias. Dia kemudian b

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   119.Jodoh dari Allah

    "Menghadiri undangan itu wajib selama tidak ada halangan syar'i, Dek.""Tapi, Mas ....""Kamu tenang saja. Atau kamu juga mau ikut?"Sofia terdiam. Dia merasa ragu. Namun, atas penjelasan Rayhan akhirnya dia memilih ikut. Sepanjang jalan Sofia memilih diam. Farhan terus berusaha mencairkan suasana dengan bermain bersama Fatih. Perjalanan tiga puluh menit mereka tempuh hingga tampak terlihat janur kuning melengkung. Farhan turun, menyusul Rayhan dan keluarga kecilnya. Mereka memasuki ruangan. Rupanya keluarga calon mempelai pria belum tiba. "Belum tiba, Han.""Biar saja. Kita di sini menunggu."Tiba-tiba datang sosok yang mereka kenal. Ustaz Afwan."Assalamu'alaikum, Rayhan, Farhan."Keduanya mendekat dan mencium punggung tangan gurunya yang sangat mereka hormati. Ustaz Afwan tersenyum lebar dan memeluk satu per satu muridnya. Rasa rindu bertahun-tahun akhirnya terobati. "Apa kabar, Ustaz?""Alhamdulillah, baik. Kalian bagaimana?""Alhamdulillah, Ustaz."Matanya beralih pada dua

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   118. Pertemuan

    Humairah menutup pintu kamarnya. Pertemuan hari ini begitu mengejutkan. Bagaimana tidak, orang yang tak sengaja dia temui di mesjid setelah dipatahkan oleh keadaan adalah sosok laki-laki yang sudah lama dijodohkan oleh kedua orangtuanya. Dia tidak memungkiri bahwa sikapnya persis dengan sikap Rayhan. Dia mampu memberikan kesejukan saat hatinya rapuh. Bahkan patah. "Ya, Allah, apakah dia jodohku?"Humairah berjalan ke sisian ranjang kemudian mendudukkan dirinya. Disentuhnya dada kiri yang sejak tadi tiba bisa ditahan untuk tidak mengeluarkan detaknya yang tak berirama. Humairah tersenyum tipis. Melihat tatapan teduh dari Hadid membuatnya merasa nyaman. "Astaghfirullah."Humairah buru-buru berdoa agar dijaga hatinya. Suara pintu diketuk. Rupanya ada Umi Hilda. "Sibuk, Nak?""Tidak, Umi."Umi Hilda tersenyum dan duduk di sebelah putrinya. "Bagaimana pendapatmu tentang Hadid?"Humairah menunduk dalam. Kedua jari telunjuknya memilin ujung jilbabnya. "Apa kamu setuju?""Insya Allah,

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   117. Dijodohkan

    "Kamu di mana, Nak? Abi ingin bicara penting.""Lagi di mesjid, Bi. Humairah segera ke sana."Humairah menyeka air matanya setelah panggilan terputus. Baru saja ingin mengucapkan terima kasih, sosok laki-laki yang berdiri di sampingnya menghilang. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan mencari sosok tadi untuk mengembalikan sisa tisu yang dipakainya, namun orangnya tak kunjung ada. Jarum jam menunjukkan jam dua siang. Humairah memutuskan untuk meninggalkan area mesjid untuk menemui orang tuanya. "Ya Allah, kuatkan hamba."***"Kamu dari mana saja, Mai? Keluarga Ustaz Hilal datang bertamu.""Aku .... Berkunjung ke rumah Rayhan, Bi."Ustaz Hasan mengembuskan napas berat. Usianya sudah kepala tiga namun sampai saat ini putrinya masih menutup diri. Alasannya tetap sama. Masih belum bisa melupakan sosok Rayhan. "Sampai kapan kamu akan terus berharap pada dia, Nak? Ingat, umi sama abi sudah tua. Kami juga ingin melihat kamu bahagia dan hidup bersama dengan orang yang tepat.""Tapi, ti

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   116. Menghadapi Musuh

    "Ya, aku sudah menemukan jawabannya tanpa perlu mencari tahu. Mba lupa? wanita baik-baik tidak akan menyakiti sesama wanita. Wanita baik-baik itu berkelas, bukan merendahkan dirinya untuk merebut lelaki yang sudah beristri!"Sebuah tamparan keras dilontarkan Sofia pada Humairah yang sontak membuat mereka tercengang. Bagaimana tidak, mereka tidak menyangka Sofia akan mengatakan hal itu.Azizah tersenyum sumringah. Di dalam hatinya dia bersorak dan memuji keberanian Sofia."Justru aku wanita baik-baik, makanya aku pun memintanya baik-baik," sanggah Humairah. "Aku tidak akan memintamu untuk merasakan posisiku saat ini. Tapi, sebagai wanita cerdas lulusan universitas ternama dunia, tentu Mbak Humairah sudah tahu jawabannya tanpa harus berada di posisiku."Lagi dan lagi Sofia menekan posisi Humairah saat ini. "Lagi pula, aku tidak yakin, Mbak Humairah bisa ada di posisiku. Jadi, pintu ada sebelah sana. Silahkan, Mbak!"Humairah geram dengan sikap Sofia. Secara tidak langsung dia telah m

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   115. Humairah Kembali

    "Eum, itu bagi Rayhan tapi bagiku, kami lebih dari teman," jawabnya seraya mengukir senyum."Jangan memancing keadaan, Humairah. Nyatanya kita hanya teman biasa," tegur Farhan yang tiba-tiba muncul dari aeah belakang."Ada perlu apa ke sini?" tanya Rayhan."Aku ingin ketemu kamu," jawab Humairah santai. Rayhan mendengus kesal. Sofia dan Azizah sama-sama menyimak pembicaraan mereka. Keduanya sama-sama tidak suka dengan kehadiran Humairah. Farhan yang mengerti suasana hati Sofia merasa tidak enak dengan situasi yang terjadi saat ini. "Humairah, memang dulu kita berteman, tapi kamu harus tahu batasan.""Batasan?"Farhan menyenggol lengan Rayhan. Dia memberi kode untuk peka dengan raut wajah istrinya. Rayhan menangkap maksud dari Farhan. Dia kemudian merangkul Sofia dengan hangat. "Oh iya, aku sampai lupa. Ini istriku, namanya Sofia."Humairah terpaku sejenak melihat sosok wanita cantik yang ada di depannya. Di dalam hatinya dia merasa kalah. Pantas saja Rayhan dulu menolak mentah-m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status