"Saya terima nikah dan kawinnya Sofia Zahra binti Khairul Azzam dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"
"Sah?" tanya Ustaz Azzam.
"Tidak Sah!" teriak Rayyan dengan lantang.
Semua mata tamu yang hadir mengarah padanya. Rayhan yang sebagai mempelai laki-laki memasang wajah yang tak suka.
Rayyan berjalan menuju tempat di mana ijab qobul dilaksanakan. Bisik-bisik dari para tamu pun sayup-sayup terdengar. Ustaz Azzam dan Ustaz Luthfi berdiri dengan wajah penuh amarah.
"Harusnya aku yang di sana, bukan Rayhan!"
"Apa maksudmu?" tanya Ustaz Luthfi.
"Abi, aku dan Sofia sudah lama saling mencintai. Lalu, dia kemudian datang menghancurkan semua! Harusnya kamu tidak perlu kembali!"
Semua yang hadir tercengang dengan penuturan Rayyan. Sofia yang sejak tadi membisu kini ikut berdiri.
Tatapan mereka bertemu. Rayyan mengulurkan tangan hendak menarik Sofia ke sisinya. Akan tetapi Rayhan mencegahnya.
"Kamu yang tak seharusnya ada di sini, Rayyan. Aku hanya mengambil kembali apa yang sudah lama kujaga. Kamu lah yang merebutnya dariku," desis Rayhan.
"Apa maksudnya?" tanya Sofia.
Belum sempat Rayhan menjawab Rayyan mendaratkan pukulan tepat di wajah Rayhan.
Rayhan terhuyung ke belakang karena serangan yang tiba-tiba. Rayhan bangkit lalu melayangkan tinju tepat di perut Rayyan.
Suasana sakral berubah menjadi gaduh karena kedua putra Ustaz Luthfi terlibat perkelahian hebat.
"Cukup!" teriak Sofia.
Mereka yang sejak tadi bergulat akhirnya memisahkan diri. Sofia kini dikuasai amarah.
"Lepaskan aku, Rayyan! Aku sudah memilihnya."
"Tapi, Sofia, aku lakukan semua ini untuk mempertahankan kisah kita."
"Aku sudah tidak peduli lagi dengan kisah itu. Pergilah dari hidupku!"
Rayyan terus memohon agar Sofia mau kembali padanya. Namun, sayang, semua sudah terjadi Sofia lebih memilih Rayhan.
"Sofia! Sofia!"
Bug.
"Auw!"
Tubuh Rayyan terjatuh dari temlat tidur. Rayyan merasakan sakit luar biasa di bagian punggungnya.
Matanya mengerjap kala sinar matahari menembus kaca jendelanya.
"Cuma mimpi ternyata," gumam Rayyan.
Hari pernikahan tinggal beberapa hari lagi dan akhir-akhir ini Rayyan terus bermimpi buruk. Dia sendiri tidak mengerti apa arti dari mimpinya.
Dibukanya ponsel yang tergeletak di atas nakas. Puluhan panggilan dan pesan yang sudah banyak menumpuk dari Sofia. Tentu saja Rayyan berusaha untuk menjauhinya. Meskipun dia ingin mendengar suaranya sekali saja.
"Kuatkan hamba, Ya Allah."
*
"Ray, aku deg-deg an," ucap Rayhan saat semua orang sibuk mempersiapkan hantaran pernikahan.
"Tenang, Rayhan. Kata orang, itu wajar untuk calon pengantin baru."
Rayyan menjawab sekenanya. Di dalam benak Rayyan, andai Rayhan tahu isi hatinya.
"Apa Sofia juga merasakan hal yang sama ya?" tanya Rayhan.
Rayyan hanya mengendikkan bahu kemudian meninggalkan Rayhan sendiri. Hatinya tak cukup kuat untuk terus berpura-pura.
Langkahnya gontai membawanya ke dalam kamar. Rayyan membuka sebuah kotak usang berwarna biru navi yang sengaja dia simpan di lemari.
Dibukanya pelan kotak yang sudah lama tak tersentuh itu. Beberapa lembar amplop berwarna warni dengan tulisan tangan milik Sofia. Tangannya membuka satu buah amplop yang berisi surat tentang isi hati Sofia.Rayyan tersenyum samar. "Andai aku tidak memulai, tentu semua tidak akan sesakit ini."
*
Upacara pernikahan dilakukan di halaman pondok pesantren milik Ustaz Khairul Azzam. Para petinggi dua pesantren berkumpul. Termasuk keluarga besar dan kerabat. Para santri sudah sibuk berlalu lalang turut menyaksikan pernikahan putri ustaz Khairul Azzam.Mbah Kiyai Abdullah selaku pendiri pesantren juga sekaligus kakek dari Sofia turut hadir bersama istrinya Nyai Fathimah. Dari pihak keluarga ustaz Luthfi tak kalah ketinggalan Mbah Kiyai Jalaluddin dan Nyai Zikrah turut hadir pula.
Pernikahan ini terhitung meriah karena merupakan pernikahan cucu dari dua pondok pesantren yang termahsyur di wilayahnya.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Sebelumnya jazakumullah khairan katsiran atas kehadiran para tamu undangan dan keluarga besar kedua mempelai. Pada hari ini, seperti yang kita ketahui bahwa hari ini adalah hari yang sangat istimewa, di mana cucu dari Mbah Kiyai Abdullah dan Mbah Kiyai Jalaluddin yang merupakan kedua tokoh agama yang termahsyur di wilyah kita juga sekaligus pengasuh dan pendiri dua pondok pesantren dipersatukan dalam sebuah mahligai pernikahan."
"Dengan mengucapkan basmallah, kita mulai acara ini."
Acara berlalu dengan khidmat sesuai syari'at islam hingga acara ijab qobul pun dimulai. Rayhan yang sudah berada di tempat pelaksanaan ijab qobul tampak semakin dilanda gugup yang luar biasa.
Ustaz Azzam mengulurkan tangannya yang kemudian dijabat oleh Rayhan. Rayyan yang melihatnya dari kejauhan hanya bisa menahan rasa sesak di dalam dada.
"Saudara Muhammad Rayhan, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya, Sofia Zahra binti Khairul Azzam dengan mas kawin seperangkat alat sholat, emas seberat 15 gram dan uang senilai seribu dua ratus delapan puluh riyal dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Sofia Zahra binti Khairul Azzam dengan mas kawin tersebut, tunai!" ucap Rayhan dengan satu kali tarikan napas.
"Sah?"
"Sah!"
Semua yang hadir memberikan do'a untuk kedua mempelai. Berbeda dengan Rayyan, bulir bening akhirnya menetes dengan cepat membasahi pipinya. Harapannya kini hancur melebur.
Di tempat berbeda juga dirasakan oleh Sofia. Setelah mendengar ijab qobul terucap disertai teriakan kata sah yang menggema, air matanya jatuh tak terbendung lagi.
Bunda Halimah memeluk erat putrinya. Rasa haru menyelumuti perasaannya sebagai seorang ibu. Syafira pun ikut memeluk Sofia. Dia begitu tahu apa yang dirasakan sahabatnya saat ini.
"Selamat, Sayang, kamu sudah resmi menjadi istri Rayhan."
Daun pintu terbuka, tampak Sarah-kakak iparnya berdiri di sana.
"Bersiaplah, Sofia, suamimu sudah menunggu di bawah."
Bunda Halimah dan Syafira mengulurkan tangannya kemudian berdiri mendampingi Sofia turun ke pelantaran tempat acara dimulai.
"Hapus air matamu, Sofia. Jangan buat suamimu kecewa," pesan Syafira.
Sofia mengambil selembar tissue kemudian menghapus jejak air mata.
Mereka melangkah keluar. Sofia juga didampingi Mbak Sarah dan Bilqis.
"Tersenyum, Nak," bisik Bunda Halimah.
Sofia menarik kedua sudut bibirnya. Pancaran kecantikannya pun terlihat. Semua mata tertuju padanya saat Sofia semakin dekat dengan tempat ijab qobul.
Rayhan tersenyum dengan desiran hebat dari dalam dada. Dia jatuh cinta untuk ke dua kalinya. Dari jauh Rayyan hanya bisa tersenyum getir melihat kecantikan Sofia yang tak lagi untuknya.
"Masya Allah, cantiknya istri ustaz Rayhan," bisik salah satu undangan tepat di belakang Rayyan.
"Mereka pasangan serasi," imbuh yang lain.
Sofia disambut oleh ayahnya kemudian diserahkan pada Rayhan. Tangan Rayhan terulur kemudian disambut oleh Sofia lalu mencium punggung tangannya dengan takzim.
Sofia mengangkat kepalanya kemudian Rayhan mendaratkan ciuman di kening Sofia yang kini sah menjadi istrinya.
Jantung ke duanya berpacu hebat disertai getaran-getaran yang hanya mereka berdua rasakan. Riuh dari para hadirin terdengar. Banyak yang memuji keduanya bak ratu dan raja.
Rayyan tak kuat lagi melihat prosesi selanjutnya, dia memilih melenggang meninggalkan pelantaran tempat acara dilaksanakan.
"Mau ke mana, Ustaz?" tanya Azizah salah satu santrinya.
"Saya ingin ke belakang sebentar," ucapnya datar kemudian berlalu meninggalkan Azizah yang hanya mampu memandangi punggungnya.
Azizah tersenyum bahagia saat berpapasan dengan Rayyan. Dari dalam lubuk hati santri yang masih berusia tujuh belas tahun itu, ada rasa yang hanya bisa dia pendam sendiri.
Rayyan terduduk di sebuah tempat yang menurutnya aman. Di sana lah dia melampiaskan segala perih di hatinya. Dadanya begitu nyeri saat melihat kekasih hatinya telah resmi dimiliki oleh orang lain.
"Sofia," ucapnya tergugu dengan penuh luka yang menganga.
Sofia terpaku mematut diri di cermin. Dia masih tak percaya semua berlalu begitu cepat. Mulai dari rencana perjodohan hingga hari ini dia sudah resmi menjadi istri Rayhan.Air matanya masih saja mengalir membasahi pipi. Hatinya masih belum sepenihnya menerima sosok yang lain di dalam hidupnya."Sofia, jangan menangis! Tamu sudah menunggumu sejak tadi. Kasihan suamimu melayani tamu sendiri," tegur Bunda Halimah."Sofia akan menyusul, Bunda."Sofia segera menghapus jejak air matanya. Sebisa mungkin dia berusaha menyamarkan bekas air mata yang masih menempel di wajah cantiknya.Sofia berjalan pelan menuju tempat resepsi di mana para undangan dan keluarga besar berkumpul. Kedatangan Sofia begitu menarik perhatian. Bagaimana tidak, seorang cucu kiyai pengasuh pondok pesantren ini memang terkenal sebagai bunga pesantren."Jadi, ini yang namanya Sofia? Masya Allah kamu memang pintar memilih, Han," puji seorang wanita y
"Sofia, saatnya shalat subuh."Rayhan mencoba untuk membangunkan Sofia. Jarum jam sudah menunjuk ke arah angka 5."Sofia."Digoyangkannya sedikit tubuh Sofia. Rayhan mengerti, mungkin karena terlalu kelelahan.Sebenarnya sejak tadi Rayhan ingin mengajaknya shalat malam bersama. Namun, urung dilakukan. Dia berpikir Sofia pasti sangat kelelahan."Sofia." Rayhan terus berusaha. Hingga Sofia mengerjapkan mata.Sofia tersentak saat mendapati sosok yang lain di depan matanya.Lama baru dia tersadar bahwa sekarang dan seterusnya akan ada Rayhan di sampingnya."Maaf, aku tahu kamu lelah. Cuma, sekarang waktunya shalat subuh," ucapnya seraya tersenyum.Sofia melirik ke arah jam yang menempel di dinding kamarnya. Segera diubahnya posisi menjadi duduk."Aku pergi dulu, ya. Sudah telat. Assalamu'alaikum," pamit Rayhan kemudian berlalu meninggalkan Sofia."Wa'alaikumussalam," li
"Sofia, bisa aku memelukmu?" bisik Rayhan saat malam semakin larut.Sofia yang mendengar itu sedikit gugup. Badannya gemetaran, tangannya mengepal kuat suasana berubah jadi panas.Rayhan masih menunggu jawaban istrinya. Biar bagaimana pun, dia lelaki normal. Setelah resmi menikah, hanya bersentuhan tangan dan baru dua kali mengecup kening istrinya.Rayhan paham, Sofia juga butuh proses. Maka dari itu, dia berusaha untuk bersabar hingga Sofia sudah siap."Kamu sudah tidur, ya?" tanya Rayhan lagi.Kali ini Sofia berani menjawab. "B-belum."Rayhan sedikit mendekat kemudian kembali bertanya. "Boleh mas memelukmu? Tenang saja, aku hanya memelukmu dari belakang. A-aku janji tidak lebih dari itu."Sofia berpikir sejenak. Tak ada salahnya jika hanya memeluknya. Toh, mereka juga sah.Sofia membalikkan tubuhnya lalu mendekatkan diri ke dalam tubuh Rayhan. Getaran terasa di antara ke duanya. Dengan sedi
"Sofia, bangun. Kita shalat tahajjud," bisik Rayhan di telingan Sofia.Sofia masih tertidur pulas. Rayhan menjadi tidak tega untuk membangunkannya kembali.Senyum terukir indah di wajah Rayhan. Dia begitu bahagia setelah ibadah bersama semalam.Rayhan melenggang pergi untuk mandi kemudian melaksanakan shalat tahajjud.*Sofia mengerjab kala sayup-sayup terdengar suara seseorang yang sedang melafazkan kalam Allah.Dipandanginya wajah yang beberapa hari ini menjadi suaminya. Kalau bisa jujur, di dalam hati Sofia belum hadir sedikitpun rasa cinta untuk Rayhan. Hatinya masih saja tertuju hanya untuk Rayyan.'Ragaku memang miliknya. Akan tetapi, hati ini masih milik Rayyan. Apa aku berdosa, Ya Allah?" bisik Sofia dalam hati.Sofia juga kadang tak mengerti apakah ini dosa atau bukan. Namun, menjalani biduk rumah tangga dengan seseorang yang sangat asing baginya sungguh sangat menyiksa. Terlebih
"Kamu kenal dia, Mas?" tanya Sofia saat mereka sudah menjauh dari Afifah."Kamu cemburu?" goda Rayhan. Hal itu membuat Sofia sedikit salah tingkah.Tidak. Sofia sama sekali tidak cemburu melihat kedekatan mereka. Hanya saja, Sofia tidak ingin mengetahui kenyataan bahwa Afifah adalah bagian dari masa lalu suaminya.Bagi Sofia, bisa jadi Afifah seperti Rayyan yang memiliki tempat khusus di hatinya.Siapa yang bisa menjamin bahwa tidak ada sesuatu di antara ke duanya. Melihat bagaimana tatapan Afifah pada suaminya dan pengakuan Afifah tentang sosok yang dia kagumi dulu."Apa kamu cemburu?" tanya Rayhan kembali. Sofia terhenyak dari lamunannya."Tidak. Aku hanya bertanya," jawabnya cepat.Rayhan menggenggam tangan istrinya begitu erat. Senyum di wajahnya terukir. Rayhan berpikir, Sofia sudah mulai sedikit membuka hatinya.Rayhan membawa istrinya duduk di taman dekat mesjid pesantren. Ditata
[Temui aku di perpustakaan]Rayyan mengembuskan napas kasar saat membaca sebuah pesan yang masuk dua puluh menit lalu.Tangan kanannya memijit kuat kepalanya. Berulang kali dia mencoba untuk berpikir jernih namun tak bisa. Akhirnya Rayyan memilih untuk mengabaikan pesan itu.*"Mbak, telurnya gosong," tegur salah satu santri ndalem yang sedang membantunya memasak.Sofia tersentak dari lamunannya. Tangaannya dengan cepat mematikan kompor. Bau hangus menyeruak di dalam ruangan.Sofia mundur perlahan kemudian digantikan oleh santri yang menegurnya tadi."Ada apa, Nak?" tegur Umi dengan lembut."Kamu sakit?" tanya Umi Aisyah lagi saat tam mendapag jawaban dari menantunya.Umi Aisyah memandangi wajah menantunya yang sedikit pucat. Segera dia membawanya ke meja makan untuk duduk sebentar.Umi Aisyah memanggil salah satu santri lalu menyuruhnya untuk membawakan segelas air putih. Umi mem
"Ada apa, Dek?" tanya Rayhan khawatir saat mendapati istrinya terduduk di lantai."Aku baik-baik saja, Mas."Rayhan tidak semudah itu percaya. Akhir-akhir ini Sofia terus menangis tanpa dia tahu apa penyebabnya.Rayhan membawa tubuh Sofia di dalam pelukannya. Sungguh, dia tidak tahu harus berbuat apa."Rindu bunda?" tanyanya lagi.Sofia tetap memilih diam. Saat ini hatinya begitu terluka. Pertanyaan dari suaminya pun dia abaikan.Rayhan dengan sabarnya tetap menunggu jawaban dari istrinya. Baginya, dia harus mencari tahu penyebab Sofia akhir-akhir ini menangis.*Sofia gegas menuju ruang makan setelah membersihkan diri. Berulang kali dia mengecek matanya yang tambak sedikit membengkak karena terus-terusan menangis. Dia tidak ingin mertuanya tahu.Setelah yakin semua tampak baik-baik saja, Sofia melangkah dengan penuh keyakinan.Di ruang makan tampak para santri ndalem
Dua minggu semenjak kejadian itu hubungan Rayyan dan Sofia semakin menjauh. Rayyan selalu berusaha menghindari Sofia di mana pun dia berada.Berada di dalam satu atap adalah ujian terberat bagi mereka. Bertemu setiap hari bahkan harus menahan api cemburu kala Sofia mengurus suaminya di depan Rayyan.Tak menampik, semua itu justru membuat Rayyan sedikit terusik. Namun, sebisa mungkin Rayyan menghilangkan perasaannya.Berbeda dengan Sofia. Bertemu dan tidur bersama dengan laki-laki yang mirip dengan masa lalunya membuatnya semakin susah melupakan Rayyan. Terlebih, mereka selalu di pertemukan secara tidak sengaja."Hoek. Hoek."Sofia sejak subuh sudah merasakan mual yang luar biasa. Sebisa mungkin dia menahan diri agar tak terlihat seperti orang sakit.Saat ini dia berada di kamar sendiri. Rayhan yang sudah lebih dulu keluar dari kamar tak mengetahui keadaan istrinya.Wajahnya memucat denga