Share

bab 2

Nadzira tiba lebih awal, keadaan Toko tempat Ia bekerja pun masih sangat sepi. Hanya ada beberapa petugas kebersihan yang sedang mengerjakan tugas mereka masing-masing.

Nadzira berniat melaksanakan shalat Sunnah Dhuha sebelum memulai aktivitas nya, Ia melihat jam di ponselnya yang masih menunjukkan pukul delapan pagi, setidaknya Nadzira memiliki sedikit waktu untuk beribadah dan melancarkan hafalan Qur'an nya. Nadzira memang bukan tamatan pesantren, namun meski begitu, Ia sangat giat menghafal, Bahakan hafalannya kini telah mencapai 12 Juz.

Zefran berjalan beriringan dengan Darwin yang selalu setia disisinya menuju ruangan nya. Hari ini entah mengapa Zefran tiba lebih cepat dari biasanya, bahkan para pekerjanya belum ada yang tiba kecuali Nadzira sendiri.

Darwin melihat Nadzira yang sedang fokus membaca Alquran di tangannya tanpa menyadari kehadiran mereka berdua.

"Merdu sekali kedengarannya" Ucap Darwin membuat Nadzira tersentak melihat Zefran dan juga Darwin sudah berada di hadapannya.

Buru-buru Nadzira menyimpan Al-Qur'an kecil yang selalu Ia bawa kemana-mana itu kedalam tas miliknya.

"Selamat pagi Pak, maaf jika suara saya mengganggu" kata Nadzira menunduk

"Tidak, justru suara kamu sangat Indah" balas Darwin tersenyum ramah. Zefran menatap tajam ke arah Darwin, Ia tahu betul bagaimana sifat sahabatnya itu jika sudah di hadapkan dengan wanita cantik. Maka keluar sifat Buayanya.

"Keruangan saya sekarang, Darwin akan menjelaskan secara detail apa yang harus kamu kerjakan" perintah Zefran dingin pada Nadzira

"Baik pak" balas Nadzira cepat

Nadzira kini berada dalam satu ruangan bersama Darwin dan juga Zefran. Sebenarnya Nadzira merasa sedikit takut, dikarenakan berada di tengah-tengah lelaki yang bukan mahramnya, namun Nadzira berusaha menepis rasa takutnya dengan banyak beristighfar dalam hati.

"Nadzira, sini duduk, jangan hanya berdiri saja disana" ucap Darwin memecah keheningan yang terjadi sesaat.

"Tidak Pak, saya disini saja" tolak Nadzira lembut

"Baik, saya akan menjelaskan poin-poin penting nya saja sama kamu supaya lebih ringkas. Disini posisi kamu akan menjadi kepala Gudang, dimana semua barang keluar masuknya akan kamu handle sendiri dengan di bantu para staf lainnya, dan untuk posisi ini kamu harus memiliki tanggung jawab yang besar. Karena sebelumnya banyak terjadi kerugian akibat para pekerja yang tidak jujur dan melakukan kecurangan" jelas Darwin

Nadzira merasa pekerjaan nya ini mungkin akan terasa sedikit berat dari yang lainnya. Bagaimana mungkin Ia bisa menghandle sendiri barang yang ada di gudang sebanyak itu. Namun Nadzira tidak memiliki keberanian untuk membantah dan hanya mampu mengangguk kan kepalanya pelan

"Baiklah, saya rasa kamu sudah mengerti, jadi sekarang kamu sudah boleh keluar dan memulai bekerja" kata Darwin tersenyum

Nadzira keluar dengan wajah yang tampak tidak bersemangat, bagaimana tidak, hari pertama Ia bekerja saja sudah di suguhkan dengan tanggung jawab yang besar. Nadzira berjalan menuju ruangan yang bertuliskan Gudang tersebut, Nadzira memandang lekat pintu yang tertutup itu seakan hendak memulai peperangan.

"Bismillah, ya Allah, semoga saja ini menjadi awal yang baik dariMu. Semangat Zira, kamu bisa" Ucap Nadzira memberi semangat pada dirinya sendiri

Saat memasuki ruangan, Nadzira di sambut dengan tumpukan berkas-berkas yang tersusun rapi di atas meja tempat kerjanya. Yang membuat nya lebih terkejut lagi adalah banyaknya barang yang hampir memenuhi seluruh ruangan gudang tersebut.

"Oh, pemilik nya sudah datang" ucap seorang wanita yang baru saja tiba dari belakang Nadzira

"Maira" kata Maira memperkenalkan diri

"Nadzira" sahut Nadzira tak kalah ramah

"Oke, aku tinggal ya, ini ada beberapa yang harus di selesaikan, kalau ada yang kurang paham, tanyakan saja padaku. Itu ruangan kerjaku sebelah sana" lanjut Maira seraya meninggalkan Nadzira

Nadzira tiba di rumah setelah bekerja seharian penuh. Ia meletakkan tasnya dan bergegas untuk mandi, selesai dengan ritualnya. Nadzira merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur seraya menatap nanar langit-langit kamarnya, Nadzira merasa tubuhnya sangat lelah karena di suguhkan dengan pekerjaan yang berat di hari pertama Ia bekerja. Perlahan Nadzira memejamkan matanya dan tertidur dengan lelap.

Adzan subuh berkumandang, membuat Nadzira terbangun dari tidurnya. Nadzira segera menuju kamar mandi untuk bersih-bersih dan mengerjakan shalat Subuh nya, tidak lupa Nadzira menyempatkan diri untuk membaca Al Qur'an dan melancarkan sedikit hafalannya.

"Tok...tok...tok, Tante, sarapan nya sudah siap" ucap Nadzira mengetuk pelan pintu kamar Tante Safira

Khansa dan juga Rasya sudah menunggu di meja makan tanpa memperdulikan Nadzira yang sibuk menata makan. Bagi mereka, Nadzira hanyalah seorang anak yang harus tahu berbalas budi dengan apa yang sudah di berikan oleh Ibu mereka kepada Nadzira. Salah satunya dengan melayani dan menyanggupi kebutuhan keluarga.

"Apa hanya ini yang bisa kamu masak" Tanya Safira melihat menu makanan yang di sediakan oleh Nadzira.

"Maaf Tante, hanya ini sisa bahan makanan yang tersedia di dalam kulkas" balas Nadzira

"Jadi, itu tanggung jawab siapa? Aku?" Kata Safira meninggi

"Maaf Tante, Nadzira tidak sempat berbelanja karena pulang malam terus. Tapi Nadzira sudah menitipkan uang belanja pada Khansa kok Tan" ucap Nadzira menjelaskan

"Loh, kok jadi bawa-bawa nama aku sih, kan kamu sendiri yang bilang kemarin kalau kamu itu ingin berbelanja sendiri, karena lebih paham sama urusan dapur" elak Khansa membuat Safira menatap tajam Nadzira

"Astaghfirullah, tidak Tan, Zira nggak bohong" kata Nadzira membela diri

Plak

Satu tamparan keras mengenai wajah mulus Nazdira, yang seketika berubah merah diiringi dengan air matanya yang mengalir.

"Sudah berani berbohong kamu, Hah? Aku sudah sangat muak membesarkan anak yang tidak tahu diri sepertimu. Kalau bukan karena kebaikan hatiku, mungkin saja kamu sudah menjadi gelandangan di luaran sana, pergi dari hadapan ku sekarang juga" kata Safira dengan amarah yang memuncak

Nadzira mengusap air matanya yang terus mengalir membasahi pipinya, berulangkali Nadzira mencoba menenangkan dirinya sendiri. Namun dadanya begitu sesak, hatinya sakit mengingat semua kata-kata yang di lontarkan Tante Safira padanya.

Nadzira berjalan menuju ruangan nya tanpa mengetahui ada sepasang mata yang terus mengawasi nya dari jauh. Zefran berjalan menuju bangku kebesarannya dan segera membuka laptop yang terletak di meja kerjanya. Berhubung Darwin belum datang, Zefran merasa lebih leluasa memperhatikan Nadzira dari layar laptopnya.

Sudah menjadi rutinitas Zefran setiap paginya mendengar lantunan ayat suci Al-Quran yang di bacakan oleh Nadzira di ruang kerjanya. Akan tetapi seperti ada yang berbeda hari ini, Zefran merasa bahwa mungkin saja Nadzira sedang menangis dikarenakan suaranya yang sedikit serak. Zefran menatap lekat wajah Nadzira dari jauh, Dan benar saja beberapa kali Nazdira menyeka air matanya yang terus mengalir di sudut matanya.

"Nadzira, kamu di panggil pak Darwin, di minta segera keruangannya. Dan jangan lupa membawa catatan pengeluaran bulan ini" ucap Arif yang merupakan salah satu teman Nadzira bekerja.

"Iya, saya segera kesana" balas Nadzira cepat

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status