Share

Bab 2

Author: Handstand Mouse
"Dilan, apa yang terjadi?"

Tubuh Dilan menegang. Di dalam kegelapan dia meraba pipiku. Setelah memastikan wajahku tidak ada bekas air mata, barulah dia membentak, "Riana, petir dan hujan badai begini, kamu nggak angkat telepon dan balas pesanku. Apa kamu tahu tindakanmu ini membuatku sangat khawatir?"

Mendengar itu, barulah kusadari deru hujan yang menghantam jendelaku.

Rasa takut yang datang belakangan membuatku menggenggam erat tangan Dilan. Aku berkata dengan suara serak, "Aku nggak mendengarnya."

Raka meninggal pada malam ketika hujan turun seperti ini.

Karena itu, setiap kali hujan turun di malam hari, aku selalu takut sampai tidak bisa tidur. Dilan dulu juga begitu. Jadi, selama lima tahun terakhir ini, kami selalu melewati malam-malam menakutkan itu dengan berpegangan tangan dan saling menenangkan.

Dilan terus-menerus menenangkanku dengan lembut agar aku tidak takut.

Wajah Dilan tampak pucat.

Dia menatapku lama sebelum akhirnya berbicara, "Kamu menginap di rumahku malam ini."

Aku mendoronya dan menggeleng.

"Kamu sudah punya seseorang yang kamu suka, nggak pantas kalau aku tinggal di sana."

Hatiku sedikit hangat karena kepeduliannya. Namun, melihat bekas lipstik di kerah baju Dilan membuatku membeku seketika.

Wajah Dilan menjadi suram, lalu dia berkata dengan suara tegas, "Kak Riana, jangan bertingkah kekanak-kanakan."

"Aku sampai meninggalkan Lani di restoran karena kamu ketakutan."

"Kalau kamu nggak ikut aku sekarang, nanti setelah aku pergi kamu bakal meneleponku sambil menangis-nangis minta aku balik, 'kan? Mending ikut aku sekarang saja, biar nggak repot."

Aku menggigit bibirku dan terdiam.

Dulu, aku menelponnya untuk datang karena aku tahu kami hanya punya satu sama lain, dan dia pun juga merasa takut.

Sekarang, Dilan sudah punya seseorang yang disukainya. Betapa pun rumitnya perasaanku, aku tidak mungkin tega merusak hubungan orang.

Aku berbalik menuju kamar. "Aku nggak ikut. Kamu pulanglah, temani pacarmu. Aku baik-baik saja."

Baru saja aku selesai bicara, Dilan menarik pergelangan tanganku dan membawaku pergi tanpa basa-basi.

Cengkeramannya di pergelangan tanganku begitu kuat hingga terasa sakit. Aku berusaha meronta sekuat tenaga. "Dilan, apa yang kamu lakukan? Aku bilang aku nggak mau ikut!"

Dilan mengernyit, kegelisahan di wajahnya tampak begitu jelas.

Di tengah perlawanan keras dariku, akhirnya Dilan kehilangan kesabaran. Dengan gerakan cepat, Dilan mengangkat tubuhku dan mengurungku erat dalam dekapannya.

Dilan menggendongku keluar, dia tidak lupa mengambil payung di dekat pintu. Di luar, hujan dan angin menerpa, tapi tubuhku tetap kering. Hanya bahu Dilan yang basah kuyup.

Rasa khawatir menyeruak dalam dadaku.

‘Bagaimana jika Dilan jatuh sakit?’

Aku terpaksa berhenti melawan dan bersandar pasrah di pelukannya.

Namun, langkahnya mendadak terhenti. Tubuh hangat yang menahan tubuhku menegang seketika.

Aku menoleh dan melihat Lani tidak jauh dari sana.

Payung Lani sudah jatuh ke tanah. Air hujan membasahi tubuhnya hingga basah kuyup, air mata yang bercampur rintik hujan turun membasahi pipinya.

Tubuhnya gemetar dan bibirnya pucat. "Kalian... apa maksudnya ini?"

Pelukan Dilan melemah. Dia segera menurunkanku.

Belum sempat aku berdiri tegak, Dilan sudah berlari menghampiri Lani. Payung itu, kini, dia arahkan untuk melindungi Lani dari hujan.

Aku terjatuh keras ke tanah, rasa perih menjalar di tubuhku. Dari sana, aku hanya bisa melihat bagaimana Dilan menenangkan Lani dan berniat mengantarnya pulang.

Sebelum pergi, dia sempat melirik ke arahku. "Kak Riana, kamu sebaiknya cari hotel saja untuk menginap. Aku antar Lani pulang dulu."

Setelah itu, keduanya beranjak pergi tanpa menoleh sedikit pun.

Perhatianku sepenuhnya tersita oleh rasa sakit hebat di perut bagian bawah, serta warna merah darah yang bercampur dengan air hujan.

Aku tidak tahu kapan tepatnya aku kehilangan kesadaran.

Namun, saat terbangun, kabar tentang kehamilan dan keguguran menghantamku sekaligus.

Kusentuh perutku yang masih rata seperti biasa. Anehnya, aku tidak merasa sedih sedikit pun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta yang Kamu Katakan, Datang Terlambat   Bab 10

    "Aku sama sekali nggak peduli!"Dilan masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi aku tidak mau melihatnya, juga tidak ingin mendengarnya. Aku pun menarik selimut untuk menutupi kepala dan menutup telingaku, berpura-pura seakan tidak mendengar apa pun.Dilan sempat membuka mulut, tetapi akhirnya berbalik meninggalkan ruang rawat.Akhirnya, suasana menjadi tenang. Arya yang sempat keluar juga kembali masuk.Dia tersenyum tipis. "Saat keluar tadi, dia tampak sangat hancur. Dia terlihat begitu menyedihkan.""Begitukah?"Aku balik bertanya dengan dingin, sementara tanganku diam-diam menekan dadaku di balik selimut.Dulu, jika mendengar kata-kata semacam itu, mungkin hatiku akan sangat pedih. Sekarang, aku hanya merasa lega. Akhirnya, aku tidak perlu lagi membuang waktu membicarakan hal-hal yang tidak berguna dengan Dilan.Arya yang melihat aku enggan melanjutkan pembicaraan itu, secara alami mengalihkan topik ke lukisan.Dia mengatakan ingin mengadakan pameran lukisan untukku, dimulai dari Fren

  • Cinta yang Kamu Katakan, Datang Terlambat   Bab 9

    Dilan dengan lantang membalas, "Siapa suruh dia nggak mau bertanggung jawab padamu! Dia pantas dipukul! Sekarang dia mau meminta maaf? Sudah terlambat!"Aku merasa tekanan darahku naik. Arya berjalan mendekat dan menepuk punggungku, pandangannya penuh sindiran. "Bagaimana ini, Riana, adikmu masih belum tahu yang sebenarnya?"Aku hanya mengatupkan bibir, mengiyakan tanpa suara.Senyum sinis Arya makin terlihat. Dia menepuk pundak Dilan. "Bocah nakal, sepertinya Riana dulu terlalu memanjakanmu, sampai-sampai kamu nggak bisa membedakan mana yang benar dan salah.""Lebih baik kamu cari tahu sendiri, siapa sebenarnya yang bersalah pada Riana."Dilan tertegun sejenak. Detik berikutnya wajahnya tampak bingung, lalu seolah mengingat sesuatu. Dia segera meraih ponselnya dan bergegas keluar.Aku tidak menghentikannya. Aku hanya menoleh pada Arya dengan wajah pasrah. "Kak Arya, aku nggak mau dia tahu."Arya tetap mengusap kepalaku, menenangkan seperti seorang kakak. "Selama dia belum sadar akan k

  • Cinta yang Kamu Katakan, Datang Terlambat   Bab 8

    Aku tidak mau peduli dengan segala pikirannya, aku hanya ingin tidur nyenyak.Setibanya di ruang rawat, aku menyelimuti seluruh tubuhku dengan selimut dan menutup mata.Namun, Dilan seolah tidak bisa lagi menahan diri. Dia berkata pelan, "Riana, maukah kamu pulang denganku?""Aku menyukaimu."Mulutku langsung terasa pahit.Andai saja aku mendengarnya lebih awal, alangkah baiknya.Sayangnya, dia baru mengatakannya setelah hatiku hancur berkeping-keping.Lima tahun terakhir, aku memperhatikan segala hal tentang dirinya sampai detail terkecil, bahkan aku sendiri tidak tahu kapan tepatnya aku mulai mencintainya.Namun, sekarang, aku menyadari dengan jelas, aku sudah tidak mencintainya lagi.Aku menghapus air mata yang mengalir dari sudut mataku, lalu menatap Dilan. "Dilan, aku akan selalu menjadi kakakmu."Mulai sekarang, aku akan menjaga jarak darinya.Menjaga jarak sewajarnya antara kakak dan adik.Adapun cinta yang Dilan butuhkan, aku tidak mampu dan tidak bisa memberikannya.Di bawah p

  • Cinta yang Kamu Katakan, Datang Terlambat   Bab 7

    Aku duduk tegak dan bertanya dengan suara lembut, "Kalian bertengkar?"Dilan menggenggam tanganku dan mengusapnya berulang kali. Suaranya dipenuhi kebencian. "Polisi bilang, orang yang berniat menabrakmu itu menerima uang dalam jumlah besar, dan uang itu berasal dari Lani.""Dia ingin membunuhmu."Aku teringat malam ketika hujan turun, saat aku hampir bersentuhan dengan maut, tubuhku seketika dipenuhi keringat dingin.Aku tahu Lani membenciku karena menyukai Dilan, tetapi aku tidak pernah menyangka dia sampai ingin aku mati.Tubuhku bergetar. Aku perlahan menoleh. "Sekarang dia di mana?"Dilan mengatupkan bibirnya. Setelah terdiam cukup lama, barulah dia menjawab, "Di kantor polisi."Aku berdiri di depan kantor polisi dengan Dilan yang mengikutiku dari belakang.Kami berdua juga harus memberikan keterangan.Setelah selesai memberikan keterangan, aku meminta untuk bertemu Lani.Lani belum dipulangkan ke negaranya. Saat melihatku, ekspresinya tetap datar. Dia hanya tersenyum tipis. "Saya

  • Cinta yang Kamu Katakan, Datang Terlambat   Bab 6

    "Aku mau pergi mencari Riana, kamu juga mau ikut denganku?"Mata Lani mulai berkaca-kaca, lalu dia mengangguk mantap. "Aku mau ikut, Dilan. Aku ini seorang perempuan, soal kehamilan Kak Riana nggak pantas kalau kamu yang tanyakan, tapi aku bisa. Aku akan mencari tahu siapa ayah dari anak itu. Setelah kita menemukannya, kita harus membela Kak Riana dan membuat orang itu membayarnya!"Dilan berpikir sejenak, lalu memesan dua tiket pesawat melalui aplikasi....Hanya beberapa hari mengikuti Louis, aku sudah banyak belajar.Aku mengirimkan lukisan terbaruku pada Arya, dan Arya tidak henti-hentinya memuji."Riana, dulu lukisanmu memang punya aura, tapi belum bisa dibilang rapi. Beberapa hari ini kemajuanmu sangat pesat.""Louis mengajarkanmu dengan sangat baik."Mendengar pujian Arya, aku tersenyum senang hingga mataku menyipit.Setelah mengobrol sebentar, aku pun berdiri dan membereskan alat melukis, lalu bersiap pulang.Namun, baru saja aku melangkah keluar, suara petir yang menggelegar t

  • Cinta yang Kamu Katakan, Datang Terlambat   Bab 5

    Manajerku terkekeh pelan. "Riana, kamu sudah lama berkecimpung di dunia seni, pasti tahu kalau emosi itu selalu terlihat dari mata. Begitu juga dengan Dilan."Mendengar itu, aku buru-buru menyangkal. "Bukan begitu, Kak Arya. Dia sudah menemukan cinta sejatinya."Manajerku tidak membahas lebih lanjut. Setelah bertukar beberapa patah kata dengan Louis, dia menutup telepon dengan alasan harus mengusir Dilan.Aku menarik koperku, lalu naik ke mobil Louis.Berada di negara yang berbeda dengan Dilan, aku tentu tidak tahu bahwa saat ini dia sedang mengamuk di tanah air.Di depan studio, Dilan duduk di dalam mobil. Sorot matanya yang dingin dan suram menatap tajam ke arah Arya yang sedang berjalan mendekat.Begitu Arya tiba, Dilan mendadak membuka pintu mobil, lalu melayangkan tinju keras ke wajah Arya."Arya, aku sudah menyelidikinya! Satu-satunya pria yang dekat dengan Riana hanya kamu!""Berani-beraninya kamu! Berani-beraninya kamu membuatnya hamil dan keguguran!"Arya meludahkan air liur y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status