Share

Bab 3

Author: Handstand Mouse
Aku tidak pernah mengharapkan kedatangannya, jadi ketika bayi itu pergi, aku tidak merasa sedih sedikit pun.

Aku hanya merasa hidup ini suka mempermainkan orang.

Ketika pikiranku melayang entah ke mana, perawat membuka pintu untuk melakukan pemeriksaan.

Dia menatapku dari atas ke bawah. "Sudah bangun? Dokter penanggung jawabmu sudah duluan membayar biaya pengobatanmu.”

"Waktu kamu datang, kamu nggak membawa ponsel, jadi kami nggak bisa menghubungi keluargamu."

Selesai mengatakannya, dia mengeluarkan ponselnya dari saku dan menyerahkannya kepadaku. "Sekarang kamu sudah sadar, lebih baik hubungi mereka sendiri."

Nomor telepon Dilan sudah kuingat di luar kepala.

Aku menekan nomornya, sambungan terhubung dengan cepat.

Namun, yang terdengar adalah suara seorang perempuan yang manja, "Halo, Dilan sedang sibuk. Kalau ada perlu, nanti baru telepon lagi."

Dalam sekejap, mulutku terasa getir. Aku hanya berkata, "Ya."

Lani rupanya mengenali suaraku. Dia terkekeh pelan. "Oh, ini Kak Riana, ya? Dilan bilang mulai sekarang nggak akan mengangkat teleponmu lagi. Aku harap kamu nggak mengganggu kami lagi."

Setelah itu, Lani hendak memutuskan sambungan.

Aku buru-buru berkata pelan, "Tunggu, aku hanya ingin bicara beberapa kalimat saja dengannya."

Namun, belum sempat aku lanjutkan, suara tangis Lani terdengar. "Dilan, apa benar Kak Riana menyukaimu? Padahal dia tahu kita saling mencintai, tapi masih ingin ikut campur. Kalau memang dia benar-benar menyukaimu, aku bisa merelakanmu untuknya."

Dilan hanya menghela napas. "Lani, jangan bicara sembarangan. Kak Riana adalah pacar kakakku."

Tatapan perawat yang berada di ruangan itu berubah rumit. Dia berdeham kecil, lalu membalikkan badan, berpura-pura tidak mendengar.

Aku meremas selimut yang menutupi tubuhku, menahan rasa sakit yang ikut datang setiap kali aku bernapas.

Belum sempat aku mengucapkan apa pun, Dilan sudah menutup telepon.

Aku tertegun, lalu segera menghubungi manajerku.

Operasi kuretase bukanlah operasi besar. Hari itu juga aku diperbolehkan pulang.

Aku keluar dari rumah sakit dan kembali ke rumah. Aku lalu memanggil orang untuk mengganti jendela yang semalam dipecahkan Dilan, lalu menyimpan hasil pemeriksaan ke dalam laci nakas di samping tempat tidur.

Semua barang berharga milikku kutaruh di sini.

Peninggalan orang tuaku, peninggalan Raka, bukti bahwa anakku pernah ada, serta jimat keselamatan yang tiga tahun lalu didoakan Dilan untukku.

Aku mengeluarkan barang peninggalan Raka, di atasnya masih ada noda darah yang menempel.

Aku bergumam panjang, menceritakan tentang kondisi Dilan sekarang, lalu menaruh kembali peninggalannya ke dalam laci. "Raka, aku juga harus menjalani hidupku sendiri."

Setelah mengatakannya, aku mengunci laci, lalu memasukkan barang bawaanku ke koper. Kemudian, aku memesan tiket penerbangan untuk lima hari ke depan.

Selama lima hari itu, aku menghabiskan waktu di rumah dengan tenang dan fokus melukis. Sementara Dilan sibuk menemani Lani berlibur.

Foto-foto mereka kadang dikirimkan ke ponselku dari nomor tidak dikenal.

Aku tahu Lani yang mengirimnya.

Selama lima hari itu, Dilan sempat menelpon, tetapi tidak ada satu pun yang kujawab

Hingga saat mereka pulang, sebuah panggilan dari nomor asing masuk.

"Kak Riana, Dilan melamarku."

Aku sudah tiga kali berinteraksi dengan Lani, tapi aku selalu berbicara singkat.

Kali ini, aku juga hanya menjawab singkat, "Ya."

Kemudian, sebuah foto tangan dengan cincin tunangan dikirimkannya. Aku menahan pedih di dadaku dan mengucapkan selamat.

Sesudah menutup telepon, aku segera berangkat ke bandara.

Sesaat sebelum aku naik pesawat, Dilan mengirim pesan.

[Kak Riana, kenapa kamu nggak ada di rumah?]

Setelah itu, telepon terus berdering tanpa henti, tetapi semuanya tidak kuangkat.

Sesaat sebelum ponselku mati, aku mengangkat panggilan darinya. "Dilan, jalani hidupmu dengan baik. Selamat tinggal."

Sesaat kemudian, terdengar sebuah teriakan yang parau, "Aku melihat isi lacimu! Kamu mau pergi, apa karena takut aku tahu kamu hamil dan keguguran? Apa kamu merasa bersalah pada kakakku?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta yang Kamu Katakan, Datang Terlambat   Bab 10

    "Aku sama sekali nggak peduli!"Dilan masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi aku tidak mau melihatnya, juga tidak ingin mendengarnya. Aku pun menarik selimut untuk menutupi kepala dan menutup telingaku, berpura-pura seakan tidak mendengar apa pun.Dilan sempat membuka mulut, tetapi akhirnya berbalik meninggalkan ruang rawat.Akhirnya, suasana menjadi tenang. Arya yang sempat keluar juga kembali masuk.Dia tersenyum tipis. "Saat keluar tadi, dia tampak sangat hancur. Dia terlihat begitu menyedihkan.""Begitukah?"Aku balik bertanya dengan dingin, sementara tanganku diam-diam menekan dadaku di balik selimut.Dulu, jika mendengar kata-kata semacam itu, mungkin hatiku akan sangat pedih. Sekarang, aku hanya merasa lega. Akhirnya, aku tidak perlu lagi membuang waktu membicarakan hal-hal yang tidak berguna dengan Dilan.Arya yang melihat aku enggan melanjutkan pembicaraan itu, secara alami mengalihkan topik ke lukisan.Dia mengatakan ingin mengadakan pameran lukisan untukku, dimulai dari Fren

  • Cinta yang Kamu Katakan, Datang Terlambat   Bab 9

    Dilan dengan lantang membalas, "Siapa suruh dia nggak mau bertanggung jawab padamu! Dia pantas dipukul! Sekarang dia mau meminta maaf? Sudah terlambat!"Aku merasa tekanan darahku naik. Arya berjalan mendekat dan menepuk punggungku, pandangannya penuh sindiran. "Bagaimana ini, Riana, adikmu masih belum tahu yang sebenarnya?"Aku hanya mengatupkan bibir, mengiyakan tanpa suara.Senyum sinis Arya makin terlihat. Dia menepuk pundak Dilan. "Bocah nakal, sepertinya Riana dulu terlalu memanjakanmu, sampai-sampai kamu nggak bisa membedakan mana yang benar dan salah.""Lebih baik kamu cari tahu sendiri, siapa sebenarnya yang bersalah pada Riana."Dilan tertegun sejenak. Detik berikutnya wajahnya tampak bingung, lalu seolah mengingat sesuatu. Dia segera meraih ponselnya dan bergegas keluar.Aku tidak menghentikannya. Aku hanya menoleh pada Arya dengan wajah pasrah. "Kak Arya, aku nggak mau dia tahu."Arya tetap mengusap kepalaku, menenangkan seperti seorang kakak. "Selama dia belum sadar akan k

  • Cinta yang Kamu Katakan, Datang Terlambat   Bab 8

    Aku tidak mau peduli dengan segala pikirannya, aku hanya ingin tidur nyenyak.Setibanya di ruang rawat, aku menyelimuti seluruh tubuhku dengan selimut dan menutup mata.Namun, Dilan seolah tidak bisa lagi menahan diri. Dia berkata pelan, "Riana, maukah kamu pulang denganku?""Aku menyukaimu."Mulutku langsung terasa pahit.Andai saja aku mendengarnya lebih awal, alangkah baiknya.Sayangnya, dia baru mengatakannya setelah hatiku hancur berkeping-keping.Lima tahun terakhir, aku memperhatikan segala hal tentang dirinya sampai detail terkecil, bahkan aku sendiri tidak tahu kapan tepatnya aku mulai mencintainya.Namun, sekarang, aku menyadari dengan jelas, aku sudah tidak mencintainya lagi.Aku menghapus air mata yang mengalir dari sudut mataku, lalu menatap Dilan. "Dilan, aku akan selalu menjadi kakakmu."Mulai sekarang, aku akan menjaga jarak darinya.Menjaga jarak sewajarnya antara kakak dan adik.Adapun cinta yang Dilan butuhkan, aku tidak mampu dan tidak bisa memberikannya.Di bawah p

  • Cinta yang Kamu Katakan, Datang Terlambat   Bab 7

    Aku duduk tegak dan bertanya dengan suara lembut, "Kalian bertengkar?"Dilan menggenggam tanganku dan mengusapnya berulang kali. Suaranya dipenuhi kebencian. "Polisi bilang, orang yang berniat menabrakmu itu menerima uang dalam jumlah besar, dan uang itu berasal dari Lani.""Dia ingin membunuhmu."Aku teringat malam ketika hujan turun, saat aku hampir bersentuhan dengan maut, tubuhku seketika dipenuhi keringat dingin.Aku tahu Lani membenciku karena menyukai Dilan, tetapi aku tidak pernah menyangka dia sampai ingin aku mati.Tubuhku bergetar. Aku perlahan menoleh. "Sekarang dia di mana?"Dilan mengatupkan bibirnya. Setelah terdiam cukup lama, barulah dia menjawab, "Di kantor polisi."Aku berdiri di depan kantor polisi dengan Dilan yang mengikutiku dari belakang.Kami berdua juga harus memberikan keterangan.Setelah selesai memberikan keterangan, aku meminta untuk bertemu Lani.Lani belum dipulangkan ke negaranya. Saat melihatku, ekspresinya tetap datar. Dia hanya tersenyum tipis. "Saya

  • Cinta yang Kamu Katakan, Datang Terlambat   Bab 6

    "Aku mau pergi mencari Riana, kamu juga mau ikut denganku?"Mata Lani mulai berkaca-kaca, lalu dia mengangguk mantap. "Aku mau ikut, Dilan. Aku ini seorang perempuan, soal kehamilan Kak Riana nggak pantas kalau kamu yang tanyakan, tapi aku bisa. Aku akan mencari tahu siapa ayah dari anak itu. Setelah kita menemukannya, kita harus membela Kak Riana dan membuat orang itu membayarnya!"Dilan berpikir sejenak, lalu memesan dua tiket pesawat melalui aplikasi....Hanya beberapa hari mengikuti Louis, aku sudah banyak belajar.Aku mengirimkan lukisan terbaruku pada Arya, dan Arya tidak henti-hentinya memuji."Riana, dulu lukisanmu memang punya aura, tapi belum bisa dibilang rapi. Beberapa hari ini kemajuanmu sangat pesat.""Louis mengajarkanmu dengan sangat baik."Mendengar pujian Arya, aku tersenyum senang hingga mataku menyipit.Setelah mengobrol sebentar, aku pun berdiri dan membereskan alat melukis, lalu bersiap pulang.Namun, baru saja aku melangkah keluar, suara petir yang menggelegar t

  • Cinta yang Kamu Katakan, Datang Terlambat   Bab 5

    Manajerku terkekeh pelan. "Riana, kamu sudah lama berkecimpung di dunia seni, pasti tahu kalau emosi itu selalu terlihat dari mata. Begitu juga dengan Dilan."Mendengar itu, aku buru-buru menyangkal. "Bukan begitu, Kak Arya. Dia sudah menemukan cinta sejatinya."Manajerku tidak membahas lebih lanjut. Setelah bertukar beberapa patah kata dengan Louis, dia menutup telepon dengan alasan harus mengusir Dilan.Aku menarik koperku, lalu naik ke mobil Louis.Berada di negara yang berbeda dengan Dilan, aku tentu tidak tahu bahwa saat ini dia sedang mengamuk di tanah air.Di depan studio, Dilan duduk di dalam mobil. Sorot matanya yang dingin dan suram menatap tajam ke arah Arya yang sedang berjalan mendekat.Begitu Arya tiba, Dilan mendadak membuka pintu mobil, lalu melayangkan tinju keras ke wajah Arya."Arya, aku sudah menyelidikinya! Satu-satunya pria yang dekat dengan Riana hanya kamu!""Berani-beraninya kamu! Berani-beraninya kamu membuatnya hamil dan keguguran!"Arya meludahkan air liur y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status