Keluar dari rumah Siska, Yara tidak pergi ke kantor catatan sipil, melainkan ke kantor Baruy.Sesampainya di depan gedung, dia menghadang Melanie.Melanie masih memakai riasan sempurna dan sepatu hak tinggi delapan sentimeter.Dia juga tetap terlihat seperti biasa saat melihat Yara. "Rara, kamu kenapa ada di sini? Mau cari Bu Anita?""Cari kamu!" Yara tidak basa-basi."Cari aku?" Melanie tampak sedikit terkejut. "Masih soal kejadian kemarin? Rara, kayaknya kamu salah paham ....""Bukan soal kemarin," sela Yara. "Tapi soal lukisan-lukisan itu.""Aku mau kamu mengaku kepada panitia penghargaan dan juga perusahaan bahwa lukisan-lukisanmu adalah jiplakan."Senyuman di wajah Melanie menghilang. "Rara, lukisan apa? Jiplakan apa? Aku nggak ngerti maksudmu."Mata Yara membelalak kaget. Dia tidak menyangka Melanie akan menyangkalnya.Melanie berdiri di tangga, menatap Yara."Rara, aku tahu kamu ingin kembali bekerja. Aku sudah mencoba sebisa mungkin untuk membantumu. Tapi tuduhan nggak beralasa
Yara berjalan ke hadapan Siska dan memeluknya penuh rasa enggan."Terima kasih, Siska. Beberapa hari ini adalah waktu-waktu paling bahagia bagiku selama setahun terakhir.""Bodoh, kamu boleh balik lagi ke sini kapan saja."Saat dia sampai di depan pintu vila keluarga Lastana, hari sudah gelap.Lampu di vila menyala. Pasti Yudha sudah pulang.Awalnya dia mengira tidak akan pernah kembali lagi ke sini, jadi Yara pergi tanpa membawa kunci.Dia pun melangkah maju dan membunyikan bel pintu.Tak lama, pintu terbuka.Melanie muncul di depan pintu. "Rara? Kenapa kamu di sini?"Yara mengerutkan kening tidak senang dan langsung masuk ke dalam membawa tasnya."Melanie, pertanyaanmu lucu, deh. Ini rumahku. Aku pulang ke rumah, apa masalahnya?"Di ruang tamu, Yudha sedang duduk di sofa dan menoleh dengan tatapan dingin.Langkah Yara berhenti dan dia menatap langsung pada kedua mata Yudha. "Malah aku yang harusnya tanya. Aku, sebagai Nyonya di sini, sedang tidak di rumah, tapi kalian dua orang lawan
Yara turun ke lantai bawah setelah mandi, disambut Yudha yang menatapnya dengan wajah tidak senang.Dia berbalik dan berjalan menuju dapur, pura-pura tidak tahu."Yara, kamu masih belum puas membuat keributan?"Menolak bercerai adalah membuat keributan?Kalau begitu, dia benar-benar belum membuat cukup banyak keributan.Yara membalas dengan nada serius, "Aku katakan sekali lagi, aku nggak mau bercerai sekarang. Kalau kamu mau bercerai, tunggu saja!""Aku peringatkan kamu untuk yang terakhir kalinya, menjauhlah dari Melly."Nada suara Yudha benar-benar sangat dingin."Yang bercerai denganmu itu aku. Kalau kamu berani mengganggu dia lagi, aku nggak akan pernah berhenti membuatmu menderita!"Mengganggu Melanie?Yara menangkap kata kuncinya. "Aku mengganggu Melanie seperti apa?"Dalam pikirannya, dia sudah sangat bersyukur jika Melanie tidak mengganggunya lagi."Masih pura-pura juga?"Yudha mendekat padanya dan melemparkan ponselnya ke arah Yara.Yara menatap ponsel itu sambil bertanya-tan
Setelahnya, dia pergi ke rumah Siska."Rara, kamu mau pindah ke sini lagi?"Melihatnya membawa banyak tas, Siska pun bertanya-tanya.Yara mengeluarkan semua isi tasnya. Ada penyangga, alas gambar, dan perlengkapan melukis lainnya.Teringat akan siaran langsung malam nanti, Siska segera mengerti apa yang ingin Yara lakukan."Biar kubantu!"Dia membantu Yara memosisikan penyangga dan lensa kameranya. Dia juga menguji coba pencahayaannya untuk memastikan semuanya sempurna.Pukul delapan akan tiba sebentar lagi. Yara memberi semangat sekali lagi untuk dirinya sendiri.Kali ini dia harus membuat Yudha melihat wajah asli Melanie.Agak ragu sejenak, dia lalu mengirimkan tautan siaran langsungnya lagi kepada Yudha.Alhasil, Yudha menjawabnya saat itu juga, berkata, "Nggak tertarik."Yara membendung kebencian yang mulai meluap dalam hatinya.Siaran langsungnya dimulai.Siska mengenakan masker dan menjelaskan kepada para pengikut siaran langsungnya, kemudian menyingkir.Yara mengenakan topeng da
Yara langsung pulang ke vila naik taksi. Begitu memasuki pintu, dia bertanya, "Yudha sudah pulang?""Belum," jawab Yunita dengan hormat. "Nyonya sudah makan malam? Mau dimasakkan sesuatu?"Yara menggelengkan kepalanya. "Nggak usah, aku nggak lapar."Dia naik ke lantai atas untuk menyimpan barang-barangnya, lalu kembali ke ruang tamu untuk menunggu.Dia ingin memberitahu Yudha apa yang dilakukan Melanie segera setelah pria itu sampai di rumah.Setelah entah berapa lama berlalu, Yara dibangunkan Yunita.Dia membuka mata, tampak masih mengantuk. "Yudha sudah pulang?""Belum." Yunita tampak tidak enak. "Nyonya mau ke atas dulu, tidur sebentar?"Saat ini, hari sudah pagi.Yudha tidak pulang ke rumah semalaman.Dulu, meski Yudha sering pulang larut malam, kecuali untuk perjalanan bisnis, dia jarang tinggal di luar semalaman.Apakah dia bersama Melanie?Apakah dia menonton siaran langsungnya?Yara gelisah, dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi dan harus pergi menjelaskan kepada Yudha secara
Namun, begitu membuka pintu, dia mencium bau yang tidak seharusnya ada di ruangan ini.Yudha mengerutkan kening dan mengambil langkah mundur."Aku mau pulang. Soal pernikahan, kamu putuskan saja sendiri. Nanti kuminta Revan memberimu 20 miliar. Beri tahu aku kalau masih kurang."Pria itu berjalan pergi dengan langkah cepat.Setelah turun, dia segera mengirim pesan kepada Revan."Hilangkan kamar di kantor direktur.""Transfer 20 miliar ke rekening Melanie."Melanie, yang dicampakkan di kantor direktur, menggertakkan giginya karena marah. Dia berhasil mendapat informasi bahwa Yudha tadi malam tidur di kantor.Dia buru-buru datang pagi-pagi sekali, sengaja memakai pakaian dalam seksi dan membuka kancing cukup lebar.Namun, ternyata kantornya kosong.Dia melihat pintu kamarnya terbuka dan mengambil kesempatan untuk berbaring di tempat tidur Yudha.Tanpa diduga, begitu keluar, dia bertemu Yara.Yara bahkan berani menampar wajahnya. Nekat juga dia.Teringat panggilan yang diterimanya pagi in
Yara selesai bicara dalam sekali tembak dan menyadari bahwa wajah Yudha tampak semakin tidak bersahabat.Setelah menikah lebih dari setahun, dia berperan sebagai istri yang selalu diam. Kapan dia pernah mempertanyakan dia seperti ini?Dia selalu menyalahkan dirinya sendiri. Merasa bersalah dan ingin menebus kesalahannya .... Terlebih lagi, memikirkan apa yang dia lakukan di pesta ulang tahun itu, dia serasa ingin mati saja.Karena dia selalu merasa bahwa dia adalah sebab putusnya Melanie dan Yudha. Menyebabkan salah satu dari mereka pergi ke luar negeri dan satunya lagi terpaksa menikah dengan orang yang tidak dicintai.Namun, kenyataannya?Dia adalah korban terbesar, menanggung reputasi jelek dan kebencian dari semua orang.Terutama Yudha.Pria yang sangat dia cintai sejak lama."Sudah selesai?"Yudha akhirnya angkat bicara. "Apakah Muse mencabut penghargaan yang diterima lukisan itu?"Yara tidak bisa bicara. Dia belum memastikannya."Kalau belum dicabut, mungkin mereka belum nonton s
Jadi, setelah mereka berdua masuk, mereka menyapu semua tempat dan belanja gila-gilaan seperti sedang balas dendam.Di ruang konferensi kantor pusat Perusahaan Lastana, pesan-pesan notifikasi masuk tak henti-henti di ponsel Yudha."Debit Rp2.406.000,00 pada rekening xxx8808.""Debit Rp7.220.000,00 pada rekening xxx8808.""Debit Rp9.664.000,00 pada rekening xxx8808."Terus berlanjut entah sampai berapa kali."Debit Rp40.664.000,00 pada rekening xxx8808."Yudha mengerutkan keningnya dan langsung mematikan ponselnya, berpikir, wanita ini gila!Yara dan Siska kembali ke keluarga Lastana bersama.Keduanya menjatuhkan diri ke ranjang besar bersama-sama, saling memandang, lalu tertawa bersama."Siska, sudah berapa lama kita nggak bersenang-senang belanja?""Yah, sudah lama banget."Sejak Yara menikah dengan Yudha dan Siska mempunyai ibu tiri, mereka berubah menjadi semiskin-miskinnya.Tidak berani membelanjakan uang sembarangan, tidak berani membeli pakaian atau kosmetik.Sebagian besar belan