Share

Cintai Aku
Cintai Aku
Author: biancaveana

Pembukaan

Author: biancaveana
last update Last Updated: 2025-09-15 15:04:13

Pintu dibanting begitu kasar. Rivano menghempas tubuhnya ke kasur, gerakannya begitu cepat mengunci tangan Helena, menghimpit tubuhnya hingga terkurung.

Suara gesekan logam sabuk terdengar jelas, membuat jantung Helena berpacu tak menentu.

"Kamu... mau apa?" suaranya bergetar saat menatap ikat pinggang sudah di tangannya.

"Jangan bergerak," suaranya terdengar berat.

Tubuh Helena kaku, napasnya tak stabil. Ia menatap Rivano dengan mata berkaca-kaca.

Dengan cepat Rivano melilit pergelangan tangannya, lalu dikaitkan ke tiang ranjang. Kini tubuhnya terperangkap—pasrah. Tak ada lagi sehelai kain yang menutupi dirinya di hadapan lelaki itu.

Kepada seperti ini ? pikirnya, bertanya - tanya.

Rivano menunduk, jemarinya menyentuh dagu Helena, memaksa wajahnya mendongak. Bibirnya mendekat ke telinga, membisikkan kalimat terakhir sebelum malam itu benar-benar dimulai.

"Kau ingin kusentuh, kan?" tanyanya terdengar berat, nyaris seperti ancaman.

"Jawab aku!" bentaknya tiba - tiba.

Mata Rivano menyala penuh curiga"Atau kamu takut? Jangan - jangan... bukan aku yang pertama." Tatapan itu menusuk, mengintimidasi seolah menuntut pengakuan dari istrinya sendiri.

"Tidak.. t-tidak takut." suara Helena bergetar, tapi matanya tetap berusaha bertahan. "Buktikanlah." Ia menatap balik suaminya dengan keberanian yang entah dari mana.

Senyum tipis—nyaris tak terbaca—terbentuk di sudut bibir Rivano. Suaranya mengintimidasi di telinga Helena, seakan menghipnotis. Tangan kirinya mencengkeram pinggangnya erat, sementara tubuh Helena menegang atas apa yang dilakukannya.

"Kau milikku, Helena. Dan malam ini, aku akan membuktikannya."

Hening.

Tubuh Helana terperangkap dalam kungkungannya.

Rivano merunduk, wajahnya begitu dekat dengan wajah Helena. Ia menatap, manik mereka bertautan.

Ia dengan cepat menurunkan resleting celananya, melempar kain itu tanpa ragu. Tak ada kelembutan sedikit pun.

Pemandangan di hadapannya membuat darahnya bergejolak. Wanita itu terikat, tak berdaya tanpa satu benang melapisinya. Ia tak lagi menahan sisi gelapnya.

Ia meraih rambut Helena dengan paksa, menariknya hingga wajahnya semakin mendekat. Tanpa memberi kesempatan helena bernapas , bibir Helena di lumat habis. Ia menekan semakin dalam. Semakin basah. Helena tak ada jeda. Tak di beri ampun.

Ciuman itu tak lepas . Ia menyesapnya. Permainan Rivano terlalu jauh. Sedangkan Helena pemain baru. Ia mencumbu setiap inchi tubuh wanitanya tak ada satu pun yang terlewat. Ia melumat habis lekuk itu. meremasnya bergantian.

"Nghh...." desahan itu lolos dari bibir Helena saat suaminya meninggalkan jejak kepemilikan disana.

"Siapa yang mengijinkanmu mendesah?" tatap Rivano dingin.

Wajah Helena memerah, ia mengigit bibir bawahnya yang sudah bengkak karena sesapan liar Rivano , Ia berusaha menekan suara. Tapi siksaan itu belum berakhir—kini giliran lekuk dadanya yang menerima gigitan, remasan dan cengkramaan dari lelaki itu.

"Rivano..." bisiknya kembali lolos.

"Jadi, dengan siapa kamu berciuman malam itu?" tanya Rivano penuh amarah, jemarinya masih meremas tanpa ampun.

"Aku tidak berciuman!" Helena meninggikan suara, tak ingin pembahasan itu lagi.

"Berani kamu membentakku?" hardik Rivano, suaranya menggelegar.

"Aaaaahhhh—!" pekik Helena terperanjat saat sesuatu menghantam mencoba masuk ke dalam.

"Satu..." Rivano mulai menghitung, suaranya rendah namun tajam menusuk.

Di detik itu juga "Aarrrggghhh..." erang Helena dengan mata melebar, tubuhnya menegang menahan benda asing yang ingin mendesak masuk.

"Dua..." Rivano kembali menghitung. makin menekan, menembus dinding pertahanan yang selama ini dijaga rapat Helena. Ia ingin membuktikan—dengan matanya sendiri—apakah benar malam ini adalah yang pertama baginya.

Dan—

"Tiga...." Hentakan itu semakin dalam, brutal, tak memberi ampun.

"Aaarrrgghhh..." lengking Helena pecah bersamaan sesuatu yang mengalir, menandai pertahanan lolos.

Keterkejutannya membuat matanya melebar. namun tubuhnya tak sanggup berbohong. Sesuatu memenuhi dirinya

Rivano puas merasakan rematan di bawah sana. Ia memejam merasakan sensasi di bawah sana. Deru napasnya semakin berat saat ritmenya semakin kencang. Ia tak perduli erangan demi erangan yang lolos dari mulut Helena. Yang ia tahu Helena pun merasakan kenikmatan yang sama.

Tubuh Rivano mendominasi, mengguncang Helena hingga ranjang bergetar hebat.

"Rivano.. Rivano... aku mohon, hentikan! Hentikan!" teriak Helena dengan suara bergetar kesakitan.

Bagaimana mungkin tidak sakit ini malam pertamanya dan tak menunggu ia siap—ia sudah di gempur habis oleh hentakkan dari Rivano. Tubuhnya tak sanggup menerima tekanan langsung.

"Rivano....." kembali ia berteriak kesakitan.

"Jangan berteriak! Katamu kau tak akan menyesalinya!" bentak Rivano, wajahnya keras. Bukan mereda, justru hentakannya makin dalam, hingga terdengar bunyi penyatuan yang kasar.

"Hentikan, Rivano..." lirih Helena memohon. Tubuhnya menggeliat, berusaha melepaskan ikatan di tangannya.

Namun teriakannya membuat Rivano murka. Dengan cepat, ia membekap mulut Helena dengan satu tangannya. Ia benci ketika submissive melanggar aturan—dan malam ini, Helena harus belajar.

Hentakan demi hentakan menguncang, semakin brutal. Tubuh Helena bergetar hebat, lenguhannya tertahan di balik bekapan tangan Rivano. Matanya basah, air mata tumpah tak terbendung. Terlalu sakit. Terlalu pedih. Ia merasa dirinya terkoyak.

Tangisnya pecah.

Butuh beberapa waktu untuk Rivano menyadari wanitanya menangis.

"Aaarrgghhh..." erang Helena lolos ketika Rivano akhirnya melepaskan bekapannya.

Rivano sedikit menghentikan aksinya. Ia terusik oleh gemetar tubuh istrinya—dan oleh air mata yang kini mengalir di pipi Helena.

"Aku bilang tadi apa?" suaranya terdengar lebih pelan, namun tetap menusuk. Pinggulnya tetap mendorong, kali ini dengan gerakan lebih lambat, seolah mencoba berbelas kasih.

"Jangan apa? Aku tanya sekali lagi." Tatapannya lekat, tak memberi ruang untuk mengelak.

"J-jangan... berteriak," jawab Helena di sela sesegukan.

"Patuhi aku." Perintah itu meluncur tegas. Rivano membelai pucuk kepalanya, tapi tetap tak menghentikan sensasi yang sedang ia nikmati. Usahanya memperlambat langkah hanyalah semu—kenikmatan membuatnya tak sepenuhnya bisa berhenti.

Ia menatap wajah Helena yang basah oleh keringat dan air mata. Pemandangan itu, alih-alih melembutkan, justru membuat darahnya menggelegak. Melihat wanita itu tersiksa membuat gairahnya makin menggila.

Kedua tangannya beralih mencengkeram leher Helena. Tak sampai mencekik mati—hanya menyesakkan, cukup untuk menegaskan kuasanya.

"Bisa patuhi aku?" bisiknya, dingin, sembari menatap tajam ke mata Helena.

Air mata menetes di sudut mata Helena, nyaris tak ia sadari sendiri. Dengan bibir terkatup rapat, ia mengangguk pelan. Tatapannya lekat pada pria di atasnya—pria yang ia cintai.

Tak ada lagi rintihan yang lolos dari mulutnya, Kini yang ada hanya desahan sang lelaki yang terpenuhi hasrat dan egonya.

"Uuuhhhghhh." lengkuhan berat lolos dari bibir Rivano bersamaan dengan ledakkan hangat itu.

Cengkeramannya perlahan melonggar, namun kendali tetap berada di tangannya.

Seperti ini... seorang suami menyentuh istri?

Dan bodohnya... aku tetap mencintainya.

suara hati Helena

Seperti itulah cara Rivano menyentuh istrinya pertama kali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Cinta senja
Rivano sungguh kau lelaki lucnut
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cintai Aku    Bab 83 - Bertahan untukmu

    Langkahnya menuju pintu mantap, penuh amarah yang menutup pintu hatinya. “Minta Baskara jemput kamu,” katanya sebelum berbalik pergi.“Riv… jangan pergi! Maaf… Riv!” Helena mencoba bangkit dari kursi roda, mencoba mengejar laki-laki yang ia cintai, namun tubuhnya terhuyung dan jatuh keras ke lantai.“Aarggh…” rintihnya. “Riv… jangan pergi… aku mohon…” Tangisannya menggema memenuhi ruangan.Rivano berhenti sejenak di ambang pintu ketika mendengar suara tubuh Helena jatuh. Ia menoleh sedikit, sekilas saja, wajahnya keras namun matanya bergetar.“Kalau kamu memang cuma cinta aku… bangun. Raih aku. Aku lelah mengejarmu terus,” ucapnya, kemudian membanting pintu dan meninggalkan ruangan.Di luar, napasnya tercekat oleh keraguan kecil. Apakah aku terlalu keras? pikirnya.Tapi biar saja. Aku ingin melihatnya berjuang, bukan cuma keras kepala.Di dalam kamar, suara Helena memecah seluruh dinding luka yang memisahkan mereka.“Riv…” Ia merangkak perlahan, berusaha bangkit meski tubuhnya gemetar

  • Cintai Aku    Bab 82 - Bentakan yang menyadarkan

    Rivano tidak pernah menyangka akan menemukan Helena di tempat ini. Perempuan itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca—tatapan yang membuat dadanya terasa sesak. Ia tahu, di balik bening air mata itu ada kekecewaan besar, ada rasa dikhianati oleh orang yang paling ia percayai. Helena tampak seolah menolak percaya bahwa laki-laki yang selalu ia pegang teguh bisa menyembunyikan hal sebesar itu.“Kita bicarakan di dalam. Sus, biar saya yang antar istri saya ke kamar,” ujar Rivano pelan. Ia menggenggam pegangan kursi roda Helena dan mendorongnya menuju ruang rawatnya.Begitu sampai, ia menghentikan kursi roda itu di dekat sofa lalu duduk perlahan. Bahunya sedikit naik turun, seperti seseorang yang sedang berusaha menenangkan diri sebelum badai menerjang.Wajah Helena memerah, bibirnya bergetar. “Kenapa bisa setega itu? Menyembunyikan kenyataan sebesar ini? Tega kamu,” suaranya pecah, namun setiap kata menusuk.“Dari semua orang dalam hidupku… kamu yang paling aku percaya. Tapi kamu malah bo

  • Cintai Aku    Bab 81 - Kenyataan pahit

    Setelah siang menjelang, perempuan itu tetap diam. Tidak banyak bicara. Bahkan kehadiran Davin—yang biasanya bisa membuatnya tersenyum—tidak mampu memecah sunyi yang menggantung di antara mereka.Ia hanya memalingkan wajah ke arah jendela, menatap langit abu-abu di luar. Kosong. Seolah pikirannya berada di tempat lain.“Sayang, Davin bertanya ke kamu,” suara Rivano memecah keheningan. “Iya… maaf,” jawabnya tanpa menoleh.“Kamu kenapa? Dari tadi diam sekali. Ada yang sakit?” tanya Davin hati-hati.“Aku baik-baik saja,” jawabnya sambil memaksakan sedikit senyum.Rivano mengambil

  • Cintai Aku    Bab 80 - Penyembuhan

    “Akkhhh—!” teriak perempuan itu begitu tubuhnya jatuh ke lantai, tertimpa tiang infus. Rasa nyeri di perutnya langsung menghantam tajam. Ia tak sanggup menahan lagi—air seninya keluar begitu saja, mengalir ke lantai dan membasahi seluruh kakinya.“Helena! Apa yang terjadi?!” Rivano terbangun panik, langsung melompat dari sofa.“Jangan! Jangan mendekat!” jeritnya histeris, tubuh gemetar, air mata jatuh tanpa kendali.“Sayang, kenapa tidak bangunin aku?” Rivano berusaha mendekat perlahan.“Pergi!!! Aku mau panggil suster saja! Suster! Tolong!” teriaknya sambil menangis keras.Rivano tertegun. Ia tidak pernah melihat istrinya ketakutan seperti itu. Dan saat

  • Cintai Aku    Bab 79 - Rivano selalu ada

    Rivano memeluknya erat, menciumi rambutnya dengan rasa syukur yang sulit disembunyikan. Namun sesaat kemudian, ia merasakan sesuatu—kehadiran lain di dekatnya. Begitu menoleh, ia melihat tangan perempuan itu masih digenggam erat oleh Baskara. Genggaman yang penuh luka, penuh sesal, namun tak sanggup dilepas.Baskara menunduk, bahunya bergetar, air mata jatuh diam-diam di punggung tangan perempuan itu.“Apakah kalian mau aku pergi?” tanya Rivano lirih, pelukannya terlepas perlahan.“Riv…” ucap perempuan itu memegangi ujung bajunya, seakan tak ingin ia menjauh.“Aku mengerti,” Rivano mengembuskan napas. “Kalian baru kehilangan seorang anak. Mungkin kalian butuh waktu berdua…”

  • Cintai Aku    Bab 78 - Pemeran Utama

    Sementara itu, di dalam kegelapan panjang yang ia rasakan… perempuan itu hampir mencapai cahaya besar di ujung terowongan. Langkahnya tertatih, tubuhnya lelah, tapi cahaya itu seolah memanggil.Sebelum ia menyentuhnya, sebuah tangan kecil menarik pergelangan tangannya.“Jangan ke sana,” ucap seorang anak laki-laki tampan, suaranya lembut namun tegas.Ia terperanjat melihatnya. Anak itu… begitu mirip seseorang.“K-kamu siapa?”“Belum waktunya ke sana. Lebih baik ke arah itu.” Anak itu menunjuk cahaya lain—lebih lembut, lebih hangat.“Di sana sudah ada yang menunggumu.”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status