Share

Dia yang Selama Ini Hilang

"Hwa-Young ...."


Aku membeku menatapnya. Perempuan yang selama ini tak ada kabar; sahabat yang selama ini menghilang, sekarang berada tepat di depanku. Ia Hwa-Young yang sama, tetapi penampilannya tak lagi sama. Perempuan yang berpenampilan tomboy, kini berubah fenimim. Rambutnya yang dulu hitam dan pendek, sekarang kecokelatan dan terurai sepunggung. Kini ia makin cantik dengan make-up natural.  Matanya yang lebar; hidungnya yang mungil dan sedikit mancung; serta bibirnya yang tipis, sekarang tampak lebih memesona. Namun, dari semuanya, yang paling berbeda adalah pakaian yang ia kenakan. Hwa-Young yang dulu selalu mengenakan kaus lusuh dan celana jeans sobek, berganti Hwa-Young yang dibalut mini dress ketat dan mempertontonkan lekuk dadanya yang proporsional, pinggang ramping, dan kaki yang jenjang. Inilah Hwa-Young yang sekarang; Hwa-Young yang berhasil membuatku terkesima dengan kecantikannya.


"Dae-Ho."


Aku terhenyak. "Hwa-Young ...."


Senyumnya teruntai seraya menghampiri. "Bagaimana kalau kita berbincang-bincang di luar. Rasanya sudah lama sekali, 'kan?!"


Aku mengangguk dan tersenyum canggung, masih tak percaya dengan pertemuan ini.


Hwa-Young pun tertawa kecil. "Kenapa? Terkejut melihatku? Tenang aku bukan hantu ..., dan masih tetap sama seperti Hwa-Young yang dulu."


"Tapi sejak kapan kamu kembali ke Seoul?"


"Nanti kuceritakan." Hwa-Young menggandeng tanganku. "Ayo."


Sebetulnya bukan kali ini saja kami bergandengan, tetapi baru sekarang jantungku berdegup kencang. Namun, Hwa-Young sama sekali tidak terlihat canggung.


***


Selama lebih dari setengah hari Hwa-Young menemani berbelanja. Dalam perjalanan pulang, tak henti-hentinya ia bercerita tentang kesehariannya di Perancis. Namun, setiap kali aku bertanya alasannya tak pernah memberi kabar, ia selalu mengalihkan pembicaraan. Entah apa yang terjadi. Yang jelas aku tak mau mengubah suasana ini menjadi tidak nyaman.


"Sekarang kamu menjadi Fashion Designer di Aleumdaun?" tanyaku.


"Yaaaa ..., begitulah. Kalau kamu?"


"Kemarin-kemarin aku bekerja sendiri sebagai trader. Tapi baru saja aku diterima di Byeoul."


Iris matanya membulat sempurna. "Wah! Byeoul!"


Kata-kata antusiasnya membuatku malu. Yah, siapa pun pasti akan bereaksi seperti Hwa-Young karena mereka tidak tahu alasannya aku dapat bekerja di perusahaan raksasa itu.


"Sejak kapan kamu tinggal di apartemen itu?" Aku berusaha mengalihkan topik.


"Tiga hari lalu. Tapi rasanya seperti sudah lama sekali. Tinggal sendiri, sepi, bagaimana tidak merasa waktu berjalan lambat?!"


Aku tertawa kecil. "Mulai sekarang kamu tidak akan bosan karena ada aku."


Hwa-Young menatapku sambil senyum-senyum. "Pasti."


Tak lama kemudian aku memutar setir, masuk ke parkiran apartemen.


Setiap kali berpapasan dengan laki-laki, pandangan mereka tidak lepas dari Hwa-Young. Baik ketika sedang berbelanja, maupun di apartemen. Tatapan mereka membuatku tidak nyaman. Sudah pasti mereka berpikir nakal ketika melihat Hwa-Young. Akhirnya kami tiba di lantai 9.


"Mau ke mana?" tanya Hwa-Young melihatku di depan unitku.


"Pulang."


"Gezz ...." Hwa-Young menarikku. "Kita belum merayakan pertemuan ini!" Lalu mengajakku masuk ke unitnya.


Aku duduk di ruang keluarga sambil menunggu Hwa-Young berganti pakaian. Tak lama kemudian, Hwa-Young keluar dari kamar. Ia mengenakan kaus tipis, dan celana pendek. Bra merahnya terlihat samar-samar dari kausnya. Hwa-Young meletakkan botol dan gelas di atas meja.


"Soju?"


"Yap! Kamu sudah berhenti minum?"


Aku menggeleng. "Setahuku kamu anti minuman keras."


"Itu dulu." Ia menuangkan minuman lalu memberikannya.


Menit dan jam berlalu. Tanpa terasa sudah hampir dua botol kami habiskan sambil berbincang mengingat masa-masa dulu. Wajah Hwa-Young sudah merah, ucapannya melantur ke mana-mana.


"Aduuuh ..., minum tanpa musik rasanya enggak enak banget. Nightclub, yuk!"


Aku terkekeh. "Jangan malam ini. Besok hari pertamaku kerja."


"Bukan itu maksudku," Hwa-Young berjalan sempoyongan ke meja TV, "tapi ini." Kemudian menyalakan tape di rak meja.


Musik disko pun mengentak. Hwa-Young mulai menari-nari. "Yeaaaa!"


"Hwa-Young, musiknya terlalu keras! Tetangga kita bisa marah!" Aku berseru, berusaha agar suaraku terdengar.


Hwa-Young tertawa. "Di lantai ini cuma kamu tetanggaku yang paling dekat."


Ia berjalan menghampiri lantas menarik tanganku. "Ayo! Nikmati sa—aah!"


Aku terpeleset dan mendorongnya jatuh. Aku tak sengaja menindih Hwa-Young dengan tangan tepat di dadanya. Tatapan kami bertemu, jantungku pun berdegup kencang. Melihat kecantikannya; merasakan dadanya turun-naik dalam genggaman; membuat milikku bereaksi.


Tidak. Dia sahabatmu, Dae-Ho!


Berkali-kali kata-kata itu menyeruak dalam hati. Percuma. Aku sudah tak bisa menahan diri lalu melumat bibirnya.


Hwa-Young tersentak, seraya mendorongku. "Jangan ...."


Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status