”Sekar?!” ungkap Meyra kaget sembari segera mendekat membuat sosok kurus itu tak lagi bisa menghindar. Wanita berambut sebahu itu kini hanya bisa menatap Meyra gamang dengan hati yang memendam bermacam rasa yang tak lagi mampu untuk ia lukis. Tatapan wanita bermata lebar itu segera berubah luruh ketika melihat senyum sahabat yang terkembang sempurna untuknya. ”Ya Allah Sekar? Sudah lama sekali kita tidak bertemu, bagaimana kabar kamu Sekar? Kenapa kamu sama sekali nggak bisa aku hubungi?” cecar Meyra dengan sangat antusias sembari meraih tubuh ringkih sahabatnya itu untuk ia peluk dengan sangat erat meluapkan segala kerinduan yang selama ini ia pendam. Bagi Meyra, Sekar bukan hanya sekedar sahabat. Kedekatan mereka sudah melebihi saudara. Selama mereka masih tinggal di Surabaya sudah terlalu banyak Sekar dan keluarganya memberikan pertolongan padanya. Sekar yang sering memberikan dia makan saat dulu Meyra kelaparan karena selama tinggal dengan ibu kandungnya sendiri Meyra sama seka
Meyra memasuki restoran bernuansa Betawi di depannya itu dengan langkah pasti karena matanya sudah menangkap sosok yang sudah menunggunya di sana sejak dari jauh. ”Sudah lama Mas, datangnya?” tanya Meyra pada sang suami yang siang ini mengajaknya makan bersama di restoran langganan mereka dulu. ”Barusan sampai, kamu mau pesan apa Mey? Apa soto betawi?” tanya Nehan bertanya penuh perhatian pada sosok wanita yang selalu dicintainya itu. Meyra tersenyum simpul. ”Aku kangen banget makan soto di tempat ini Mas, sudah sangat lama ya Mas kita nggak makan di sini,” ucap Meyra dengan tatapan matanya yang tampak berbinar. ”Sejak kita tinggal di New York, kita nggak pernah nyicipi makanan khas Indonesia kayak gini. Makanya sekarang aku ngajak kamu makan di sini,” tukas Nehan dengan tatapannya yang tampak sangat bahagia dengan kebersamaan mereka saat ini. Meyra segera melirik penuh arti pada sang suami masih menyunggingkan senyum gembiranya. “Aku seneng banget Mas, akhirnya kita bisa tingga
Untuk beberapa saat wanita cantik berambut indah itu menarik nafas sangat dalam. Ia ingin menguatkan dirinya untuk melihat lebih jelas sesuatu yang segera menjadi mimpi buruk untuknya. Dengan tangan gemetar ia raih bingkai foto itu yang memampang wajah sang suami bersanding dengan seorang wanita yang tak asing untuknya. Dia adalah sahabatnya sendiri yang bahkan baru saja ia temui di rumah sakit tadi pagi. Kesedihan dan rasa kecewa bercampur jadi satu. Menghujam hati Meyra dengan kepedihan, yang segera mengkristal dalam air mata yang kini mulai mengalir pada kedua pipinya yang sehalus pualam. Sampai kemudian Meyra mulai menyadari Arka yang ada di dalam gendongannya. Segera ia menelisik wajah Arka lebih dalam dan menemukan gambaran lain sang suami di wajah polos itu. Tangisnya semakin deras, meski ia menahan suara pilu agar tak menjadi sebuah isakan. ”Mama Mey, kenapa nangis?” tanya Arka polos. Meyra segera mengusap wajahnya yang basah dengan kasar. Ia menarik nafas dalam sembari
Nehan tetap menelisik wajah sendu istrinya dengan penuh rasa penasaran. ”Katakan sayang apa yang kamu inginkan?” Nehan kembali mengulangi pertanyaannya. Meyra memalingkan wajahnya bahkan mengurai pelukan sang suami yang membuat Nehan kian gusar. Meyra masih harus berusaha untuk menegarkan diri. ”Aku ingin kita bercerai Mas,” desah Meyra lirih namun terdengar tegas. Sontak permintaan itu mengagetkan Nehan hingga lelaki berkumis tipis itu membeliakkan mata. ”Apa maksud ucapanmu ini?” sergah Nehan sembari meraih lagi kedua bahu istri dan memaksa Meyra untuk menentang tatapannya. Meyra dengan kuat menentang tatapan itu, berusaha menunjukkan ketegasannya. ”Ceraikan aku Mas,” tandas Meyra lebih tegar. Nehan segera menggeleng gelisah. ”Kamu ini kenapa Mey?” Nehan semakin terlihat cemas. ”Aku mencintaimu jadi bagaimana mungkin aku akan menceraikan kamu.” ”Tapi aku wanita mandul Mas, dan aku tak akan pernah bisa membuatmu menjadi seorang ayah.” ”Itu tidak penting untukku.” ”Tidak
Nehan bertindak cepat ia segera memeluk pinggang ramping istri pertamanya, meminta pada Meyra untuk masuk ke dalam mobil yang sudah ia siapkan. Meyra bergeming dengan tatapan yang masih ia arahkan pada Sekar yang sedang menggendong bayinya. Pagi ini Sekar sudah diperbolehkan untuk membawa bayinya kembali ke rumah setelah hari sebelumnya sempat tertunda kepulangannya karena serangan demam yang tiba-tiba. Tak disangka ia malah bertemu dengan Meyra yang ia pikir sudah dibawa oleh suaminya untuk menempati rumah baru yang sudah dibeli. ”Ayo sayang, jangan sampai kamu datang terlambat ke klinik.” Nehan memberikan perhatiannya begitu lembut untuk istri pertamanya itu. Sebuah perhatian yang dilihat Sekar dengan tatapannya yang menunjukkan luka. Perhatian selembut itu selalu tak pernah ia dapatkan dari lelaki yang juga menjadi suaminya itu. Meyra termangu masih memandang pada wajah pias sahabatnya yang bahkan sekarang enggan menentang tatapannya. ”Bagaimana keadaan Ceria?” tanya Meyra pa
Meyra menjadi tak sabar dan kian mendesak, saat mendapati Rida masih saja diam tak segera menanggapi permintaan Meyra. ”Kumohon Bun, ceritakan semuanya padaku, saat mereka menikah,” desak Meyra mulai memohon. Rida memandang wajah putrinya yang pias dengan ekspresi yang sedih. ”Untuk apa menceritakan momen yang hanya akan menyakiti kamu?” Meyra menggeleng kecewa. ”Nyatanya sekarang mereka sudah menikah, dan memiliki anak-anak,” imbuh Rida begitu lugas. Kini Meyra tak dapat lagi menahan laju air matanya. Rasa kecewa dan sedihnya menjadi tak bisa ia kendalikan lagi. ”Jika kamu memang tak sanggup untuk menjalani kehidupan seperti yang juga aku jalani, lepaskan saja semuanya, jangan memaksa bertahan,” tegas Rida. Meyra tercekat diam masih terseret oleh kesedihannya. ”Sepertinya ini sudah menjadi garis takdirmu, mengikuti jejakku. Kita sama-sama wanita mandul dan suami kita terpaksa menikahi wanita lain demi mendapatkan keturunan. Nyatanya memang Nehan terpaksa menikahi Sekar karena
Nehan hanya bisa diam. Untuk beberapa saat ia tak membalas pertanyaan Meyra. ”Jawab aku Mas, apa kamu akan meninggalkan anak-anak Mas, bahkan sekarang Ceria baru saja keluar dari rumah sakit?” Meyra kemudian menggeleng tegas. ”Sebaiknya kamu pulang Mas, mereka lebih membutuhkan kamu daripada aku.” Kini ganti Nehan yang menggeleng lugas. ”Aku akan tetap bersama kamu karena aku merasa kamu yang lebih membutuhkan aku. Kamu sedang terpuruk saat ini dan aku ingin tetap berada di sisimu untuk menguatkan kamu.” Meyra berdecih lirih. ”Aku tak selemah itu Mas, aku bisa menghadapi ini sendiri. Jangan meremehkan aku Mas,” sergah Meyra tandas. Nehan menatap istrinya lekat lalu ia raih kedua lengan Meyra untuk mereka bisa saling berhadapan. ”Tapi aku mengkhawatirkan kamu, dan jangan mencegahku untuk selalu memberikan perhatian padamu. Aku yang tak bisa jauh dari kamu Mey, jadi aku mohon jangan suruh aku untuk pergi.” Meyra menarik nafas dalam-dalam, kesedihannya hadir dengan sangat terang
Meyra menentang sosok Sekar di hadapannya dengan sorot mata yang kian tajam memindai. ”Katakan saja apa yang kamu inginkan dariku?” tanya Meyra mendesak. Sekar memandang ragu kemudian menarik nafas begitu dalam. ”Aku hanya ingin meminta sedikit bantuanmu,” ucap Sekar tak yakin. Meyra mengernyit tegas. ”Bantuan apa?” ”Bantu aku untuk membuat Mas Nehan bisa mencintaiku juga.” Meyra berdecih lirih. ”Apa kamu tidak salah meminta ini padaku?” ”Nyatanya memang hanya kamu yang bisa melakukannya. Karena Mas Nehan mencintai kamu dan pasti dia hanya akan mendengarkan kamu.” Meyra menipiskan bibir, memberi senyuman yang agak mencibir. ”Apa kamu tidak berpikir jika permintaanmu ini sudah melukaiku?” sergah Meyra. Meyra menelisik sosok berwajah manis di depannya, sosok sahabatnya dulu dan mereka sudah begitu dekat. Melewati banyak hal bersama bahkan saling membantu di saat sulit ataupun senang. Sekarang Meyra malah mendapati bahwa sosok Sekar sekarang menjelma menjadi seorang saingan y