Share

Persetan Sama Descartes!

Tahu, tidak?

Aku menyerah!

Well.

Kamu ngira, sebagai sosok tokoh utama rupawan-cerdik nan baik hati, semua kelumitan kisah ini bakal berakhir dalam naungan bahagia yang anggun; wangi; dan nyaman?

Biar kuberitahu sesuatu:

Itu enggak bakal kejadian.

Malah.

Kini, aku malah terjerumus dalam lahan kotor penuh lendir dan lumpur.

Bener.

Sebuah kandang babi.

“Ya. Jangan lewatkan semuanya! Lemari-lemari, laci, perkamen. Lihat dokumen yang kira-kira penting juga.”

Ah!

Aku keceplosan bilang ini kandang babi, ya?

Tolong, lupain aja.

Kadang, orang emosi itu punya persepsi yang keliru.

Pemandangan kamar Lucian yang diobrak-abrik oleh cecunguk-cecunguk suruhanku ini merupakan lansekap mahakarya enggak bernilai.

Mona Lisa?

Kalah jauh. “Kumpulkan semuanya ke tempat yang sudah kubilang.”

Well, iya, kami masih—dan sepertinya akan selalu—bangkrut.

Jadi, satu-satunya upaya supaya orang-orang ini mau patuh dan tetap tutup mulut adalah merogoh kocek lebih dalam—dan itu bukan sekadar kiasan belaka, aku benar
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status