Beranda / Mafia / DI ATAS RANJANG MAFIA / 1. KLAN MAFIA RICITELI

Share

DI ATAS RANJANG MAFIA
DI ATAS RANJANG MAFIA
Penulis: Dewa Amour

1. KLAN MAFIA RICITELI

Penulis: Dewa Amour
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-13 09:55:12

"Shit! Beraninya kau mengotori kakiku!" gertak Michele dengan mata berapi-api.

Wanita itu tergugup dengan mata yang basah."Tu-Tuan, maafkan saya. Itu terlalu kental dan banyak. Saya tak mampu menelan semuanya," lirihnya ketakutan.

Masih dengan wajah yang dipenuhi emosi, Michele pun bangkit.

"Itu bukan urusanku! Aku sudah membayar mu! Kau benar-benar payah!" gertaknya seraya melempar wanita itu sampai terjerembab ke sofa.

"Ma-maafkan saya, Tuan." Wanita itu berusaha bangkit, lantas mundur ketakutan saat Michele mendekat.

Pangeran Mafia Riciteli, dengan tubuh polos tanpa sehelai benang pun berdiri di depan wanita itu. Dia menatapnya sudah seperti iblis yang ingin makan orang.

Percuma dia membayar mahal pada Madame Rose, ternyata wanita ini tidak mampu membuatnya merasakan kenikmatan sensasi yang diinginkan.

Dengan gerakan tak terduga, Michele menyambar revolver yang tergeletak di atas meja. Dia lantas menodongkan ujung senjata itu ke wanita di depannya. Tepat di pertengahan kedua alisnya, ia mengincar.

Wanita itu dibuat sangat terkejut sekaligus ketakutan. "Tuan, tolong maafkan saya! Jangan bunuh saya!" raungnya dalam tangis dan tubuh yang gemetaran.

"Kau tidak mampu membuatku puas. Matilah kau."

Duar!

Mata wanita itu membulat penuh, dengan mulut yang terbuka tanpa suara. Tubuhnya yang polos terhempas ke sofa tanpa perhitungan.

Lubang peluru tercetak di dahinya dengan sempurna bak sebuah maha karya. Matanya masih melotot saat tubuhnya terhempas tak bernyawa lagi.

Mendengar ada suara tembakan dari dalam kamar VIP di mana bosnya berada, Sergio dan dua orang bodyguard bergegas memeriksa.

"Bos, apa yang terjadi? Anda baik-baik saja?" tanya Sergio dengan wajah panik saat memasuki kamar.

Semuanya dibuat terkejut saat melihat wanita muda yang semalam mereka bawa sudah tergolek di sofa dengan kondisi mengenaskan.

Sementara Michele sedang berdiri sambil menutup kancing lengan kemejanya. Wajah pria itu tenang-tenang saja.

"Cepat singkirkan sampah itu dari sini!" perintahnya acuh tanpa memalingkan pandangan dari siluet yang muncul pada standing mirror di depannya.

"Baik, Bos!"

Sergio segera menyuruh dua orang bodyguard untuk mengurus mayat wanita di sofa. Dia tidak banyak bertanya pada Michele.

Sergio Lorenzo, pria itu sudah bekerja pada ayah Michele sejak lama. Hingga saat Bos Besar Mafia wafat, Sergio mengabdikan seluruh hidupnya untuk melayani Michele selaku ahli waris Kerajaan Mafia peninggalan Don Lazaro Riciteli selanjutnya.

"Bos, Tuan Alberto ingin menemui Anda."

Empat jam berlalu, Sergio menemui Michele yang sedang duduk santai di teras balkon sambil menikmati sebatang rokok.

"Mau apa pria tua itu menemuiku? Apakah dia sudah bosan hidup?"

Michele menanggapi dengan acuh. Bibirnya mengulas senyum getir melihat seekor kupu-kupu yang sedang hinggap pada kuntum-kuntum Jacaranda.

Sedikit ragu Sergio menjawab, "Sepertinya Tuan Alberto ingin melihat putrinya."

Michele masih bergeming dengan pandangan dingin ke arah makhluk indah di luar jendela. Entah apa yang pria itu sedang pikirkan.

Ada rumor yang mengatakan jika Michele tak hanya mengidap penyakit langka, tetapi dia juga seorang psikopat.

Menghabisi nyawa orang sudah menjadi passion pria itu. Bahkan, dia selalu membawa pistol ke mana pun dirinya pergi, dan menyimpannya di bawah bantal saat ia tertidur.

Baginya, kupu-kupu tak berbeda dengan para jalang yang sudah dirinya bayar. Mereka payah dan tidak berguna.

Sergio hanya memandangi dengan perasaan tak habis pikir. Kenapa Tuan Muda Riciteli memiliki kelainan aneh seperti itu?

Tak hanya gemar menyiksa makhluk kecil semacam kupu-kupu, Michele juga sering menyayat lengan para pelayan di mansion jika sedang bosan. Bahkan menembak para bodyguard tanpa alasan.

Dia tidak hanya psikopat, tetapi juga monster yang mengerikan!

Sergio sangat terkejut saat Michele menoleh ke arahnya. Manik kebiruan pria itu membuatnya takut. Dia bergerak mundur satu langkah saat Michele mendekat.

"Katakan, apa gadis bodoh itu masih hidup?" tanya Michele pada Sergio sambil memainkan pistol di tangannya.

"Masih. Namun, sepertinya dia sudah sekarat."

Sergio dibuat terkejut saat Michele melotot padanya. Apakah dia salah berucap?

"Kenapa dia belum mati juga? Aku tak mau Alberto kembali berkumpul dengan putrinya," desis Michele ke wajah Sergio.

"Jika itu keinginan Anda, maka aku akan menghabisinya." Sergio berusaha tenang meski tatapan tajam Michele nyaris membunuhnya dalam rasa ketakutan.

"Kau sudah bekerja keras selama ini, kali ini biar aku yang mengurus gadis itu. Kau pergilah, hubungi Alberto dan katakan jika putrinya akan segera di pulangkan," ucapnya, lantas mundur dari hadapan Sergio disertai seringai tipis yang mengerikan.

Sergio menghela nafas panjang. Apa yang mau Michele lakukan pada gadis malang itu? Dipandangi punggung lebar pria itu yang menjauh darinya.

***

"Selamat sore, Bos!"

"Silakan masuk!"

Michele berjalan cepat memasuki ruangan yang berada di lantai bawah tanah sebuah markas ilegal. Dua orang bodyguard membuka pintu untuknya dan mengantarnya masuk.

Ruangan dengan pencahayaan remang menyambut, Michele menghentikan langkah agak jauh dari beberapa pria yang sedang mengelilingi sebuah meja biliar.

Di tengah meja biliar itu tampak seorang gadis yang terlentang pasrah tanpa busana. Tangan dan kakinya terikat ke masing-masing sisi meja. Kondisinya sangat mengenaskan.

"Berikan aku kabar terbarunya," ucap Michele seraya menaruh sebatang cerutu di mulutnya dengan santai.

"Gadis itu sudah tidak dibutuhkan lagi. Orang-orang politik sudah melakukan koalisi."

Seorang bodyguard bergegas maju dan langsung menyalakan korek api untuk bosnya. Michele menghembuskan asap cerutunya ke udara. Kemudian dia berjalan menuju gadis itu.

"Kami sudah membantainya dua hari ini. Dia cukup menyenangkan," ucap seorang pria yang berdiri di sekitar. Mereka anak buah Michele.

"Benarkah?" Michele menyeringai tipis sambil memandangi gadis yang sedang tergolek tak berdaya di hadapannya.

Tubuh gadis itu dipenuhi jejak kekejaman, luka gigitan dan sayatan yang menjadi peta penderitaannya selama dua hari terakhir.

Tiga hari yang lalu orang-orang Michele menculik gadis itu dari kampus. Dia putrinya Alberto--si pesaing partai kolega Michele. Mereka hanya di bayar untuk menculiknya karena perang politik yang sedang terjadi di antara dua kubu partai.

Emily Castaro, gadis tak berdosa itu harus menjadi korban penculikan, penyekapan dan kekerasan yang dilakukan komplotan para Mafia.

Usianya baru 20 tahun, dia nyaris tewas karena penyiksaan yang dialaminya selama dua hari terakhir.

"Tinggalkan aku sendiri!" perintah Michele pada semua anak buahnya.

"Baik, Bos!"

Semua orang pergi. Tinggallah Michele dan Emily di ruangan itu.

Pria tinggi dengan gambar tato di pergelangan tangannya tersenyum manis seraya mencondongkan wajahnya pada Emily. Gadis itu menatap Michele penuh amarah dan ketakutan.

"Gadis belia yang malang. Sebelum mati kau harus tahu siapa orang di balik semua ini," bisik Michele ke wajah Emily yang pucat. Jemarinya membelai pipi hingga rahang lebam gadis itu.

"Tuan, kumohon lepaskan aku. Biarkan aku pulang," lirih Emily dengan tatapan sendu. Suaranya nyaris tidak terdengar.

Michele menggeleng."Tidak, Sweetie. Jika kau pulang maka para gangster akan menangkapmu. Ayahmu memiliki banyak masalah dan musuh. Dia yang membuatmu berada di sini," bisiknya lagi.

"Itu tidak mungkin," lirih Emily.

"Mungkin saja, karena ayahmu lebih memilih partainya daripada putrinya sendiri. Kau tahu itu?" desis Michele, lantas menyeringai tipis.

Emily terdiam dalam rasa kecewa. Teganya sang ayah telah menjadikan dia korban untuk kelancaran partainya. Dia tak bisa percaya semua ini.

Melihat Emily menangis, Michele mulai muak dibuatnya. Kemudian diraih kawat baja dari saku jas hitam yang membalut tubuh atletisnya. Dengan cepat dia menjerat leher gadis itu.

"Aarkkhh!" Emily sangat terkejut saat Michele menjerat lehernya.

Dia mengerang kesakitan. Kawat baja itu amat dingin dan tak kenal ampun, mengklaim lehernya dengan eratan mematikan. Dia tak bisa berontak, sebab kedua tangan dan kakinya diikat.

Matanya yang basah menatap ke wajah Michele. Tatapan itu memohon padanya. Namun, Bos Mafia sadis menolaknya. Tangannya semakin kuat menjerat leher gadis itu.

Tangan dan kaki Emily berhenti bergerak. Mata basah gadis itu melotot ke atas.

Bekas kawat baja mengukir sebuah garis merah gelap di leher Emily. Darah segar mulai merembes, menyerupai kalung beludru yang mengerikan.

Dia terbaring anggun dalam kebinasaan, seperti patung yang baru saja diukir dengan ketidakpedulian yang brutal.

"Tidurlah, Sayangku. Tugasmu sudah selesai di sini," bisik Michele ke telinga Emily. Bibirnya menyeringai tipis melihat gadis itu sudah tak bernyawa lagi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DI ATAS RANJANG MAFIA    11. Meghan Di Culik

    "Aku belum tahu namanya siapa, tapi aku yakin dia tidak sekejam dan psikopat seperti yang kau pikirkan," ucap Meghan pada Moly.Saat ini mereka sedang berada di perpustakaan kampus.Moly berusaha menyadarkan Meghan dari kegilaannya pada si Tuan Mafia yang dia ceritakan. Menurut Moly, pria itu sangat berbahaya dan tidak seharusnya Meghan bertemu dengannya lagi. Namun apa yang ia dengar pagi ini benar-benar gila! Meghan bertemu dengan si Tuan Mafia itu, bahkan mereka bercinta di lorong gelap sebuah bar?Dia benar-benar tak habis pikir."Kau bisa mengencani pria lain, tolong jangan lagi bertemu dengan pria aneh itu!" Moly menegaskan karena dia memikirkan keselamatan Meghan."Kau sangat lebay! Aku baik-baik saja, dan dia tidak berbahaya, kok!"Meghan tidak terima saran dari Moly."Aku mau bertemu dengannya lagi, dan mungkin kami akan bercinta lagi, itu sangat extrim dan aku menyukainya," ucapnya lagi pada Moly sambil meraih buku tebal yang sedang dipegang oleh gadis berambut keriting itu

  • DI ATAS RANJANG MAFIA    10. SEBATAS KESENANGAN

    "Aku tidak melihatnya di sekitar sini. Apa kau sudah membohongiku, hah?!" Jose bicara pada seorang bartender sambil mencengkeram kerah kemeja pria itu. Dia menatapnya dengan tajam. Si bartender tergugup ketakutan. "Aku bersumpah melihatnya di sini, tapi sepertinya mereka sudah meninggalkan bar!" "Shit!" Jose mendengus kesal seraya melepaskan si bartender lantas pergi. "Mereka sudah pergi dari bar, aku gagal menyadap ponselnya." Sambil mencari-cari Meghan, Jose menelepon temannnya. Langkah sepasang boot hitam itu terayun menuju ke luar bar. "Kemana perginya Meghan? Astaga, aku harus segera pulang." Pria dengan jaket hitam itu bicara sendiri kali ini sambil menyapu pandangan ke sekitar. Dia masih belum menemukan Meghan. "Ahhh, hmmmh," desahan dan erangan itu terdengar dari lorong di sudut bar yang sepi dan gelap. Meghan berdiri dalam kendali Michele. Punggungnya sudah merapat ke dinding. Sementara tubuh mereka berdentum dalam irama yang brutal dan liar. Sensasi yang di t

  • DI ATAS RANJANG MAFIA    9. SEBUAH KECUPAN

    Jose baru kembali ke unit apartemennya di pusat kota. Dia sedikit terkejut melihat sepasang sepatu wanita yang berserakan di depan pintu. Meghan? Apa dia sudah kembali? Pertanyaan itu muncul di kepalanya. Dia yang sangat mencemaskan Meghan segera menerobos masuk untuk melihat adiknya. Meghan sedang menonton drama romantis saat Jose tiba di dalam. Pria itu tersenyum lega melihat adik perempuannya tampak baik-baik saja. Lantas ia bergegas menghampiri Meghan. "Gadis bodoh! Kemana saja kau? Kenapa tidak meneleponku? Dasar bodoh!" gerutu Jose sambil memukul bahu Meghan seraya mendaratkan bokongnya pada sofa kosong di samping sang adik. "Ih, apaan sih?!" Meghan mengerang kesal, lantas membalas memukul-mukul punggung Jose. Sang kakak hanya tertawa melihat Meghan marah-marah padanya. "Aku lapar, bisakah kita makan di luar?" tanya Meghan dengan wajah memanja pada sang kakak. Jose mengangguk. "Baiklah, kita makan ayam goreng malam ini. Bagaimana?" jawabnya seraya menatap Meghan yang seda

  • DI ATAS RANJANG MAFIA    8. CLUB DEWASA

    Seorang pria terlihat berjalan cepat setelah keluar dari sebuah kedai ayam goreng di pinggiran kota.Jaket hitam seharga 20 dolar yang ia kenakan terlihat cocok membalut tubuhnya yang tinggi sekitar 1,85m dan memiliki postur atletis.Topi hitam membuat wajahnya tidak kelihatan jelas meski lampu di sepanjang jalan berhasil menciptakan bayangan tubuhnya.Sambil menenteng bungkusan berisi potongan dada ayam goreng, pria itu berjalan menyusuri lorong kecil menuju tempat pembuangan sampah.Aspal masih tampak basah akibat hujan lebat yang mengguyur kota petang tadi. Pria bertopi melanjutkan langkahnya menuju sebuah gedung kosong yang berada di belakang tempat pembuangan sampah.Setelah membuka gembok pintu gedung di depannya, ia bergegas masuk. Sepatu boot hitam terayun memasuki ruangan dengan pencahayaan remang.Seorang pria dengan banyak luka perban di tubuhnya mengangkat sepasang matanya melihat dia datang. Alberto Castato, pria yang tubuhnya dipenuhi perban itu."Aku tak bisa berlama-la

  • DI ATAS RANJANG MAFIA    7. AKU MAU GADIS ITU

    Moly baru saja keluar dari kamar mandi saat mendengar pintu apartemennya di ketuk dari luar. 'Siapa yang datang?' Ekor mata gadis berambut pirang itu melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjuk angka delapan. Sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk, Moly berpikir. Pintu kembali di ketuk. Kali ini semakin keras dan berulang-ulang. Jantung Moly berdegup kencang. Dilempar handuk di tangannya. Kemudian secara perlahan dan curiga, gadis itu berjalan menuju pintu. Rasa cemas membuat jarinya sampai gemetaran. Moly mengintai dari celah kecil pada pintu sebelum meraih handel keemasan di depannya. "Kenapa lama sekali membuka pintunya?!" Meghan menyambut dengan wajah kesal saat pintu dibuka. Setelah menoleh ke kanan dan kirinya, ia menerobos masuk. Moly dibuat mematung sesaat melihat siapa yang datang. Setelah berhasil menetralkan rasa terkejutnya, dia bergegas menutup pintu, lantas berjalan cepat menuju Meghan. "Astaga, aku lapar dan haus. Apa kau punya makanan?

  • DI ATAS RANJANG MAFIA    6. MALAM PENUH SENSASI

    Malam merangkak larut. Meghan berusaha terjaga meski rasa kantuk menyerang. Dia tak boleh lengah. Hingga sosok tinggi sudah berdiri di hadapannya, gadis itu hanya berpura-pura tidur. "Kalian berjaga-jagalah di luar," perintah Michele pada Paolo dan dua orang anak buahnya. Suaranya nyaris tidak terdengar. "Selamat menikmati hidangan malammu, Bos." Paolo menyeringai tipis lantas pergi. Pria itu sempat melirik pada gadis di tengah ranjang sebelum benar-benar enyah. Michele masih memasang wajah dingin. Sepasang tungkai panjang itu diayunkannya menuju ranjang. Mata elangnya mengamati jengkal demi jengkal tubuh ramping di depannya. 'Hei, apakah dia sudah tidur?' Pertanyaan itu muncul di hatinya seraya memandangi Meghan dengan kedua tangan di masukan ke dalam saku celana kainnya. Meghan yang sedang berpura-pura tidur sangat terkejut saat tubuh kekar naik ke atas tubuhnya. Dia berusaha memejamkan mata rapat-rapat. Meghan ayo tidur! Tuan Mafia sudah datang. Pria itu tak boleh sampai ta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status