Dada Jia berdebar saat ini, ia hampir saja mengeluarkan kemampuan bertarungnya jika bukan karena seseorang tiba-tiba masuk.
"Maaf Tuan Maxio, tapi pihak dari Australia sedang menunggu Anda." Ucap seorang Pria paruh baya, dengan menunduk hormat.Mendengar itu, Revandro sontak melepaskan cekalan tangannya dari rambut Jia dan pergi dari tempat itu tanpa sepatah katapun.Sedangkan Jia? Ia tiba-tiba terduduk di kasur ketika rasa nyeri di kepalanya, ia pikir itu karena benturan beberapa saat yang lalu."Anda tidak apa-apa Nyonya?" Tanya Pria paruh baya tersebut, mendekati Jia. "Nyonya?""Aku bukan Nyonyamu!" Desis Jia tajam, tak suka jika dirinya di panggil dengan panggilan Nyonya. Rasanya ia sudah sangat tua, lagipula ia tidak sudi jika harus di sebut demikian hanya karena orang-orang menganggap dirinya sebagai calon Istri Revandro.Pria paruh baya itu sedikit tersentak, untuk beberapa saat ia diam mengamati calon Nyonya,nya itu. Kalau di pikir-pikir, Wanita di depannya merupakan satu-satunya Wanita yang di bawah sang tuan di dalam kamarnya.Meski rasanya terjadi pertentangan antara keduanya, tapi sepertinya Dia tahu alasan sang Tuan memilih Wanita di depannya sebagai Istrinya."Bisa buatkan aku telur rebus dan bubur? Aku lapar." Kata Jia di sela-sela tangannya menutupi luka kecil pada dahinya, yah memang ia tidak suka tempat ini. Tapi ia juga tidak mau bersikap kekanak-kanakan dengan merajuk tidak ingin makan, ia bukan wanita seperti itu.Pria paruh baya itu tersenyum lembut, sebelum akhirnya keluar untuk memenuhi permintaannya."Frans Oasis." Guman Jia pelan, saat menyadari siapa Pria paruh baya yang kini menghilang di balik pintu.Frans Oasis, Dia merupakan pembunuh bayaran kelas kakap yang tidak pernah tunduk pada siapapun. Tidak! setelah dirinya melihat kepala Pria itu tertunduk untuk Revandro beberapa saat yang lalu.Membuktikan kekuasaan Pria itu yang amat sangat besar, sampai tidak ada yang bisa menandinginya."Shit! Sialan!" Umpatnya kesal mengetahui fakta itu.Ceklek!"Ini makanan yang Anda minta, apa Anda perlu sesuatu yang lain?" Tanya Frans dengan ramah, namun ia tahu Pria paruh baya itu sedang memakinya dalam hati.Tapi dari pada itu, "Sejak kapan Anda bekerja dengan orang gila tadi?" Tanya Jia terselip hinaan secara langsung kepada Revandro.Frans tersenyum, "Entahlah, mungkin sudah lebih dari 20 tahun lamanya. Kenapa Anda-"Uhuk!Uhuk!"Makanlah dengan perlahan, jika Anda tersedak kemudian mati. Nyawa saya bisa diambil Tuan Revandro." Ucap Frans lagi saat perkataannya sempat tertunda karena batuknya Jia.Disatu sisi, Jia tersedak bukan karena kelalaiannya dalam memakan makanannya. Tapi karena mengetahui fakta jika Frans telah bekerja dengan Revandro untuk waktu yang lama, lalu bukankah itu berarti setiap kasus yang berhubungan dengannya juga berhubungan dengan Revandro?Jia diam dengan tatapannya yang mengarah pada Frans, menghentikan makannya. Wajah Jia tiba-tiba berubah menjadi serius, membuat Frans waspada."Bisa Saya tahu nama Anda?" Tanya Jia, dan well... benar saja, Frans seketika menegang. Meski rasanya Pria itu sudah terbiasa dengan pertanyaan itu, tapi entah mengapa ia merasa jika Wanita di depannya tengah menguji dirinya saat ini."Nama saya Gilbert-""Anda bohong." Potong Jia yang membuat Frans semakin was-was.Menarik nafas, "Apa Anda mengenal saya Nyonya?"Jia terdiam, ia masih menatap serius orang di depannya. Kemudian tertawa usil, "Haha! Maaf Pak tua, Saya bercanda tadi. Oh iya, syukurlah Anda bukan orang yang saya pikirkan. Jadi sepertinya tidak masalah,""Memangnya orang seperti apa yang Anda pikirkan?"Bersambung"Oh, dulu aku pernah membaca sebuah surat kabar. Dimana orang di surat kabar itu mirip dengan Anda, Anda tahu? Orang itu adalah seorang PEMBUNUH! Dia juga sadis, sayang dia belum di tangkap sampai saat ini." Jelas Jia dengn menekankan kata 'pembunuh' pada kalimatnya.Hal itu tentu saja membuat Frans curiga pada wanita di depannya, tapi ekpresi Jia membuat ia mau tidak mau harus percaya jika Wanita di depannya memang tidak tahu siapa dirinya."Ya, sepertinya orang-orang juga menyebut saya mirip dengan seseorang. Mungkin orang yang Anda bilanglah mirip dengan saya," Balas Frans berusaha santai."Oh ya? Hmm bisa kupahami, tapi Gilbert. Eh, apa tidak masalah kupanggil nama saja? Anda, kan. Lebih tua dari saya?""Tidak masalah,""Emm, Aku tahu ini tidak sopan. Tapi ada apa dengan bekas luka di wajah Anda?" Tanya Jia yang sudah pasti berusaha mempermainkan Frans, ia ingin tahu seberapa hebat Pria di depannya mengarang cerita.Frans terkejut untuk beberapa saat, meski rada keterkejutan itu t
Jia menahan nafas saat Revandro naik keatasnya, perlahan memecah jarak di antara mereka. Mata Revandro menatap dalam Jia, begitupun Jia yang menatap Revandro.Hampir saja bibir mereka bersentuhan, jika Revandro tidak menghentikan gerakannya. Saat ini, bahkan ia bisa merasakan hembusan nafas Pria itu menerpa wajahnya.Untuk sesaat keduanya terdiam..., Sampai..."Kau tahu, aku mungkin bisa saja membuatmu menjadi milikku sepenuhnya sekarang ini. Tapi tidak kulakukan untuk menghormatimu, tapi jika sikapmu begini terus. Aku tidak yakin bisa menahannya, kau tahu maksudku, kan?"Yah, Jia bukanlah wanita polos. Ia tentu saja paham betul arti dari perkataan Revandro, tapi kenapa dirinya masih bisa tidam takut pada perkataan yang mungkin akan menghacurkan masa depannya?Memikirkan itu, ia pikir. Revandro telah menyihirnya, tapi itu hanya untuk sesaat. Sebelum akhirnya ia sadar, bahwa ia tidak berada di negeri fantasi."Menjauhlah dariku!" Tekan Jia yang berusaha keluar dari situasi absurd ini,
Perkiraan Jia bahwa Revandro akan menusuknya nyatanya salah, Pria itu malah dengan lancangnya menempelkan bibir pada bibirnya. Hanya sebatas menempel, tidak lebih. Jia menatap dalam Revandro begitupun sebaliknya, meski Jia tahu apa yang di lakukan Revandro keterlaluan. Tapi masalahnya ia tidak menolak, hanya diam. "Sebenarnya apa yang kau inginkan sayang? Kau tahu aku mampu memberi apapun yang kau inginkan, tapi diantara itu semua. Mengapa, mengapa harus kebebasan?" Ucap Revandro yang menghentikan aksinya. Dengan lembut ia menyapu wajah Jia, pelan dan lembut penuh dengan kasih sayang. Seakan sosok kejam beberapa saat yang lalu tidak pernah ada, "Minta yang lain ya?" Sambung Revandro. Jia mengangkat satu alisnya, walau enggan. Tapi sebenarnya Jia pernah memikirkan hal yang selain kebebasan, 'Taman bermain' dari dulu itu selalu menjadi harapan Jia.Revandro melihat harapan dalam retina mata Jia, ia kemudian beranjak dari atas tubuh Jia dan memposisikan Jia menjadi duduk. "Aku tahu
Jia terkekeh pelan, langkahnya pun terhenti sesaat ia melihat beberapa balon yang sepertinya sengaja di tinggalkan pemiliknya. Menatap lama, membuat Jia tidak menyadari bahwa dirinya tengah diincar seseorang dari jarak yang jauh. Menyadari hal itu, Revandro segera menarik Jia berlari. Dan benar saja... DOR! DOR! DOR! tembakan beruntun dilepaskan, keadaan yang tenang perlahan berubah menjadi bising akibat baku tembak antara anak buah Revandro dan orang-orang tak di kenal. Masuk kesebuah toilet, Jia menatap Revandro yang mengeluarkan senjata api dari saku jasnya. "Bukankah aku merepotkan?" Tanya Jia di tengah situasi yang menenganggkan. Revandro menatap Jia, lalu tersenyum kecil. "Entahlah, aku masih belum yakin." Jawab Revandro. Jia mengepalkan tangannya, sampai... "Mereka berlari ke arah sini.""Apa kau yakin?""Diamlah mereka bisa dengar!"Percakapan singkat itu, menjadi bukti bahwa ada orang-orang bodoh yang mengikuti mereka. Mengintip melalui bilik, mata Jia memicing tajam
Bahaya! Jika Revandro mengambil alih maka sudah dipastikan target itu tidak akan mati dengan mudah, atau bisa dibilang disiksa sampai mati.Berjalan masuk kesebuah cafe, semua mata tertuju padanya. Oleh karena penampilannya yang bersimbah darah, membuat atensi teralih padanya. Sampai kedatangan Revandro dengan para anak buahnya mengusir mereka semua dengan paksa, hingga tersisalah Jia dan dirinya yang saling menatap."Pulang," ucap Revandro tajam, yang tak ditanggapi oleh Jia. "Baby pulanglah-""Kalau aku tidak mau?!" Balas Jia dengan sorot seakan tengah menantang lawannya.Mengepalkan tangannya erat, Jia melihat Revandro berusaha menahan amarah karena balasan dari mulutnya. Tersenyum remeh, Jia berkata... "Jangan kau pikir patuhku beberapa saat yang lalu, membuatmu lupa akan perilakumu!" Sambungnya.Atmosfer berubah, jelas perkataan Jia memancing sisi lain Revandro muncul. Hingga sorot amarah dari matanya berubah menjadi tenang, namun ketenangan itu bukanlah sesuatu hal yang baik di
Tenggelam dalam pemikirannya, Jia tidak menyadari akan kehadiran seseorang. "Nona?" Bingung orang itu yang diketahui merupakan pelayan, Wanita paruh baya itu bernama Margaret."Huft!" Membuang nafas kasar Jia sadar seketika Margaret memanggilnya, tanpa mengubah posisinya. Ia menatap Margaret yang terlihat membawa sebuah gaun beludru merah di tangannya, berdecak dalam hati Jia bangkit.Tanpa berkata apapun ia yakin jika gaun itu di sediakan Revandro, yah mengingat hanya Pria itu yang mampu bersikap perhatian. Berarti Vier sudah pergi, kan? Tapi walau begitu ia tidak ingin mengenakan gaun itu."Jangan bilang jika aku harus memakai gaun itu?" Ungkap Jia dengan satu jari telujuk yang mengarah pada gaun di tangan Maragaret."Iya. Bos sendiri yang memilihkan gaun ini untuk Nona," Balas Margaret dengan seutas senyum kecil."Aku tidak mau, lagipula aku tidak suka pesta-""Tidak Nona, maksud Bos mengirim gaun ini untuk di pakai makan malam. Bos ingin makan berdua dengan Anda," Jelas Margaret y
Setelah kejadian suram berlalu, Margaret kini terlihat tengah mendandani Jia. Yah, Jia cukup risih dengan penampilannya saat ini yang terlibat bagai countess bangsawan eropa pada abad pertengahan dengan gaun merahnya yang mencolok. Ah... Jangan lupakan cincin permata, kalung, gelang mewah yang melekat pada tubuhnya.Untuk beberapa saat ia terkekeh pelan melihat penampilannya, bagus! Tinggal di tambah mahkota saja, maka Dia akan berubah menjadi jelmaan Ratu Elisabeth yang memimpin britania raya."Sudah lama sekali." Guman Jia sangat amat pelan, yang terdengar hampir seperti sebuah bisikan. Sehingga Margaret tidak dapat mendengarnya, apalagi wanita itu terlihat fokus pada kegiatannya.Bernafas berat, ia termenung. Ingin rasanya ia mencabik-cabik Revandro saat ini, dan mengulitinya hidup-hidup. Eh, tunggu! Mengapa ia bisa berpikiran kejam bak psikopat itu? Tidak, ia hanya bercanda. Oke?Sampai lamunannya buyar oleh perkataan Margaret yang tiba-tiba, "Mari keluar Nona, Bos sudah menungg
Setelah beberapa saat berjalan, Jia akhirnya sampai di tempat makan. Tempat Revandro menunggunya, ia kemudian duduk berhadapan dengan Revandro.Beberapa detik hanya terdengar dentingan alat makan yang saling beradu. Keheningan terjadi, Jia tampaknya enggan untuk membuka suara. Dan sepertinya, Revandro juga bersikap acuh tak acuh.Tapi bukan tak mungkin jika Revandro terus melirik Jia lewat ekor matanya, mengawasi ekpresi Perempuan di depannya yang datar.Jelas saja ekpresi Jia tidak bersahabat dan masam, lagipula siapa juga yang mau di lihat secara intens saat makan? Dari tatapan Revandro, Jia tahu jika Pria itu tengah menganggumi parasnya. Ditambah lagi, aura yang ia keluarkan adalah aura khas keturunan Hernso. Membuat Jia menjadi sangat berbeda di mata Revandro.Detik berikutnya, Revandro melepas pandangannnya dari Jia. Meminum winenya sekali teguk, sebelum kembali menatap Perempuan itu. "Ada yang ingin kau katakan?" Tanya Revandro saat Jia balas menatapnya."Apa kau tidak akan mele