Share

Terbangun di tempat yang berbeda

"Akht! Kepalaku." Jia terbangun dari pingsannya, terbangun di kamar yang bukan miliknya tidak membuat ia panik sedikitpun. Karena ia yakin, jika keberadaannya di tempat ini adalah ulah Revandro Maxio.

Dan benar saja, "Sudah sadar rupanya." Ucap Revandro dengan setelan jasnya, memasuki ruangan. "Apa yang kau rasakan?"

Meski enggan, tapi Jia tetap menjawab. "Pusing."

Revandro menganggukan kepalanya, ia kemudian memberikan segelas air putih yang ia tumpah saat memulai pembicaraan beberapa saat yang lalu.

Jia menerima air tersebut dan meminumnya hingga tandas, setelahnya Jia menatap Revandro dengan tatapan meminta penjelasan.

"Entahlah, tapi kurasa kau cocok menjadi istriku." Jawab Revandro, yang membuat Jia tersedak ludahnya sendiri.

Istri? Oh ayolah jangan bercanda, seorang Mafia sekelas Revandro ingin dirinya menjadi istrinya? Ia rasa Pria itu sedang bercanda saat ini-

"Aku tidak bercanda, jadilah istriku. Maka akan kuberikan apapun yang kumiliki padamu, aku akan berusaha untuk memenuhi keinginanmu."

"Apa di mata Anda, saya adalah perempuan yang menginginkan semua itu?"

"Lalu apa yang kau inginkan?"

"Kebebasan,"

"Tidak bisa!" Tekan Revandro, yang membuat Jia terkekeh pelan. Sudah ia duga, keinginannya memang tidak bisa ia dapatkan dengan mudah.

Revandro mengangkat tangannya, bermaksud untuk membelai wajah Jia. Namun sebelum ia melakukannya, tangannya sudah di tepis kasar.

Jia tahu Revandro adalah orang yang tidak suka jika keinginannya di tolak, tapikan Revandro tidak tahu jika ia mengenal Pria itu? Sehingga mungkin tidak masalah ia menolak perlakuan Revandro, Pria itu mungkin akan memakluminya karena tidak tahu apapun tentangnya.

Benar saja, Revandro hanya menatapnya dalam diam. Berusaha untuk sabar dengan sikap dan perilaku kasar Jia padanya, Revandro pikir wanita itu belum mengenalnya dengan baik.

"Jangan berbicara formal denganku, itu perintah jika tidak ingin ku lukai. Bersikaplah seperti pertama kali kau menolongku, itu akan memperpanjang umurmu." Ucap Revandro dengan penuh ancaman di dalam setiap kalimatnya, berpikir jika Jia akan patuh.

Untuk beberapa saat Jia tidak merespon, ia hanya diam menatap keluar jendela. Sampai...

"Apa kau mendengarku-" Perkataan Revandro tertunda melihat Jia yang tiba-tiba menundukan kepalanya, di detik berikutnya punggung Jia bergetar.

Ia menangis, entahlah. Jia bukanlah sosok wanita cengeng, tapi rasa kegagalannya untuk bebas membuat dirinya sakit hati. Karena usahanya selama ini harus sia-sia, usaha yang di susun selama beberapa tahun terakhir itu harus musnah karena kebaikan hatinya sendiri.

Berpikir jika Jia menagis karena perkataannya membuat Revandro menyeringai, katakanlah ia Pria terkejam yang pernah ada saat itu. Karena Revandro terlihat senang melihat Jia yang tengah terisak di depannya.

"Jika sayang pada nyawamu, maka menurutlah padaku."

Revandro kemudian menarik sebuah kursi dan duduk di depan Jia yang tengah terisak, menganggap tangisan Jia sebagai tontonannya.

Beberapa saat berselang, Jia akhirnya menghentikan tangisannya. Lalu mengangkat kepalanya, menatap secara langsung Pria di depannya.

"Aku akan menurutimu untuk tidak berbicara formal." Ucap Jia yang membuat Revandro menganggukan kepalanya, merasa menang.

Jia yang sedari tadi menahan kekesalannya, sontak bergerak dengan cepat merebut pistol pada samping celana Revandro. Kemudian menodongkannya pada Pria itu, Tapi...

"Kau cukup cepat, tapi apa kau bisa menarik pelatuk secepat kau merebutnya calon Istriku?"

Deg!

Tangan Jia tiba-tiba bergetar, bersamaan dengan itu pemikirannya tentang hidup normal muncul. Hidup normal berarti tidak membunuh, itulah yang ia percayai.

"Sepertinya calon Istriku tidak sanggup menariknya ya? Tidak apa-apa, biarkan calon Suamimu membantumu."

DORR!

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status