Share

Merusak Hari Penting

Author: Norasetyana
last update Last Updated: 2021-09-21 20:00:41

"Maksudmu, kamu meminta kembali mahar yang sudah kamu berikan padaku?" tanyaku pada Mas Bayu.

"Tentu saja kau harus mengembalikan mahar itu," jawabnya tanpa ragu. Mas Bayu berhenti bicara sejenak untuk mengambil napas.

Tidak ada rasa bersalah sedikitpun di antara perkataanya. Semua diucapkan dengan yakin.

Seharusnya dia malu mengatakan semua itu. Meminta kembali mahar yang sudah dia berikan, setelah apa yang sudah dia lakukan kepadaku. Seperti mencabik harga dirinya sendiri.

"Anggap saja pernikahan kita tidak pernah ada," lanjutnya.

Jantungku terasa diremas mendengar ucapan Mas Bayu. Bagaimana dia bisa mengatakan itu? Apakah aku begitu buruk sehingga dia tidak ingin mengakui pernah menikah denganku?

"Kenapa kamu terburu-buru sekali meminta mahar itu? Jangan-jangan kau masih berhutang mahar untuk istri barumu?" tanyaku sembari memiringkan bibir.

Aku merasa puas melihat Mas Bayu terdiam, tidak bisa menjawab pertanyaanku. Kurasa perkiraanku benar, bahwa Mas Bayu belum memberikan mahar untuk Sinta. 

"Mengapa diam, Mas? Jadi aku benar? Kasihan sekali istri barumu, Mas!" sindirku penuh kemenangan.

"Jaga ucapanmu, katakan saja padaku apa syarat kedua agar kamu mau mengembalikan mahar itu?" Mas Bayu menatapku dengan penuh kebencian. Tatapan ini lebih menyeramkan daripada tatapan Pak Manajer HRD saat sedang mewawancaraiku.

"Semua orang berpikir aku adalah wanita yang tidak suci. Ini karena ulahmu dan keluargamu, Mas. Jadi, syarat kedua adalah kamu dan keluargamu harus membersihkan nama baikku." Aku membalas tatapan Mas Bayu dengan penuh amarah.

"Apa maksudmu?" tanya Mas Bayu dengan dahi berkerut.

"Keluargamu sudah menyebarkan kabar tidak baik tentangku, 'kan? Kalian harus kembali membersihkan nama baikku." Aku terus menatapnya dengan amarah.

"Apa yang kamu katakan? Aku dan keluargaku tidak pernah melakukan itu," elak Mas Bayu tidak ingin mengakui kesalahannya.

"Aku tidak percaya, siapa lagi yang melakukannya jika bukan kalian?" tanyaku tidak mengerti.

"Mana aku tahu." ujar Mas Bayu masih dengan ekspresi pura-pura bodohnya.

"Aku tidak peduli, Mas. Pokoknya kalian harus membersihkan nama baikku," ucapku sembari meninggalkan Mas Bayu yang masih berdiri mematung.

Aku bergegas meninggalkan kantor dan pulang ke rumah dengan perasaan dongkol. Mas Bayu sudah merusak hari pentingku. 

"Kamu kenapa, Nak?" tanya ibu saat aku sudah sampai di rumah. Ibu yang melihatku sedang kesal, membawakan aku segelas teh hangat. Ah, ibu memang paling mengerti aku.

"Tidak apa-apa, Bu. Aku hanya lelah saja," jawabku berbohong.

"Kamu sudah melakukan bagianmu dengan berusaha sebaik mungkin. Berdoalah, lalu serahkan bagian lainnya kepada Tuhan," ucap ibu menyemangatiku.

Ibu duduk menemaniku minum teh hangat. Aku memang memiliki kebiasaan minum teh hangat di saat pikiranku sedang kacau.

Entah karena efek dari kandungan teh, atau karena perkataan ibu, pikiranku menjadi lebih tenang.

Hari ini Thalia mengunjungiku sepulang dia bekerja. Dia mengajakku untuk jalan-jalan dan makan di luar. Aku menolaknya, karena hari ini aku sangat lelah.

"Aku jadi ingat masa sekolah dulu, Na. Kamu selalu menolak kalau diajak jalan-jalan. Ternyata kamu masih sama seperti dulu ya," ucap Thalia tanpa sedikit pun menunjukkan rasa kecewa. Dia malah tertawa-tawa, mungkin karena ingatannya yang berkelana di masa lalu kami.

"Aku hanya merasa lelah jika terlalu lama di luar rumah, Tha. Lagi pula bukankah baru kemarin kita jalan-jalan?" protesku pada Thalia. 

Aku ingat betul hobi Thalia sejak kami masih duduk di bangku sekolah. Thalia memang sangat suka jalan-jalan. Setelah hampir satu tahun kami tidak bertemu, ternyata dia tidak berubah sama sekali. Dia juga selalu baik hati.

"Aku mengerti, kamu pasti lelah setelah wawancara kerja tadi. Lagi pula, ini sudah terlalu sore. Kamu butuh istirahat. Aku akan pulang saja," ucap Thalia setelah kami berbasa-basi.

"Maaf ya, Tha. Sebagai permintaan maaf, bagaimana kalau aku akan mentraktirmu setelah aku diterima kerja?" tanyaku dipenuhi rasa bersalah.

Sebenarnya aku juga tidak terlalu yakin akan diterima bekerja di perusahaan itu. Apalagi setelah kehadiran Mas Bayu di ruang tunggu, membuat konsentrasiku terganggu saat wawancara berlangsung.

"Itu masih lama. Paling tidak seminggu lagi, kamu baru akan mendapatkan panggilan kerja. Bagaimana kalau besok aku datang lagi ke rumahmu? Kita bisa masak-masak dan makan bersama seperti dulu, bagaimana?" tanya Thalia dengan bersemangat.

"Ide yang bagus, Thalia. Ke sinilah besok. Ibu yang akan berbelanja. Naina pasti senang jika kamu datang ke sini. Akhir-akhir ini dia sering melamun dan menyendiri." Ibu tersenyum menghampiri kami sambil membawakan kudapan dan secangkir teh hangat untuk Thalia.

Kami menikmati kudapan yang dibawakan ibu sembari mengobrol tentang banyak hal.

Sejak saat itu, Thalia jadi sering main ke rumahku. Ibu benar, kehadiran Thalia cukup menghiburku, meski aku tidak pernah menceritakan masalahku dan kecemasanku kepadanya.

"Ternyata kamu masih mau berteman denganku, Tha? Kamu menjauhiku semenjak diwisuda, kukira kamu sudah tidak mau berteman denganku yang hanya lulusan SMA ini," keluhku pada Thalia.

"Kamu ini bicara apa, Na? Aku menjauhimu bukan karena itu. Aku menjauhimu karena …." Thalia menggantungkan kalimatnya. Dia tampak sedang memikirkan sesuatu.

"Karena apa, Tha?" tanyaku dengan tidak sabar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
Naina sebenar nya Talyta baik banget k kmu ..dn kmu hrs minta klga nya Bayu dn Bayu boleh mahar yg kmu berikan dgn syarat kembalikan k gadisan kmu yg dh d ambil langsung mlm itu dn langsung d tinggal pergi ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DICERAI SETELAH MALAM PERTAMA   End

    Acara pernikahanku dan Hyuga akan segera dilaksanakan. Pasti saat ini orang-orang sedsng sibuk mendekorasi gedung pernikahan, sementara aku masih berada di rumah bersama beberapa perias. Seorang perias sedang serius merias wajahku, dan beberapa perias lainnya mempersiapkan pakaian untukku. Setelah selesai berhias, aku berdiri di depan kaca rias. Memandang wajah cantik yang terpantul di kaca rias. Aku yakin, wajah ini pasti membuat semua orang pangling. Aku sendiri tidak mengenali wajah ini saat pertama melihatnya di kaca. Sebuah mobil putih berhias pita dan bunga mengantarku ke gedung pernikahan. Aku berangkat bersama ibu, sementara Hyugo sudah menunggu di gedung. Rencananya, akad nikah akan dilaksanakan di gedung pernikahan yang berada di aula masjid besar kota kami. Betapa terkejutnya aku ketika melihat Sinta juga berdandan cantik dengan mengenakan baju pengantin. Dia turun dari mobil yang berhenti tepat di depan gedung pernikahan. "Ibu duluan saja. Aku akan menyusul nanti," uca

  • DICERAI SETELAH MALAM PERTAMA   Pecahan Kaca

    Aku mengendap-endap mendekati mobil Sinta. Kubuka pintu mobil yang ternyata tidak terkunci. Dengan cepat aku masuk ke dalam mobil dan bersembunyi di jok kursi belakang. Malam ini, aku harus sampai rumah, karena esok hari adalah acara pernikahanku. Aku tidak ingin pernikahanku dengan Hyuga gagal karena calon pengantin wanita yang menghilang.Aku mengambil ponsel dari tas. Kunyalakan ponsel untuk menghubungi Hyuga. Sialnya, ponselku mati dan aku tidak membawa charger.Kulihat Sinta ke luar dari bangunan. Gegas aku berjongkok di bawah kursi dan merundukkan kepala agar tidak ketahuan oleh Sinta. Jika tertangkap olehnya, aku takut dia tidak akan melepaskanku kali ini."Pernah itu sudah berhasil menyekap Naina, Ma. Rencana kita berhasil. Aku tidak perlu meneror wanita itu lagi. Sekarang kita siapkan rencana selanjutnya." Sinta berbicara ditelepon dengan seseorang.Untung saja, Sinta tidak mengetahui jika aku sudah meninggalkan bangunan kosong itu. Mungkin lelak

  • DICERAI SETELAH MALAM PERTAMA   Lepaskan

    "Makanlah, Nona. Aku akan menyuapimu." Lelaki gempal itu kembali masuk ke ruangan dengan sebungkus makanan. Dia membuka bungkusan berisi nasi dengan lauk seadanya dan menyuapkannya kepadaku."Tidak! Lepaskan tanganku. Aku akan makan sendiri," elakku sembari memalingkan muka darinya. Mengacuhkan suapan nasi di depanku."Ayolah cepat makan. Aku tidak ingin kamu mati kelaparan di sini," bujuknya."Siapa yang menyuruhmu melakukan semua ini? Siapa yang memerintahkanmu untuk menculikku?" tanyaku penasaran. Aku menatap tajam pria itu. Menunggu jawaban keluar dari mulutnya."Apa aku perlu menjawab pertanyaanmu? Cepatlah makan agar tugasku cepat selesai," paksanya."Kenapa memberiku makan? Kenapa kamu tidak membiarkan aku mati saja di sini?" protesku."Kalau aku mau, aku bisa saja membunuhmu sejak tadi." Lelaki gempal itu mendekatkan wajah dan melotot menakutiku."Bunuh saja. Aku tidak takut." Aku mendongakkan kepala menantangnya.

  • DICERAI SETELAH MALAM PERTAMA   Tolong

    "Hallo!" Meski agak kesal, kuberanikan diri menjawab telepon dari nomer yang belakangan ini menerorku. Aku sangat penasaran siapa dia sebenarnya. Namun, lagi-lagi telepon dimatikan."Coba aku lihat nomernya, Na. Mungkin saja aku mengetahui itu nomer siapa," cetus Thalia.Aku memberikan ponselku pada Thalia. Dia bergegas mencari nomer peneror itu di ponselnya. Kosong. Thalia tidak menemukan nomer yang dimaksud di kontak ponselnya."Enggak mungkin juga dia memakai nomer asli, Thalia. Mungkin dia sengaja menyembunyikan identitasnya biar aku tidak mengetahuinya." Aku mengambil ponselku dari Thalia dan memasukkannya ke dalam tas.Saat hari mulai sore, aku berpamitan pada Thalia untuk pulang. Mobil warna hitam berhenti tepat di depan rumah Thalia dan aku segera berlari masuk ke dalam mobil itu.Mobil hitam itu melaju kencang membelah jalanan kota. Aku sengaja memesan mobil itu lewat applikasi online. Namun, entah mengapa aku merasakan gelagat aneh dari d

  • DICERAI SETELAH MALAM PERTAMA   Merelakan

    Aku dalam perjalanan untuk menemui Thalia. Setelah sekian lama, akhirnya dia memberitahuku tempat tinggalnya yang baru. Semalam aku sudah berjanji untuk mengunjunginya sepulang bekerja."Pergi! Jangan pernah datang lagi. Selama ini hubungan kita hanya pura-pura. Jadi jangan pernah kamu bermimpi untuk mendapatkan hatiku!" Aku mendengar suara Thalia berteriak saat aku baru saja turun dari mobil. Hyuga meminjamiku mobil sekaligus sopir pribadinya saat aku berpamitan hendak menemui Thalia. Dia sendiri tidak bisa menemaniku karena masih ada yang harus dikerjakannya di kantor.Aku berjalan cepat memasuki sebuah teras rumah. Kudapati si jabrik ke luar dari rumah disusul dengan suara pintu yang ditutup dengan keras.Aku mengerutkan kening memandang si jabrik. Dia tidak menghiraukan kehadiranku dan langsung berjalan menjauh."Thalia! Apa kamu di dalam?" Segera kuketuk pintu setelah kupastikan si jabrik telah pergi dengan mengendarai motor sport warna merah.

  • DICERAI SETELAH MALAM PERTAMA   Gaun Pengantin

    Hari ini aku ada janji untuk pergi bersama Hyuga. Kami akan memilih gaun pengantin. Kami tidak sendiri karena ibuku dan ibu Mas Hyuga juga ikut."Apa kebaya ini tidak terlalu mahal?" tanya ibu setelah seorang penjaga butik menyebutkan harga dari kebaya pengantin yang dipilih oleh Bu Hanin."Apa kita pindah ke butik lain saja? Atau kita bisa membeli kainnya saja biar aku menjahitnya sendiri," kata ibu lagi, ragu-ragu.Bu Hanin tersenyum, membentangkan kebaya brukat lengan panjang yang dia pilih di depanku, lalu berkata, "Kebaya ini sangat cocok dipakai Naina. Soal harga tidak jadi masalah bagi keluarga Al-Barra. Pesta pernikahan Hyuga nanti akan mengundang orang-orang penting. Aku ingin mempelai wanita terlihat paling cantik di sana."Bu Hanin mempersilakan agar aku mencoba kebaya yang dia pilih. Aku mengangguk sambil menerima kebaya itu dan membawanya ke ruang ganti.Kebaya warna merah dengan bawahan yang terjuntai hingga lantai. Seorang wani

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status