Irma berusaha menenangkan Anisa dengan memberikan pelukan hangat sambil mengusap-usap punggungnya. Wajah Anisa pucat, tubuhnya lemas, dan terdapat luka memar di pipi dan bibirnya. Itu pasti akibat tamparan keras ayahnya semalam. Irma menyuruh Anisa menceritakan pada kami apa yang terjadi. Tapi ia malah terus menangis.
Aku memberikan kode pada Irma agar Anisa dibiarkan saja dulu. Karena Aku harus pergi ke kampus nanti aku kembali. Saat ingin beranjak, tiba-tiba Anisa memutuskan untuk bercerita saat ini juga, Irma kembali duduk disamping Anisa dengan wajah tertunduk. Kutunggu Anisa bicara, sambil ku alihkan pandangan agar aku tidak menatapnya. Lalu ia mulai bicara sambil terisak-isak,
"Mal, aku mau minta maaf atas perilaku Dedi dan Orang tuaku yang telah menyakitimu. Semalaman aku telah disiksa oleh Ayah. Ayah bilang semala
Setelah dari rumah Irma, aku langsung berangkat menuju kampus untuk mengembalikan buku-buku akhir semester yang pernah aku pinjam di perpustakaan, sekaligus mendaftar pengisian jadwal mata kuliah baru yang hanya di selenggarakan hari ini.Dalam perjalanan aku merasa baru mengerti dan sadar kenapa Anisa menitipkan jilbab hitamnya padaku waktu di puncak. ternyata ia takut kalau jilbabnya akan di buang dan ia juga akan disiksa oleh ayahnya. Aku terus berpikir bagaimana mencari jalan keluar untuk membantu Anisa. Ia tidak mungkin selamanya berada di rumah Irma. Ia secepatnya harus di pindahkan ke tempat yang lebih aman.Tempat dimana Anisa bisa mendapatkan ketentraman dan kebahagiaan. Aku yakin cepat atau lambat orang tua Anisa pasti akan mencari Anisa, mereka tidak akan membiarkan Anisa hilang begitu saja. Aku mulai terpikir un
Setelah menyelesaikan urusanku dikampus aku langsung bergegas pulang. Sesampainya dirumah aku langsung menuju kamarku, dan aku coba menanyakan bagaimana kabar Anisa pada Irma melalui sambungan telpon. Karena aku belum sanggup untuk perjalanan jauh lagi, ini semua di akibatkan dua mahasiswa tekhnik suruhannya Dini yang tadi memukuliku di perpustakaan.Aku duduk di atas kasur lalu ku ambil handphone di saku celana dan menelpon Irma,"Assallamu'alaikum.""Wa'alaikumussallam, kau tak jadi datang kesini Mal?" Tanya Irma di sebrang sana."Maaf Ma, badanku tiba-tiba terasa sangan pegal sekali. Jadi tadi selesai dari kampus aku langsung pulang ke rumah.""Oh ya
Panggilan Adzan subuh dari ribuan menara yang bertebaran di kota Jakarta hanya mampu menggugah hati mereka yang benar-benar tebal imannya. Meskipun hanya untuk sholat berjamaah di Masjid. Mereka yang memiliki tekad beribadah dalam segala musim dan cuaca, seperti mercusuar yang tegak berdiri dalam terjangan ombak, terpaan badai, dan sengatan terik matahari. Ia tiada kenal lelah, tetap teguh pendiriannya seperti yang di titahkan Tuhan sambil berdoa siang dan malam. Akmal, begitu para teman-temanku dan orang-orang memanggilku. Nama lengkapku Akmal
Suasana jalan masih terlihat lengang ketika aku menuju rumah. Setelah menutup kembali pintu pagar rumah ustadz Ahmad yang terbuat dari besi yang kokoh. Kumelangkah menelusuri beberapa gang kecil yang berkelok-kelok.Rumahku berada paling pojok di ujung gang, dan terbuat dari batako yang telah rapuh. Bertingkat dua dan ukurannya sangat kecil. Hanya terdapat dua kamar tidur, di bawah dan di atas, hanya cukup untukku dan Umi. Tidak seperti tempat tinggal pada umumnya yang besar dan rapih.Lantai rumahku hanya terbuat dari tumpukan pasir dan semen yang di ratakan tan
Waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi. Kutelusuri jalan dan gang kecil yang berkelok-kelok, suara bising kereta api sesekali terdengar membuat telingaku gatal. Tepat di depan mataku terdapat sekelompok anak-anak kecil sedang berlari-larian kesana kemari.Beberapa di antara mereka ada juga yang bermain sepeda-sepedaan. Sepertinya beberapa dari mereka adalah murid-muridku di TPA Al-Irsyad. Umur mereka sekitar dua sampai empat tahun. kuhentikan sepeda motor sejenak untuk mengamati mereka bermain. Serentak mereka melihat wajahku lalu berlari menghampiriku dan berebut mencium tanganku.
Sekarang Aku tahu, ternyata Umi itu di jodohkan dengan Ayahku, karena keinginan kakekku. Padahal, tidak ada salahnya menurutku jika Umi mempunyai keinginannya sendiri.Sambil air mata terus menetes dipipinya, Umi pun melanjutkan Ceritanya."Dia tidak pernah bersyukur atas apa yang Allah berikan kepadanya. Lalu dia di ajak oleh seorang temannya untuk bermain judi dengan kalangan orang-orang kaya yang menurutnya sangat terpandang. Katanya kalau sekali menang bisa membeli mobil baru dan hidup kita akan makmur. Umi sudah melarangnya, dan sudah menasehatinya kal
Sudah lebih dari satu minggu ini aktivitas kampus tidak seperti biasanya. Setelah melaksanakan ujian akhir semester, seluruh mahasiswa diliburkan selama dua bulan. Namun, aktivitasku hari ini mengharuskan aku berangkat ke kampus untuk mengikuti rapat rohis jam sebelas siang nanti.Walau jarak yang kutempuh tidak dekat, tapi ini adalah sebuah janji. Walaupun hanya sekedar jadwal, tapi aku harus komitmen terhadap jadwal. Jadwal adalah janji dan janji adalah hutang. Jadi sudah seharusnya seorang muslim bertanggung jawab kepada dirinya dan Allah. Walaupun begitu, Irfan tetap tidak bosan-bosannya mengingatkanku untuk menghadiri rapat itu, penting katanya.
Aku sampai di Masjid kampus jam dua belas kurang seperempat. Siang yang melelahkan. Kepalaku rasanya seperti mau medidih saat matahari hampir tepat berada diatas kepalaku. Cuaca benar-benar panas. Setelah turun dari mikrolet dan mengambil uang kembalian dari pak supir, segera kugemblok tas ransel butut kesayangan.Aku ingin buru-buru bertemu dengan Irfan, ada yang ingin aku bicarakan padanya mengenai kondisi keuanganku. Aku ingin meminta bantuannya untuk mencarikanku pekerjaan sampingan. Aku melangkah menelusuri jalan setapak dan menyebrangi rel kereta yang sepi. Kupercepat langkah, tiga puluh meter di depan adalah Masjid At-Taqwa yang memiliki kubah besar yang di atasnya bertuliskan nama Allah. Masjid Megah yang memberikan ketenangan apabila berada di dalamnya. Tidak jauh dari pekarangan Masjid aku berpapasan dengan tiga akhwat yang beriringan keluar. Mereka adalah Irma, Ayu dan Rahmah. Mereka adal