Meski terasa berat, karena yang akan aku temui di balik pintu adalah seseorang yang menggores luka begitu dalam dan meninggalkan bekas hingga sulit untuk diobati.
Kulihat kak Alvin duduk di tengah kursi panjang di samping pintu. Melihat kedatanganku, dia seakan mengerti kenapa aku hanya berdiri.Ia menggeser tubuhnya hingga menjauh di ujung kursi, dirasa sudah ada jarak, aku pun duduk di ujung satunya lagi.
Seandainya dulu kak Alvin mengerti seperti ini, aku memukul-mukul punggungnya manakala kepala kak Alvin mulai menyelusuri bagian depan tubuhku.Harapan gadis berusia 18 tahun yang bercita-cita menjadi dokter mungkin tidak akan pupus begitu saja.
"Kalau kamu belum siap untuk menjawab, aku akan menunggu," ucap kak Alvin memecah kebisuan diantara kami."Sebelum menjawab, boleh aku bertanya?" meski terasa kelu bibir ini berucap, namun aku harus meyakinkan hati ini."Boleh," jawab kak Alvin sekilas mengalihkan pandangan ke arahku."Saat aku bilang, kalau aku sudah tidak perawan lagi, kenapa Kakak langsung menerimaku? Padahal kakak belum tahu kalau aku adalah gadis yang malam itu kakak nodai?"Kutundukan kepala, jari jemari ini tidak berhenti memelintir ujung hijabku."Waktu aku sadar dari koma, aku malah tidak bisa tidur dengan nyenyak. Aku selalu dihantui rasa bersalah, telah menghancurkan kehidupan seorang gadis. Satu tahun aku mencarimu, aku ingin tahu bagaimana keadaanmu, aku ingin bertanggung jawab."Kak Alvin menghela napas.
"Namun sayangnya, tidak ada yang tahu ke mana kamu pindah. Aku hampir putus asa. Hingga akhirnya atas saran Bi Sari aku memutuskan untuk hijrah, hidupku menjadi sedikit lebih tenang dan damai."
Kulihat kak Alvin mengusap pipinya yang mulai basah oleh air mata."Kamu mencari tahu tentang keadaanku? Inilah keadaanku saat ini, Kak. Sekarang aku gadis yang diliputi rasa takut akan bayangan masa lalu. Kamu membuka paksa hati ini menyelam ke dasar sukma hanya untuk menoreh luka. ""Hingga Ustadz iman guru ngajiku, menyuruh untuk berta'aruf agar ibadahku untuk berjalan di jalan Allah lebih sempurna dengan menjadi suami yang baik. Saat kamu bilang, kalau kamu sudah tidak perawan. Aku merasa Allah sedang memberiku jalan terbaik, menghadirkanmu yang soleha, karena hanya wanita berhati besar yang mau mengakui kekurangannya di depan calon suami."Kak Alvin menghadapkan tubuhnya ke arahku."Apapun keputusanmu, aku ikhlas. Tapi aku mohon, Zahra! Maafkan aku, beri aku kesempatan untuk menebus perbuatanku padamu. Aku benar-benar menyesal!"Entah apa yang aku rasakan saat ini. Aku sedang belajar berlayar dengan ridho Allah agar kelak perahuku sampai pada syurgaNYA.Namun, sebesar inikah ombak yang harus aku hadapi? Kenapa harus pemerkosa itu yang hadir menawarkan diri sebagai nahkoda?
Mampukah kami kelak mengarungi samudera bersama, sementara dulu kak Alvin pernah menenggelamkan perahuku,....
Kupejamkan mata ini, berdamai dengan hati dan pikiran. Jika jalan hijrah yang Allah beri memang seperti ini. Bismillah...."Aku bersedia melanjutkan ta'aruf ini!" lirihku, menegaskan jawaban akan pertanyaan kak Alvin tentang kelanjutan hubungan ini."Terima kasih, Zahra. Terima kasih!"Aku tidak tahu akan seperti apa kehidupanku kelak, menjalani hari-hari dengan raga yang menghancurkan jiwaku. Namun aku percaya satu hal, Allah begitu sayang kepadaku.****Seusai sholat isha berjama'ah, kak Alvin dan Bi Sari pamit untuk pulang. Awalnya kak Alvin ingin menemaniku di sini, tetapi Bunda tidak mengizinkan dan menyuruhnya untuk pulang saja."Apa kamu menerima Alvin?" tanya Bunda.Aku yang sedang memijit kaki Bunda hanya menjawab dengan anggukan, disunggingkannya sedikit senyum dari bibirku, agar Bunda tidak merasa khawatir akan keadaanku."Alhamdulillah."Bunda langsung memeluk dan mengelus pundakku."Zahra, kamu tahu kenapa Allah memberimu ujian seberat ini?" Dilepasnya pelukan Bunda, lalu menatap lekat wajahku.Aku menggeleng."Itu karena kamu wanita pilihan. Hanya wanita istimewa yang mampu menghadapi ujian berat dari Allah dengan terus bertawakal padaNYA. Allah mengujimu, karena Allah yakin kamu bisa. Bunda sayang sama Zahra!" Dengan lembut Bunda mengecup kening ini."Zahra juga sayang Bunda."Malam semakin larut, Bunda sudah terlelap, begitu pun mata ini yang mulai mengantuk. Ayat demi ayat dalam Al-Qur'an yang sejak tadi aku baca membuat rasa damai dalam hati, hingga membisikan mata agar terpejam menikmatinya. Aku pun tertidur di sofa panjang dalam ruangan itu.***Kak Alvin mendekatiku dengan tatapan kotor, jemarinya membuka satu per satu kancing yang mengait kemeja putihnya. Ditarik tangan ini lalu dengan kasar melepas hijab dari kepalaku."Apa berhijab bisa menjadikanmu gadis yang suci? Kamu lupa, kalau kesucianmu sudah aku renggut?"Tangan kak Alvin merengkuh pinggangku hingga jatuh ke pelukannya."Malam itu dress kuning minimu menggairahkan hasratku yang sedang patah hati, jadi jangan salahkan aku, jika aku tergoda oleh lekuk indah tubuhmu yang lewat di hadapanku seakan menggoda."Kak Alvin mendekatkan bibirnya ke wajahku."Aku mohon jangan, lepaskan aku, kak Alvin lepaskan aku, lepas!"Aku terduduk dengan keringat bercucuran membasahi hijab berwarna merah yang aku kenakan malam ini."Astagfirullah!"Kesibukan kak Alvin membuat jarak di antara kami. Dengan susah payah aku menepis jarak ini agar bisa melupakan masa lalu dan membuka lembaran baru dengan kak Alvin. Namun, sudah hampir dua bulan kak Alvin selalu di sibukkan dengan pekerjaannya.Ponselnya selalu berdering hampir setiap saat.Berangkat pagi dan pulang malam, malah kadang sampai dini hari. Mungkin karena dia belum dapat asisten pribadi yang baru. Semua pekerjaan dia yang pegang.Malam ini kak Alvin terlihat sangat letih. ia membuka kemejanya dan langsung merebahkan dirinya di atas ranjang." Udah sholat?"tanyaku, menghampiri."Sudah" jawabnya singkat. Ia memaksakan tubuhnya yang letih untuk menuju ke kamar mandi." Aku mandi dulu yah" ucap kak Alvin meninggalkanku.Sementara kak Alvin mandi, aku memunguti kemejanya yang berserakan. Namun, hidungku seakan mencium bau parfum wanita. Aku pun memastikan sekali lagi dengan mendekatkan hidungku di kemeja kak Alvin.Memang b
"Sayang bangun" bisik kak Alvin terdengar di telingaku.Aku mengedipkan mata beberapa kali, rasanya enggan terbuka. Tubuhku masih terasa lemas akibat pertarungan semalam. Bukan pertarungan mencari siapa yang menang atau yang kalah, melainkan awal dari pembuahan cinta kami."Hari ini kita akan datang ke pemakaman Beni" lirihnya, masi berada di atas wajahku. Hembusan nafasnya tercium menyegarkan dengan aroma mint." Bagaimana aku akan bangun, kalau kakak terus berada di atas ku" ucapku tersipu." Maaf!" kak Alvin salah tingkah dan langsung menggeser tubuhnya. Ia pun berdiri kemudian duduk di sofa mengambil Al-Qur'an kecil.Menunggu untuk sholat subuh berjamaah. Sementara itu, aku berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Waktu subuh sudah mau habis, sepertinya matahari tidak sabar menunjukkan Kilauan cahayanya.Sholat subuh selesai, sarapan pun sudah di habiskan. Kami bergegas menuju tempat Beni di kebumikan.
Aku menguatkan hati dan tubuh ini, mengajak Lina mengantarku menuju rumah sakit yang di beritakan di tv, aku ingin memastikan kalau berita itu salah.Berulang kali aku menghubungi ponsel kak Alvin, namun selalu berada di luar jangkauan. Di balik kegelisahan ini, tak henti aku memainkan jemariku memutar tasbih menyebut asmaNYA.Sampai Ba'da Dzuhur mobil belum juga sampai di rumah sakit, akupun memutuskan sholat di masjid pinggir jalan raya." Aku akan lebih belajar menjadi istri yang baik ya Allah. Ku mohon beri aku kesempatan!" Doaku, ku khususkan untuk kak Alvin.Selesai sholat, kami melanjutkan perjalanan.Satu jam kami berkendara akhirnya sampai di rumah sakit.Aku berlarian menuju kamar mayat yang di tunjuk salah satu perawat, ketika aku bertanya tentang korban kecelakaan dengan menggunakan mobil kak Alvin.Setibanya di depan ruangan itu, terlihat ada beberapa polisi, dan kak Alvin? apa dia benar kak Alvin? Ku langkahkan
" Tadi Aku mampir ke rumah bunda" kak Alvin melepaskan genggaman tangannya." Kata Bunda, Farel tidak bisa di selamatkan"DegDetakan jantungku melemah, tulang tulang di tubuhku seakan copot dari persendian, mata ini tidak bisa menahan untuk terpejam. Semua gelap."Zahra! Bangun Zahrah!"Aroma minyak kayu putih menyengat di hidungku, perlahan ku buka mata ini. Terdengar suara kak Alvin memanggilku." Kak Alvin" lirihku mendudukan tubuh ini yang awalnya terbaring di atas ranjang." Kamu, gak apa apa?" tanya kak Alvin, raut wajahnya begitu panik."Aku baik baik saja,Kak . Maaf" tangisku pun pecah. Ia langsung memelukku yang menundukkan kepala." Maafkan aku, Kak. Ampuni aku!"Sungguh hati ini tidak bisa menahan duka yang sedang menyelimuti. Meski kucoba tegar, namun tidak bisa di pungkiri, perasaanku terhadap Farel masih ada. Ya Allah hina sekali diri ini." Istirahatlah Zahrah""
Cahaya mentari pagi sudah mulai masuk melalui cela cela jendela yang sengaja aku buka. Hari ini aku dan kak Alvin berencana berziarah ke makam mamah, papah, dan ayah.Aku membantu kak Alvin mengenakan pakaiannya, nampak jelas kalau dia masih merasa sakit di bagian punggungnya.Sesekali pandangan kami bertemu, menimbulkan rasa canggung dan membuat tanganku gugup kalau harus memasukkan kancing satu persatu kemejanya.Setelah selesai bersiap kami langsung berangkat ke pusara Mamah dan papah terlebih dahulu. Masih dalam kebisuan, di dalam mobil kami seperti orang asing bukan layaknya pasangan suami istri."Zahra,apa hobi kamu?" tanya kak Alvin mengajakku mengobrol." Menulis,kak," jawab ku singkat." Makanan favorit?"" Nasi"Seperti ada yang aneh dengan jawabanku, kak Alvin malah terkekeh. Aku langsung menatapnya."Ma'af" ia menghentikan tawanya. suasana kembali hening. Hingga mobil berhenti di lahan parkir tempat p
hari pernikahanpun tiba, sesuai permintaanku tidak ada kemeriahan, hanya beberapa keluarga yang datang" Saya terima nikah dan kawinnya Zahra Nur Aulia binti Khosim dengan maskawin tersebut. Tunai! "" Sah? ""Sah !""Alhamdulillah "Kak Alvin menyematkan cincin di jari manisku, dan untuk pertama kalinya aku memberanikan diri mencium punggung tangannya.Setelah malam itu, tanganku kembali tersentuh olehnya . Dulu disertai rasa takut, sedangkan sekarang dengan menyebut nama Allah terasa nyaman. Dia suamiku.Akan nikah selesai semua tamu berangsur pulang, termaksud Bunda. Hiasan pengantin yang memang tidak terlalu banyak, tidak memakan waktu lama untuk merapikan kembali.Walau tidak ada resepsi atau pesta yang mewah , namun hari ini begitu melelahkan. Aku letih.*****" Kita sholat sunah dulu," Ajak kak Alvin.Kami pun menunaikan sholat 2 rakaat. Setelah selesai sholat kak Alvin membuka baju kokoh