Share

DILEMA WANITA PENDOSA
DILEMA WANITA PENDOSA
Author: Putri putri

WANITA BAYARAN

Author: Putri putri
last update Last Updated: 2025-06-21 23:20:23

“Hai, uangku.” Hani mengelus perutnya yang mulai membuncit.

Hanya tinggal menunggu hari, bayi dalam perutnya akan berubah menjadi pundi-pundi uang yang menurutnya lebih dadi cukup untuk bekal pensiun.

Bertahun tahun menjalani hidup di lembah hitam, membuat Hani mati rasa dan tak pernah menganggap kasih sayang dan cinta itu nyata. Yang ada dipikirannya adalah mencari uang untuk melunasi hutang orang tuanya dan mengubah nasib keluarganya di desa. Namun pendidikannya yang rendah membuatnya sulit mendapatkan pekerjaan berpenghasilan tinggi hingga ia memutuskan untuk mencari jalan pintas yaitu menjadi wanita malam.

“Kok ke sini? Kamu enggak ikut istri kamu ke luar negeri?” tanya Hani sembari membetulkan duduknya yang mulai tak nyaman karena perut yang semakin membesar dan terasa berat.

“Kalo kamu lahiran gimana?” jawab Rahman, lelaki yang tak lain adalah ayah dari bayi yang dikandungnya.

“Ya, enggak enggak gimana-gimana.”

“Hai anak ayah,” sapa Rahman yang wajahnya berada tepat di depan perut Hani.

Hani membiarkan Rahman bertindak sesukanya karena sejak memasuki usia sembilan bulan, lelaki itu memang lebih sering berkunjung untuk memastikan jika calon anaknya baik-baik saja. Ia juga ingin dekat dengan anaknya sejak dalam kandungan.

“Nara itu niat punya anak enggak, sih? Udah tahu sebentar lagi lahir, malah keluyuran.” Hana menyingkirkan tangan Rahman yang selalu saja mengelus perutnya.

“Semua sudah siap, tenang saja. Yang jelas setelah anak ini lahir, semua akan menjadi tanggung jawab kami.”

Hani mengangguk, sebagai wanita yang dibayar untuk mengandung dan melahirkan anak, ia memang sudah berniat menyerahkan bayi dalam kandungannya sesaat setelah dilahirkan, bahkan ia tak mau memandang atau menyentuh bayi itu nantinya.

Hani terpaksa menerima tawaran mantan teman sekolahnya untuk menjadi istri kedua sekaligus melahirkan pewaris untuk keluarga Rahman yang tak bisa diberikan oleh Nara-istri pertamanya. Semua itu ia lakukan agar bisa bebas dari pekerjaan hinanya sekaligus mendapatkan modal untuk hidup di desa mengurus ibu juga adiknya.

Uang dua milyar ditambah rumah dua lantai serta sebuah kendaraan roda empat dijanjikan Rahman jika Hani berhasil melahirkan anak paling lama satu tahun sejak mereka menikah. Dan kini semua itu akan segera terwujud karena tak kurang dari tiga puluh hari anak dalam kandungan Hani akan segera lahir yang tentunya akan memberinya uang yang tak pernah ia miliki sebelumnya.

Berawal dari sebuah reuni SMP, Rahman yang sebelumnya sudah mengetahui profesi Hani, langsung mengutarakan niatnya untuk menjadikannya istri kedua demi mendapatkan seorang anak yang selalu diminta orang tuanya. Bagi mereka melahirkan keturunan adalah hal paling penting dalam keluarga dan nahasnya Nara-wanita yang dinikahinya lebih dari lima tahun yang lalu tak bisa memberikan semua itu setelah dokter menyatakan jika rahimnya bermasalah.

Berbagai cara telah mereka tempuh mulai dari pengobatan tradisional hingga pengobatan paling modern di luar negeri namun semua itu tak membuahkan hasil. Sebenarnya mereka bisa saja mengadopsi seorang anak dari panti asuhan, namun keluarga Rahman tak pernah menyetujui hal itu karena tak mau kekayaan mereka jatuh pada seseorang yang tak ada hubungan darah.

Demi memenuhi keinginan orang tuanya, Rahman akhirnya memiliki ide gila yaitu dengan membayar seorang wanita untuk mengandung dan melahirkan anaknya dengan perjanjian jika anak itu sudah lahir maka hubungan keduanya juga berakhir. Dan parahnya ide itu disetujui oleh istri dan kedua orang tuanya.

Setelah menikah dan akhirnya berhasil mengandung anak Rahman, nasib Hani seketika berubah drastis. Ia yang dulunya hanya tinggal di rumah sempit di sebuah daerah lokalisasi kini menempati apartemen mewah yang sengaja Rahman siapkan untuk tempat tinggalnya sementara waktu. Bak seorang ratu, semua hal yang Hani inginkan selalu dituruti oleh Rahman tak hanya makanan namun termasuk barang-barang bermerek yang ia minta dengan alasan keinginan bayi dalam kandungannya.

“Ingat kata dokter, kamu harus diet. Anak aku udah terlalu besar,” ucap Rahman memperingatkan Hani agar ia tak terlalu banyak makan.

“Tak apa, besok lahirnya lewat operasi caesar jadi tak masalah kalo bayinya gede.”

Hani terus memasukkan makanan demi makanan yang berserakan di hadapannya. Selama hidup, baru kali ini ia tak pernah kekurangan makan karena Rahman memberinya uang lima belas juta per bulan hanya untuk biaya makan.

Tak bisa dipungkiri jika perlakuan Rahman selama ini sempat membuat Hani terlena hingga pernah berpikiran ingin merebutnya dari Nara. Namun semua itu segera ia enyahkan mengingat dirinya hanya butuh uangnya bukan orangnya. Lagi pula Hani telah berjanji pada dirinya sendiri untuk tak akan membina rumah tangga dengan siapapun hingga akhir hayat. Ia takut jika keluarganya suatu saat nanti berakhir sama dengan keluarga orang tuanya yang akan membawa kesengsaraan bagi anak-anaknya.

**

Hari yang ditunggu-tunggu Hani akhirnya tiba, tujuh hari yang lalu ia berhasil melahirkan seorang bayi perempuan yang secara otomatis langsung dianggap sebagai anak dari Rahman dan Nara. Jangan tanyakan bagaimana perasaan Hani, karena ia merasa baik-baik saja bahkan saat jahitan diperutnya masih terasa nyeri. Itu semua karena Rahman telah memberikan apa yang ia janjikan termasuk bonus karena katanya anak itu berwajah sangat mirip dengan ayahnya.

Katakanlah jika Hani adalah ibu yang tega menjual anak kandungnya, tapi semua orang tak perlu tahu jika semua itu ia lakukan untuk membahagiakan keluarganya yang selama ini menderita. Paling tidak dengan hasil jerih payahnya kali ini, Hani tak perlu lagi menjadi wanita malam dan berniat membangun usaha di desa sembari membantu adiknya mengurus ibunya yang sudah sakit-sakitan.

“Terima kasih, Hani,” ucap seorang wanita cantik berambut pirang yang tak lain adalah Nara.

“Sama-sama,” jawab Hani datar.

“Kamu enggak menyesal melakukan semua ini, kan?”

“Tidak sama sekali, aku juga berterima kasih karena kalian memberiku lebih dari perjanjian yang telah kita sepakati.”

“Hati-hati di jalan, semoga kamu selalu bahagia.”

Nara mengantarkan kepergian Hani yang sudah tak sabar ingin segera pulang. Ia bahagia karena saat ini rumah tangganya bisa dikatakan aman karena mereka telah mendapatkan apa yang keluarga besarnya inginkan.

Berbeda dengan Rahman dan Nara yang tengah berbahagia, Hani kini tengah berduka saat keluarganya dinyatakan hilang karena bencana alam yang baru saja melanda kampungnya. Niatnya memberi kejutan dengan tak memberi kabar akan pulang, Hani malah terkejut dengan keadaan rumah yang susah payah dibangunnya yang kini sudah rata dengan tanah. Nahasnya ibu serta adiknya juga turut tertimbun di dalamnya karena tak sempat melarikan diri saat bencana tanah longsor terjadi. Rumah Hani yang memang berada di tepi bukit mengalami kerusakan parah beserta beberapa rumah tetangganya.

“Ibu, Rio ...!” pekik Hani histeris memanggil keluarganya yang mungkin sudah tak lagi bisa mendengarnya.

Ia merasa semua kerja kerasnya selama ini sia-sia karena orang-orang yang akan dibahagiakan telah tiada. Jika bisa mengulang waktu, ia memilih tinggal di desa dan hidup seadanya agar ia juga bisa ikut pergi bersama mereka.

Hari terasa cepat berlalu, tepat siang tadi Ibu serta adik Hani berhasil ditemukan tepatnya lima hari setelah kejadian. Perasaan Hani begitu hancur saat melihat keduanya di masukkan ke liang lahat tempat pembaringan terakhirnya.

“Sabar ya, Mbak,” ucap seorang relawan yang sedari kemarin membantunya mencari hingga memakamkan keluarganya.

“Terima kasih, Mas.” Hani mencoba tersenyum.

Percuma saja terus menangis karena semua itu tak akan bisa menghidupkan mereka lagi. Yang harus dipikirkan Hani saat ini adalah bagaimana caranya untuk bisa menjalani hidup tanpa orang-orang yang begitu disayanginya.

Mungkin ini adalah sebuah peringatan dari Tuhan agar keluarganya tak selalu memakan barang dari hasil pekerjaan haramnya. Rumah, tanah, kendaraan dan semua barang-barang mewah yang dengan susah payah ia beli kini sudah tak ada lagi, semuanya sudah tertimbun dengan berjuta kenangan manis dan pahit yang ada di dalamnya. Jika Hani memilih jalan mudah untuk mendapatkan itu semua, maka dengan cara itulah Tuhan mengambil semuanya.

Tak ingin terus bersedih Hani memutuskan pergi sejauh-jauhnya dari kampung tempat ia dilahirkan. Mulai sekarang ia akan memulai hidup baru tanpa bayang-bayang masa lalu. Bahkan saat ini ia tak mau memakai uang pemberian Rahman dan memilih membagikan semua pada yang membutuhkan.

Mencoba sekuat hati untuk menerima takdir yang telah digariskan padanya, bukan berarti Hani selalu kuat. Terkadang sebuah pikiran buruk terbesit dikepalanya untuk segera menemui Ibu dan adiknya yang sudah berada di alam yang berbeda. Beberapa kali ia melakukan percobaan bunuh diri namun selalu gagal saat tiba-tiba pikirannya sadar jika itu akan semakin membuatnya menderita.

Hari ini Hani berniat mencari pekerjaan untuk menyambung hidupnya. Ia berniat melamar sebagai pelayan toko atau rumah makan atau pekerjaan apapun yang mau menerima karyawan lulusan SMP. Hampir satu jam berkeliling, Hani memutuskan duduk di sebuah bangku taman sembari mengecek ponsel siapa tahu ada lowongan di media sosial.

“Tante mau jadi mamaku?”

Sebuah pertanyaan dari seorang anak laki-laki berumur sekitar empat tahun berhasil membuat Hani melongo. Bagaimana mungkin ia yang berniat melamar kerja malah dilamar sebagai seorang mama.

“Hani?”

“A-Arif?”

Hani semakin membulatkan mata saat melihat seseorang yang datang menghampiri anak tersebut. Seseorang yang pernah beberapa kali memakai jasanya hingga ia begitu hafal dengan tahi lalat di dahinya.

“Aku mau dia jadi mamaku, pa.”

“Baiklah, Hani maukah kamu jadi mamanya Danish? Aku bisa memberimu segalanya, harta, kasih sayang juga cinta.”

Lagi‐lagi Hani merasa sedang dipermainkan oleh takdir. Saat ingin kembali hidup normal, ada saja hal yang sengaja membuat imannya goyah. Tapi kali ini terasa berbeda saat lelaki memintanya untuk menjadi seorang ibu untuk anaknya, sebuah pekerjaan yang tak pantas bagi wanita yang bahkan pernah menjual anaknya. Namun ada satu hal yang begitu mencuri perhatiannya yaitu saat lelaki ⁸itu tak hanya menawarkan harta tapi juga sebuah cinta. Apakah itu cinta? Sebuah rasa yang pantang ia tumbuhkan di hatinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DILEMA WANITA PENDOSA   KEMBALI

    Hani terdiam mengamati kerlap kerlip lampu jalan yang kini dilewatinya. Semenjak berangkat beberapa saat yang lalu, jantungnya terus berdebar tak karuan memikirkan tentang pertemuan keluarga yang akan dilakukan nanti. Saat ini Hani dan keluarga sedang dalam perjalanan menuju sebuah restoran untuk memenuhi undangan Amel dan keluarganya. Meski hanya makan malam biasa namun Hani merasa ini pertemuan tak biasa. Arif menggandeng Hani menelusuri lorong yang dihiasi banyak lampu cantik berwarna-warni memasuki restoran bertema outdoor dengan banyak kolam di areanya. “Itu mereka di sana, Pa, ma.” Danish menunjuk ke sebuah ruangan privat yang dibatasi dengan kaca. Amel dan Danish sengaja memilih ruangan itu agar mereka bisa nyaman mengobrol. Keduanya juga tahu pertemuan ini pasti akan dijadikan ajang reuni oleh orang tua mereka. Hani terkesiap saat pandangan matanya menangkap sosok lelaki berbadan tegap yang duduk memunggunginya. Tanpa melihat

  • DILEMA WANITA PENDOSA   MENGAPA

    “Rokok terus! Kopi terus!” Sambil menyiram bunga Hani melirik pada lelaki yang kini tengah duduk di teras samping sambil terus terbatuk.“Iya besok dikurangi, Sayang!”“Bilangnya setiap hari mau ngurangin tapi nyatanya setiap hari habis dua bungkus,” sindir Hani.Arif hanya tersenyum sambil mengerlingkan mata pada Hani. Sudah menjadi kebiasaan jika ia batuk, maka istrinya pasti akan terus menyindirnya.Hani yang melihat tingkah suaminya hanya mendengkus kesal, di usianya yang lebih dari 45 tahun Arif masih saja kuat merokok. Sebenarnya tak apa jika badan lelaki itu selalu sehat tapi pada kenyataannya Arif sering sekali menderita batuk yang membuat Hani sangat geram karena susah dinasihati.“Udah tahu batuk begitu, ngerokok terus!” Hani masih terus mengomel meski tahu itu hanya dianggap angin oleh Arif.“Jangan ngomel terus, mama, nanti cantiknya ilang.” Danish yang baru saja keluar langsung mengecup lembut pipi Hani.“Gimana enggak marah, papamu itu susah

  • DILEMA WANITA PENDOSA   PERMINTAAN TERAKHIR

    “Sayang, aku besok pergi ke luar kota dua hari kamu mau ikut?” tanya Arif sambil menikmati sarapannya.“Em .... mungkin enggak. Besok Danish ujian jadi aku harus standby buat dia.”“Tapi kamu enggak apa-apa ‘kan aku tinggal? Soalnya ini penting banget dan gak bisa diwakilkan.”“Iya, Mas, aku baik-baik aja. Paling kamu yang sebentar-sebentar telepon aku bilang kangen.” Hani mengerlingkan matanya.“Aku memang selalu kangen kamu.” Arif menjentikkan jarinya hingga berbentuk hatiSeperti biasa, obrolan hangat selalu tercipta setiap pagi di meja makan. Hani yang sudah menemukan kembali semangat hidupnya, kini sudah beraktivitas penuh menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dan seorang ibu.“Sayang, ayo sarapan!” Sambil menata makanan di meja, Hani memanggil Danish agar cepat turun.“Jangan terlalu capek, Nak. Kalo repot, kamu bisa langganan catering untuk sarapan atau kami bisa makan roti setiap hari.” Bu Rohmah yang baru sa

  • DILEMA WANITA PENDOSA   KESEPAKATAN

    Tak ada yang spesial pada hari-hari Hani saat ini. Rumah mewah, makanan lezat serta uang yang ia miliki sudah tak berarti lagi. Wanita itu seakan kehilangan setengah jiwanya semenjak dinyatakan tak bisa hamil untuk selamanya.“Sayang, aku mau nongkrong. Ikut, yuk!” ajak Arif yang langsung bergelendot manja pada Hani yang kini duduk ranjang.“Aku lagi enggak pengen kemana-mana, Mas,” jawab Hani lirih.“Jangan begini terus, yakinlah semua akan baik-baik saja. Aku sayang kamu dan selamanya akan seperti itu. Aku bisa menerima masa lalumu jadi aku pasti bisa menerima keadaanmu sekarang. Aku dan kamu dulu memang pendosa jadi kita harus terima jika tuhan memberi karma.”Mendengar kata karma membuat air mata Hani perlahan luruh. Ya, dia kini memang tengah mendapatkan karma. Tapi jujur saja ia belum siap menanggung semuanya. Ketakutan jika Arif memilih menikah lagi terus saja terngiang di kepalanya.“Tapi seharusnya kamu tak perlu ikut menanggung karmaku, Mas! Biar aku saja yang menanggungnya.

  • DILEMA WANITA PENDOSA   TABUR TUAI

    “Kamu sudah sadar, Sayang? Jangan seperti ini lagi, aku takut.”Arif terus meracau sembari menggenggam erat tangan Hani dan berkali-kali mengecupnya. Ia sangat bahagia karena istrinya akhirnya membuka mata. Meski keadaannya masih sangat lemah, tapi bagi Arif hal itu sudah cukup membuatnya tenang.“Danish mana?” lirih Hani dengan suara yang hampir tak terdengar.“Seperti biasa, dia selalu menanyakanmu. Cepatlah sembuh, kami merindukanmu.”“Maafkan aku, maaf karena tak bisa menjaga diri.” Suara Hani terdengar parau.“Sttt ... jangan berpikir macam-macam. Aku hampir gila melihatmu begini.”“Bagaimana keadaan anak kita?”“Mereka—“Lidah Arif mendadal kelu, sebelum Hani dinyatakan koma, dokter telah memberitahu jika bayi dalam kandungan Hani tidak bisa diselamatkan. Bukan hanya itu, dokter juga terpaksa mengangkat rahim Hani karena luka akibat benturan keras dan ditakutkan bisa terkena infeksi jika tak segera di angkat.“Jawab, Mas!” Hani membentak meski suaranya masih terdengar lemah.“Me

  • DILEMA WANITA PENDOSA   SITUASI SULIT

    “Maaf, aku hanya mengecek. Tadi perawat bilang kalo Hani menunjukkan pergerakan dan aku di suruh masuk karena mereka pikir aku suaminya,” bohong Rahman.“Hani sadar?” tanya Arif antusias.Rahman menggeleng.“Terus?”“Mungkin dia kecewa karena bukan kamu yang masuk, Maaf.” Rahman menunduk, dadanya sedikit bergetar karena takut alasannya terlihat mengada-ngada.Tanpa pikir panjang, Arif bergegas masuk. Ia sudah tak sabar untuk menemui istrinya berharap Hani bisa segera membuka mata seperti apa yang baru saja dikatakan Rahman.“Kamu sadar, Sayang?” tanya Arif yang sudah berdiri disamping Hani.Raut wajah Arif berubah kecewa saat mendapati wanita yang begitu dicintainya masih sama seperti terakhir kali ia tinggalkan. Istrinya masih dalam posisi yang sama dan matanya tetap terpejam.“Maaf, Sayang. Tadi aku nganterin Danish dulu. Danish berharap kamu segera pulang. Anak itu akan susah tidur kalo kamu tak ada di rumah.”“Jangan siksa aku seperti ini, Say

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status