Share

Kembalilah Padaku!

Penulis: Rose Bloom
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-08 15:36:43

Bulan telah menunjukkan keindahan cahayanya. 

"Kamu di mana sih, Mas?" Dengan perasaan khawatir karena Ryo tidak kunjung pulang ke rumah, Naren hanya bisa mondar-mandir di depan pintu rumahnya sembari menelepon sang suami. Namun, tidak ada jawaban dari Ryo. 

Angin malam semakin dingin dan dinginnya serasa menembus ke tulang-tulang. Naren tidak sanggup lagi berdiri di luar, akhirnya dia memilih untuk masuk dan menunggu Ryo di ruang tamu. Sambil memandangi ponselnya yang menyala, rasa sedih semakin mencuat karena Ryo seakan melupakannya. 

Ryo pergi begitu saja disaat Naren membutuhkannya. Naren tahu bahwa Ryo kesal dengan ucapannya, tetapi kesedihan yang Naren alami juga akibat dari keluarga Ryo sendiri. Naren ingin Ryo memahami dan mengerti apa yang dirasakan hatinya saat ini, bukan malah pergi dan tidak memberi kabar sama sekali.

"Ayo angkat!" 

Pandangan Naren tertuju ke depan, dia mendengar suara gesekan sandal dari luar rumah. Cepat-cepat dia berdiri, berharap sang suami pulang ke rumah. Naren membuka pintu, dan benar saja bahwa Ryo telah berdiri di depan pintu, sedangkan tangannya hendak mengetuk pintu. 

Naren menghela napas panjang, perasaan lega dan kesal menjadi satu. Sayangnya dia tidak bisa meluapkan kekesalannya kepada Ryo. Dia tidak ingin memperkeruh suasana. Ryo melenggang begitu saja masuk ke dalam rumah dengan wajah masam. Tidak ada salam, tidak ada sapaan, apalagi tatapan hangat terhadap Naren. 

"Kamu dari mana saja, Mas? Kok baru pulang?" Naren membuntuti Ryo untuk mendapatkan jawaban. Hanya saja Ryo tetap diam, dia mengacuhkan Naren. 

Naren mengikuti kemana pun Ryo pergi. Kamar tidur mereka berdua, kamar mandi, bahkan ke dapur saat Ryo hendak mengambil air minum. Naren hanya ingin tahu keberadaan Ryo selama beberapa jam tadi. Naren tidak menyerah walaupun Ryo menghindarinya. 

Diacuhkan seperti itu membuat Naren sakit hati berkali-kali lipat. Belum sembuh sakit hatinya karena Ryo memilih pergi dan menyuruhnya untuk pulang sendiri, saat ini Ryo mendiamkannya. Bagi Naren lebih baik Ryo mengoceh apa saja padanya dari pada acuh seperti sekarang ini. 

"Mas, jawab aku!"

"MAASSS!!!"

Naren menarik lengan Ryo hingga keduanya saling berhadapan. Mereka berdua saling pandang, Ryo menatapnya datar tidak seperti Naren yang menatap pria itu dengan penuh harap. Ryo menepis tangan Naren, lagi dan lagi Ryo pergi begitu saja. 

Naren menunggu Ryo di kamar, sudah lewat dua puluh menit pria itu tidak kunjung memasuki kamar. Naren memutuskan untuk keluar dan melihat apa yang dilakukan suaminya itu. Televisi di ruang tengah menyala, ternyata Ryo tidur di atas sofa panjang tepat di depan televisi.

Naren hendak membangunkan suaminya, sebelah tangannya terulur memegang pundak Ryo. "Mas?" 

Dia sedikit mengguncangkan tubuh sang suami, detik kemudian Naren tersadar. Dia menundukkan kepala, tak terasa air matanya menetes dan jatuh di atas kedua kakinya. Ryo menghindari Naren dan Ryo tidak ingin berada didekatnya untuk saat ini. 

Hari ini penuh dengan kesedihan, Naren memasuki kamarnya lagi. Tidur di dalam balutan selimut dengan air mata yang terus mengalir. Sebisa mungkin dia tidak mengeluarkan suara karena tidak ingin terdengar oleh Ryo. 

"Tidak apa-apa. Semoga besok adalah hari yang baik," katanya penuh harap. Sebuah doa kecil yang tidak pernah Naren lewatkan disetiap malamnya. 

Waktu berlalu begitu cepat, cahaya matahari perlahan-lahan masuk ke dalam rumah melalui celah-celah jendela. Seperti biasa Naren melakukan tugasnya sebagai seorang istri. Memasak di dapur dan menyajikan makanan enak di atas meja makan. Tak lupa rumah yang sedikit berdebu ia sapu karena kemarin suasana hatinya sedang tidak baik untuk membersihkan rumah.

Naren menengok ke arah ruang keluarga, di sana sudah ada Ryo yang terlihat rapi dengan pakaian dinasnya. Sebelum menemui Ryo, Naren mengatur napas karena dirinya ingin meminta maaf terhadap pria itu atas kejadian kemarin siang. Ya, Naren memilih mengalah agar masalah ini tidak berlarut-larut dan dia tidak ingin Ryo terus mendiamkannya. 

Naren berjalan perlahan menuju sofa, tanpa izin pun dia duduk di samping Ryo. Sayangnya, Ryo menatap dengan tatapan kesal. Pria itu bangkit hendak meninggalkan Naren seolah-olah tidak ingin melihat wajahnya lagi. 

"Mas, aku minta maaf." Naren menarik lengan Ryo agar tidak pergi meninggalkannya. "Mungkin perkataanku kemarin juga menyinggungmu." Naren menggigit bibir bagian dalamnya, degup jantungnya semakin kencang saat Ryo hanya diam saja sembari menatap lekat ke arahnya. 

"Maaf," ucapnya lagi. "Aku salah."

Ryo hanya menghela napas panjang, lalu dia mengambil tas kerjanya.

"Tunggu, kita sarapan dulu. Aku sudah masak makanan kesukaanmu." Naren masih membujuk sang suami. Ryo berjalan sampai di ambang pintu. 

"Mas tunggu." Naren berlari menuju dapur hendak mengambilkan bekal yang sudah disiapkan sebelumnya. Karena terburu-buru, botol minum yang terbuat dari plastik itu terjatuh dan pecah. Naren kesal terhadap dirinya yang suka ceroboh. Niat hati ingin menghibur Ryo malah dirinya yang kesulitan. 

'Bruuummm....'

Deru sepeda motor milik Ryo terdengar, Naren terlonjak dan berlari secepat mungkin ke halaman depan rumahnya. Dia tidak ingin rencana yang dibuatnya ini gagal, meskipun Ryo tidak mau sarapan bersamanya setidaknya Ryo harus tahu bahwa Naren berusaha sebaik mungkin untuk menyenangkan hatinya dengan menyiapkan bekal untuk pria itu. 

"Mas...." Naren berteriak saat sepeda motor Ryo keluar dari pagar rumah. "Mas bekalmu." Naren mengejar Ryo hingga jarak 10 meter dari rumahnya. "Maaasssss...."

Naren menggenggam erat kotak bekal berwarna hijau muda itu. Dia menatap nanar isi di dalamnya yang sudah berhamburan tidak secantik saat ia hias sebelumnya. Hatinya kembali pedih, Naren teringan ucapan ibu Ryo yang mengatakan bahwa dirinya tidak berguna. Ternyata benar adanya, Naren memanglah istri yang tidak berguna. 

Hari yang baik seperti doanya tadi malam ternyata Tuhan tidak mengabulkannya. Naren melihat tumpahan air ada di mana-mana. Dia mengambil lap kain untuk mengeringkan lantai. 

"Sudah jangan menangis," ucapnya pada diri sendiri. Naren harus kuat, kata bidan kandungannya dia tidak boleh setres jika ingin cepat memiliki anak. 

Bukannya berhenti menangis, air mata semakin deras mengalir dikedua pipinya. Naren tidak pernah berada diposisi ini. Naren sangat tersiksa dengan makian dan pandangan sinis terhadapnya. Naren tidak pernah memilih untuk menjadi wanita yang tidak bisa memberikan keturunan. Berulang kali Naren meyakinkan diri bahwa takdir ini adalah yang terbaik untuknya, bahwa nanti akan takdir yang lebih indah untuknya. 

Namun, tidak ada yang bisa mengerti tentang apa yang dia rasakan. Naren ingin Ryo kembali hangat seperti sebelumnya. Naren akan meminta maaf seribu kali jika itu yang diinginkan Ryo. Naren akan melakukan apapun agar Ryo selalu mencintainya seperti dulu. 

"Katanya kamu akan selalu mencintaiku, Mas. Mengapa saat ini kamu mengabaikanku? Aku merindukanmu." Dada Naren terasa sesak, tangisnya pun tak mau berhenti. Dia tenggelam dengan rasa khawatir di hatinya. Dia ingin Ryo kembali.  

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Ryo Menghilang Sejenak

    "Wanita ini siapa?" Naren tak bisa membendung rasa penasarannya tentang wanita yang saat ini sedang bersama suaminya. Banyaknya masalah yang terjadi diantara mereka membuat Naren curiga. Dia selalu mempercayai Ryo, tetapi ada kalanya juga dia merasa cemburu disaat Ryo bersama wanita lain. "Dia teman kerjaku. Aku dapat tugas bareng sama dia dari atasan," jawab Ryo berusaha membuat Naren percaya padanya. Naren mengangguk paham, dia memaklumi karena yakin Ryo tidak akan berbohong. "Oh ya sudah lanjutkan." Naren tersenyum kecil, walau masih ada perasaan aneh di hatinya. Mungkin karena cemburu, dia tidak ingin Ryo malu dan merasa tidak nyaman karena sikapnya. "Oh ya kamu baru mau makan siang? Mau aku pesankan sesuatu?""Tidak perlu, Mas. Temanku sudah pesan sebelumnya." Naren menahan lengan Ryo yang hendak mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celana. "Sebaiknya Mas lanjutkan saja diskusinya, aku akan duduk bareng teman-temanku." Naren menunjuk ketiga temannya yang sudah duduk di meja y

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Dia dengan Wanita Lain

    "Davin, cepat ke ruangan saya!" Davin yang mendapat perintah dari tuannya itu segera menuju ruangan Deo. "Cari tahu masalah yang sedang terjadi dengan Naren dan suaminya." Davin membelalakkan kedua matanya, dia tidak salah dengar dengan apa yang diperintahkan oleh tuannya itu. Mencari tahu tentang Naren dan masalah apa yang tengah terjadi di dalam rumah tangganya, sungguh adalah tugas yang di luar dari prediksinya. Bagi Davin pribadi bukan urusannya penasaran dengan masalah orang lain apalagi tentang masalah rumah tangga. Harusnya juga bukan urusan Deo jika karyawannya sedang dihadapi suatu masalah. Semakin lam Deo semakin aneh dan tidak menjadi dirinya sendiri. Pribadi Deo yang tertutup, pendiam, tegas, dan berwibawa seakan lenyap hanya karena Naren. Davin semakin tidak mengerti jalan pikiran tuannya itu. Selama bertahun-tahun bekerja dengan Deo, baru kali ini Davin merasa kelimpungan dengan tugas yang diberikan oleh Deo. "Untuk apa, Tuan?" Deo menajamkan tatapannya, dia tidak s

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Mau Aku Peluk?

    "Apa kau sudah mencetak ulang kontraknya? Mengapa tidak segera kau serahkan padaku?" Raut wajah Deo membuat Naren gemetar. Deo terlihat sangat marah, Naren diam saja dan menerima kemarahan Deo padanya. "Maaf, Pak. Akan saya serahkan secepatnya." Naren berlalu meninggalkan ruangan Deo. Dia mengambil dokumen yang sudah ia cetak sebelumnya, dan Naren mengecek kembali agar sesuai dengan yang diminta oleh atasannya.Setelah memastikan bahwa dokumen itu sesuai, Naren segera kembali ke ruangan Deo dan menyerahkan dokumen itu. Deo menatap intens wajah Naren seolah pria itu memberi isyarat agar tidak ada kesalahan lagi."Kontraknya sudah sesuai, dan Bapak bisa tanda tangan di sini." Naren menunjukkan bagian yang harus Deo bubuhi tanda tangannya. Deo menganggukkan kepala pertanda bahwa dokumen yang Naren serahkan tanpa kesalahan. "Setelah ini akan saya copy dan mengirimnya ke pihak client. Sekali lagi saya minta maaf, kalau begitu saya permisi." Naren membungkukkan badan. Setelah kepergian Na

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Secangkir Kopi Pahit

    "Hei Naren."Naren terkejut, lalu bangkit dari tempat duduknya sampai-sampai menatap ujung meja. Naren akhirnya sadar dari lamunannya. Dia mengerjapkan kedua matanya, di depannya saat ini berdiri sosok Davin yang menatapnya penuh tanda tanya. Sebelumnya Davin mengetuk meja Naren beberapa kali, tetapi Naren tetap dalam lamunannya. Akhirnya Davin mengguncang bahu Naren karena ada hal mendesak yang harus mereka bahas. "Kau kenapa? Masih tidak enak badan?" tanya Davin ada sedikit khawatir karena wajah Naren pucat tidak seperti biasanya. Davin takut Naren justru pingsan di kantor yang nantinya akan menambah pekerjaan untuk Davin. Naren menggelengkan kepalanya, "Aku baik-baik saja. Maaf aku melamun barusan," kata Naren sembari mengusap kedua matanya yang berair. "Kalau begitu apa kau bisa mencetak kontrak yang baru saja dikirim oleh Lion Company?" Naren menyanggupi, dia mencari file yang beberapa menit lalu ia unduh di komputernya. "Oh ya, nanti bawa kontrak itu ke ruangan Pak Deo." Da

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Pergi dari Mereka

    "Kamu dari rumah ibu ya, Mas?"Naren mengikuti langkah Ryo saat pria itu baru saja datang. Dengan wajah kesal dan marah, Naren menodong suaminya dengan berbagai pertanyaan. Namun, sampai kamar mereka, Ryo tetap diam."Ngapain kamu ke sana? Untuk apa?""Mengapa tidak mengajakku?"Naren akhirnya berhenti mengikuti suaminya, dia memilih keluar dari kamar dan menenangkan diri di sofa ruang tamu karena Ryo tetap tidak mau membuka suara. Naren merasa diabaikan, pasti seperti apa yang ia pikirkan. Ibu Ryo pasti menjelek-jelekkan tentang dirinya, atau memaksa Ryo untuk segera berbuat sesuatu agar dirinya cepat hamil. Setelah pulang kerja, Naren mendapatkan pesan dari adik iparnya yang menanyakan keberadaan Naren karena tidak ikut ke rumah mertuanya bersama Ryo. Seketika Naren terkejut, karena Ryo tidak memberi kabar apapun padanya. Naren pun beberapa kali menghubungi Ryo, tetapi tidak mendapat balasan. Naren semakin gelisah, apapun yang berhubungan dengan keluarga Ryo selalu membuatnya takut

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Aku Telah Menikah

    "Aku kira kamu membenciku."Keduanya saling beradu tatap, hanya saja Deo tetap diam seperti enggan mengeluarkan suara atas pertanyaan Naren barusan. Naren menunggu dengan sabar dan berharap bahwa mantan kekasihnya itu mau menceritakan alasan yang sebenarnya mereka bisa berpisah bahkan menjadi orang yang sangat asing saat ini. Sayangnya Deo tetap bungkam sampai dua waiters pria dan wanita menghampiri meja mereka berdua. Waiters tersebut menaruh makanan yang telah dipesan di hadapan Naren dan juga Deo. Naren memutar bola matanya kesal, disaat yang ia tunggu-tunggu sudah sedikit lagi akan tercapai, tetapi dia harus menundanya lagi entah sampai kapan. Naren turut diam, dia mengambil garpu dan pisau daging. Untuk yang pertama kalinya, Naren masih kesulitan memotong daging steak yang cukup tebal ini. Naren melirik kesekitar dan mempelajari cara memotong daging dengan melihat orang-orang disekitarnya. "Ini."Tiba-tiba Deo menarik paksa piring Naren dan menggantinya dengan milik Deo. Naren

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status