Vanya telah siap sejak pukul enam pagi, berbanding terbalik dengan Charles yang masih tidur dengan pulasnya. Ia kemudian menggoyang-goyang pelan badan Charles, berusaha membangunkannya.
"Hoahh…." Mulut Charles menguap lebar sembari mengucek-ngucek matanya. "Ayo, kamu siap-siap. Kita berangkat dari rumah Mama kan?" "Sepagi ini kamu sudah cantik aja," puji Charles. "Terimakasih pujiannya," sahut Vanya. "Charlos mana?" tanya Charles seraya turun dari ranjang, memberi kesempatan agar Vanya bisa merapikan bantal dan selimut yang berantakan. "Masih tidur. Paling sebentar lagi dia juga bangun." Selesai membereskan tempat tidur, Vanya melangkah ke arah lemari hendak menyiapkan pakaian untuk Charles. "Bahagianya aku, kita mau liburan." Sebuah pelukan dari Charles membuat Vanya menghentikan aktivitas tangannya yang tengah mencari pakaian untuk Charles kenakan. "Mandi lah, biar kita makan terus ke rumah Mama," ucap Vanya. Charles memutar badan Vanya hingga kini mereka saling berhadapan satu sama lain. "Kamu gak bahagia?" "Bahagia, Charles," jawabnya sambil tersenyum. "Cepet mandinya ya," ucap Vanya lagi sambil meletakkan pakaian di atas tempat tidur. *** Setelah pamit dan menitipkan rumah pada Bu Sum dan suaminya, mereka beranjak pergi menuju rumah orang tuanya. Namun singgah sebentar di minimarket. Saat Vanya mengambil sebungkus benda yang keramat bagi laki-laki dan memasukkannya ke dalam keranjang belanjaannya, Charles menarik pelan tangan Vanya. "Kamu?" tanyanya sambil melirik benda yang ada di keranjang kemudian kembali menatap Vanya. "Gak tahu. Dari tanggal sih harusnya belum, tapi pinggang aku agak nyeri. Jadi antisipasi aja dulu. Memangnya kenapa?" "Gapapa," jawabnya agak sewot sambil mengambil keranjang belanjaan dari tangan Vanya, dan berlalu menuju kasir. Vanya tersenyum simpul melihat wajah sewot Charles tadi. Setibanya di rumah, Charles menurunkan dua koper dan satu tas kemudian meletakkannya di teras rumah. "Pagi, Pak," sapa mereka pada Pak Ujang yang duduk di ruang tamu dengan teh dan kue yang terhidang di depannya. "Pagi Pak, Bu," balas Pak Ujang. Charles kembali lagi ke ruang tamu bersama Frans, menemui Pak Ujang, sementara Vanya tetap tinggal di dapur menemani Charlos yang minta makan lagi, karena melihat ada roti di atas meja makan. "Sandra mana, Ma?" tanya Vanya pada Erin karena dari tadi belum melihat Sandra. "Masih siap-siap. Dia packing juga belum," ucap Erin sedikit sebal. "Begadang nonton drama Korea." "Ya ampun!" seru Vanya. "Emang gitu sih kalau udah kena virus drama Korea. Vanya juga gitu dulu, bela-belain begadang demi nonton sampai tamat satu drama," lanjut Vanya lagi. Dari arah belakang, muncul Sandra dengan pakaian gaya santai dan kacamata hitam yang tersemat di atas kepalanya. "Ini dia nih orangnya. Coba lihat, matanya sampai hitam gitu. Ngalah-ngalahin mata panda," ucap Erin saat Sandra telah duduk di kursi samping Vanya. Terdengar suara teriakan kecil Frans dari ruang tamu, menyuruh mereka cepat menyelesaikan makannya agar dapat dapat segera berangkat. Mobil besar berwarna hitam itu telah siap mengantarkan Charles sekeluarga menuju bandara. Setelah menyusun koper-koper ke dalam mobil, mereka satu per satu masuk ke dalam. *** Pengalaman pertama bagi Vanya pergi keluar kota naik pesawat dengan membawa anak. Benar saja, riweuh. Pada saat pesawat lepas landas pun, ia tak berhenti bersorak merasakan sensasi lepas landas. Charlos tampak aktif tak mau diam, ia meminta duduk di kursi pinggir dekat jendela. Hendak melihat pemandangan di atas. Langit biru dan hamparan awan-awan putih. "Senang banget Charlos," bisik Charles pada Vanya saat melihat anaknya tak henti berdecak kagum. Ditangannya, Vanya telah menyiapkan beberapa camilan untuk Charlos agar pada saat ia lapar, ia bisa langsung makan, sehingga tidak sempat rewel. Pun dengan sufornya. Penerbangan dari Jakarta ke Surabaya tak terasa. Setelah mengencangkan sabuk pengaman, Vanya memegangi Charlos, karena pesawat akan bersiap landing. "Yeeeyy…" Sorak Charlos senang saat pesawat telah benar-benar landing. Ia tak sabar ingin segera turun. "Kamu pegang Charlos ya, biar aku yang bawa tasnya," ucap Charles saat tiba giliran mereka turun. Dengan berbaris rapi mereka keluar dari pesawat. "Sampai jumpa, anak manis," ucap pramugari yang berdiri di depan pintu masuk pesawat sambil melambai dan tersenyum ramah. "Dadah." ucap Charlos melambaikan tangan. Begitu tiba di ruang kedatangan, Charles dan Sandra menunggu koper mereka yang masih di bagasi, sementara yang lain menunggu di salah satu cafe di sana. Lima belas menit kemudian, Charles juga Sandra datang menghampiri dengan membawa koper-koper mereka. "Gimana? Travelnya udah datang belum?" tanya Erin pada Charles yang sedang menyedot minuman milik Vanya. Ia merogoh handphonenya dan menonaktifkan mode pesawat. "Iya, Ma. Sudah didepan," jawab Charles setelah selesai membaca pesan yang masuk di whatsappnya. "Yuk, Sandra udah laper banget nih. Kita langsung makan kan?" tanya Sandra. Ia mengambil roti milik Charlos dari atas meja. "Iya." Charles berjalan lebih dulu sambil menarik koper yang diikuti oleh yang lain. Mereka disambut oleh, Brian, teman Charles selalu pemilik travel dan Mas Andi, driver sekaligus tour guide yang akan memandu mereka selama di Malang, begitu mereka keluar dari ruang kedatangan. Mas Andi memasukkan koper-koper ke dalam mobil, sementara Charles dan Brian mengobrol, sedikit bernostalgia. "Makasih ya, Bro. Semoga liburan di Malang berjalan lancar," ucap Brian sambil menjabat tangan Charles. "Aku yang makasih Bro, udah mau direpotin." Charles menepuk pundak Brian. "Maaf ya, Bro. Gak bisa nganter sampai ke hotel. Nanti kita ngopi-ngopi di cafe hotel ya." ujar Brian lagi. Ia hanya bisa ikut menjemput di bandara saja, karena setelah ini ada keperluan mendadak. Ia baru meninggalkan Bandara saat mobil elf yang membawa rombongan keluarga Charles itu berjalan meninggalkan Bandara. Mengikuti permintaan Sandra, mereka berhenti untuk makan siang di salah satu rumah makan di Surabaya. Soto lamongan menjadi kuliner pertama mereka, sebelum melanjutkan perjalanan menuju Malang. *** Sepanjang perjalanan menuju Malang, dimanfaatkan mereka untuk beristirahat sejenak. "Kamu mau tidur?" tanya Charles pada Vanya yang baru saja selesai memberikan sufor untuk Charlos. "Mau, tapi nanti aja kalau udah sampai di hotel. Ini kasian Charlos kalau dipindahin," ucap Vanya sambil mengelus-elus kepala Charlos yang tertidur nyenyak di pangkuannya. Setelah sekian lama perjalanan, Surabaya Malang, akhirnya mereka sampai juga di hotel. Sementara Mas Andi menurunkan koper dari bagasi mobil. Seorang bellboy hotel menyambut mereka dan mengantarkan mereka menuju meja resepsionis. "Selamat sore. Selamat datang di hotel kami," ucap petugas resepsionis ramah sambil menyatukan kedua telapak tangannya. "Selamat sore juga, Mbak," sahut Charles. "Kami sudah menerima reservasi untuk tiga kamar atas nama Bapak Charles. Petugas kami yang akan mengantarkan langsung ke kamar, beserta seluruh barang bawaan Bapak dan Ibu." Petugas resepsionis itu menyerahkan tiga kunci kamar kepada Charles. "Mas, sesuai dengan jadwal untuk hari ini hanya penjemputan saja. Mas sama keluarga mau jalan lagi atau gimana? Saya siap aja," ucap Mas Andi. "Istirahat aja malam ini, Mas. Kalau nanti ada apa-apa, saya bisa hubungi Mas Andi kan?" "Siap, Mas. Kalau gitu, saya permisi dulu ya. Selamat beristirahat buat Mas Charles sekeluarga." Mas Andi pergi meninggalkan hotel itu. Dengan diantar bellboy, mereka masuk ke dalam lift yang membawa mereka naik ke lantai delapan. Mereka mengikuti petugas bellboy itu sampai di depan pintu kamar. "Silahkan ini kamarnya." Petugas itu menunjuk tiga pintu kamar yang saling bersebelahan. Sandra menunjuk kamar di urutan kedua, sementara Erin dan Frans di kamar urutan pertama, dan kamar urutan terakhir akan ditempati oleh Charles dan Vanya. Mereka langsung masuk ke kamar untuk mandi dan meluruskan pinggang. Lumayan lama mereka hari ini di jalan. Pertama yang dilakukan Vanya adalah memandikan Charlos. Meski dia terlihat capek dan gerah ia masih saja tampak bersemangat. "Sebentar aku mandikan Charlos ya," ucap Vanya sambil menggandeng Charlos masuk ke kamar mandi. Sementara Vanya memandikan Charlos, Charles menyiapkan baju tidur yang akan dipakai oleh anaknya. *** Pulang dari makan malam dan jalan-jalan di sekitaran hotel, Charlos sudah terlelap tidur dalam gendongan Charles. Setibanya di kamar dengan twin bed itu, Charles meletakkan anaknya dengan perlahan di salah satu kasur. Baru saja akan mengajak Vanya untuk menempati kasur di sebelahnya, Aminya Charlos itu malah ikutan naik ke kasur Charlos. Charles masuk ke kamar mandi merapikan sedikit dirinya dan menyemprotkan parfum. Tak ada aba-aba dan pemberitahuan terlebih dulu, ia langsung mengangkat Vanya yang tengah menonton siaran tivi, memindahkannya ke kasur sebelah. "Kamu mau ngapain? Nanti Charlos bangun kalau berisik," ucap Vanya pada saat Charles telah berbaring di sampingnya. "Kamu kayak gak tahu Charlos aja kalau sudah tidur malam, suara berisik apapun mana dia dengar. Dia deep sleep gitu sampai pagi." Charles menarik selimut dan merapatkan diri dengan Vanya. Berada dalam keadaan seperti ini, membuat sebagian kesadaran Vanya mulai memudar. Jantungnya berirama sangat cepat. Telinganya terasa geli oleh hembusan nafas Charles, sementara ia sudah tak bisa bergerak karena erat pelukan lelaki itu. "Terimakasih sudah hadir di dalam hidupku, dan melengkapi aku serta Charlos, hingga kita bisa menjadi keluarga yang utuh seperti ini." Vanya terdiam mendengar ucapan Charles. "Aku gak tahu apa yang akan terjadi kalau saja aku tak menerima kamu dalam kehidupanku ini. Pasti aku sudah salah arah," ucap Charles seraya menarik pelan bahu Vanya hingga posisi membelakangi tadi berubah menjadi saling tatap satu sama lain. Detak jantung Vanya makin terasa cepatnya saat Charles menatapnya tajam kemudian tersenyum. Ia mendaratkan bibirnya di kening Vanya sambil membisikkan kata yang selama ini sangat diharapkannya. Kata-kata yang membuatnya sangat lega hingga terasa melayang ke atas awan. Sebuah pengakuan yang membuat Vanya merasa dihargai. "Aku cinta dan sayang sama kamu." Charles mengulangi kalimat itu lagi. "Maaf selama ini aku terlalu bodoh dan ego untuk mengatakannya." Rona merah terlihat di wajah Vanya. Maniknya berkaca-kaca, terharu mendengar pengakuan dari lelaki di hadapannya itu. Kecupan kembali mendarat di kening Vanya. "Kamu ngapain?" Vanya menarik tangan Charles dari sana. Sepasang alis yang membingkai wajah Charles saling bertaut. "Kamu ih, aku sudah ungkapkan semua isi hatiku, tapi kamu responnya malah dingin kaya itu. Kamu gak tahu susah payah aku mengatakan itu semua!" serunya dengan suara sedikit nyaring. "Bilang cinta balik atau sayang balik aja nggak," lanjut Charles. Vanya dengan cepat menyesap bibir Charles seolah memberi jawaban dari semua perkataannya. Mendapat sinyal baik dari Aminya Charlos, kali ini ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan dan bertekad harus berhasil apapun yang terjadi. "Aku pikir kamu sudah pakai benda itu di sini. Eh, ternyata belum. Berarti ini rezeki aku ya," bisik Charles yang tangannya meraba lembut daerah terlarang Vanya. "Auw, sakit tahu." Jerit Charles pelan mendapati perutnya dicubit oleh Vanya. Malu dengan Charles yang sudah mulai bebas melakukan hal itu. Tak ingin berlama-lama lagi, Charles langsung mengeluarkan semua kemampuannya untuk membuat wanita di hadapannya ini merasakan yang namanya indah bercinta. Dengan jari-jari tangan yang usil dan bebas berkelana di setiap inci kulit tubuh Vanya, ia memberikan semua yang terbaik yang dimilikinya. Vanya pasrah mengikuti apa yang dilakukan Charles sekarang. "Sayang," bisik Charles manja di telinga Vanya. Ia tak mendengar jawaban apapun dari Vanya, hanya nafas yang memburu dan mata yang tertutup. Charles memijat dua bagian atas Vanya yang tampak kencang dengan bibir tipis Vanya. Vanya terdiam. Ia menarik pelan badan Charles dan mencecap bibir Charles. Mencari jalannya, tubuh Vanya mengikuti irama dari tubuh Bapaknya Charlos yang sudah mulai tak terkendali. Ia menekan tubuh Vanya sedikit lebih kuat berusaha masuk ke tempat ternikmati milik Vanya itu. Vanya tak kuasa menahannya. Ia menggigit bibir bawahnya saat Charles berhasil masuk ke sana. "Sakit," ucapnya. "Iya, Sayang. Ayo kamu bikin kayak yang aku bikin ya," ucap Charles mengintruksikan Vanya. Dengan nafas yang besar dan saling memburu, dua anak manusia ini merasakan surga dunia saat telah mencapai puncaknya. Sambil memeluk Vanya. Charles kembali membaui leher jenjang Vanya. "Vanya, i love you." Charles kembali mengulangi kata itu di telinga Aminya Charlos. Rona merah terpancar dari wajah Vanya mendengar ungkapan cinta dari Charles. Setelah mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Charles, Vanya jadi malu sendiri, ia membenamkan wajahnya di dada kokoh Charles.Di restoran hotel mereka tengah menikmati sarapan pagi, sambil menunggu di jemput oleh Mas Andi. Vanya yang sedang mengantri mengambil salad buah, melihat seorang laki-laki dengan setelan jas hitam tersenyum ke arahnya.“Indra ya” gumam Vanya tak takun."Vanya," sapanya saat tiba di depan Vanya."Indra!" seru Vanya. Wajahnya tampak sumringah melihat Indra. Teman kuliahnya dulu yang tampak sangat berbeda sekarang."Sama siapa kamu kesini? Gak ngabarin deh kamu," ucap Indra akrab."Iya. Handphone aku sempat error, jadi banyak nomor kontak yang hilang."Merasa Vanya terlalu lama hanya untuk mengambil salad buah, Charles menyusul dan melihat Vanya tengah asyik berbincang dengan orang lain. Dalam hatinya bertanya-tanya siapa lelaki yang sedang berbicara dengan Vanya itu."Eh, Ndra. Ini kenalin suami aku, Charles." Saat menyadari kedatangan Charles, Vanya reflek memperkenalkan suaminya yang tampan itu. Mereka berjabatan tangan sebentar, sebelum Charles menggand
Vanya telah siap sejak pukul enam pagi, berbanding terbalik dengan Charles yang masih tidur dengan pulasnya. Ia kemudian menggoyang-goyang pelan badan Charles, berusaha membangunkannya."Hoahh…." Mulut Charles menguap lebar sembari mengucek-ngucek matanya."Ayo, kamu siap-siap. Kita berangkat dari rumah Mama kan?""Sepagi ini kamu sudah cantik aja," puji Charles."Terimakasih pujiannya," sahut Vanya."Charlos mana?" tanya Charles seraya turun dari ranjang, memberi kesempatan agar Vanya bisa merapikan bantal dan selimut yang berantakan."Masih tidur. Paling sebentar lagi dia juga bangun."Selesai membereskan tempat tidur, Vanya melangkah ke arah lemari hendak menyiapkan pakaian untuk Charles."Bahagianya aku, kita mau liburan." Sebuah pelukan dari Charles membuat Vanya menghentikan aktivitas tangannya yang tengah mencari pakaian untuk Charles kenakan."Mandi lah, biar kita makan terus ke rumah Mama," uca
"Kayaknya gak bisa deh, hari ini sampai beberapa hari kedepan Mama di Bandung. Di rumah Yuda.""Berarti lain kali harus atur jadwal dulu sama Mama ya," ucap Charles. "Gak gitu juga sih tapi jangan mendadak kaya gini juga. Gapapa kalian liburan aja ya. Nanti bawa oleh-oleh kabar baik ya," ucap Mama.Charles senyum-senyum mendengar ucapan Mama di telpon. Vanya yang dari tadi berdiri di depan connecting door, berjalan mendekat menanyakan apa yang mereka obrolan. Walaupun sebenarnya, Vanya sudah tahu Mama gak bakal bisa ikut liburan dengannya, tetap saja ia sedih mendengar jawaban dari Charles."Jadi mau gimana?" tanya Charles.Vanya mengangkat kedua pundaknya."Lain kali kita atur jadwal lagi kalau mau ajak Mama jalan," ucap Charles. Vanya mengangguk sambil mengajak Charlos ke ruang tamu untuk sarapan.Setelah menempatkan Charlos di kursinya, Vanya menyiapkan makanan untuk Charlos."Kalau kata Omanya Charlos barusan aku telpon, mereka excited buat libur
Hari-hari berjalan seperti biasa, meski telah tidur terpisah selama kurang lebih satu bulan. Vanya tetap menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan istri. Ia tetap melayani suaminya. Seperti pagi ini, ia pun tak keberatan untuk mengantarkan Charles ke kantor. Setelah menempatkan Charlos pada kursi khusus anak yang terpasang di kursi belakang, mereka meninggalkan rumah dan menuju kantor Charles."Kalian mau langsung pulang atau ada tujuan lain?" tanya Charles sebelum turun dari mobil."Mampir ke tempat Mama boleh kan?"Charles mengangguk seraya membelai lembut lengan Vanya. "Kalian hati-hati ya."***Vanya berada di rumah Mama, hingga selesai jam makan siang. Seperti tahu anak dan cucunya akan datang, Mama memasak makanan kesukaan Vanya. Ia makan dengan lahap sementara Charlos diurus oleh Mama."Wuih, hebat nih cucu Oma makannya habis," ucap Mama girang sambil bertepuk tangan yang kemudian diikuti oleh Charlos. Mama kemudian membersihkan mulut Char
Rumah baru dengan satu lantai dan halaman yang cukup luas itu, penuh dengan keluarga Vanya dan juga Charles. Setelah mengucap doa dan syukur, mereka bergantian menikmati makanan yang telah tertata rapi di meja panjang. "Cuman makan sayur aja? Kamu diet," ucap Nana saat melihat piring yang dipegang Vanya. "Mau diet apa coba, Kak. Vanya sudah gini," ucap Vanya sambil melihat badannya. Gak gemuk gak kurus juga sih."Iya kamu gak usah diet-diet ya, tapi jangan juga sampe bablas," timpal Mama."Iya, Ma," sahut Vanya.Jarum jam mulai menunjuk ke pukul tiga sore, saat beberapa keluarga sudah mulai pamit pulang. Dengan didampingi Vanya, Charles mengantarkan keluarganya yang pamit pulang. Ia juga mengucapkan terimakasih kepada mereka, karena telah bersedia hadir di acara ini. Vanya dibantu Bu Sum, membereskan meja makan kemudian membawa beberapa piring dan gelas yang kotor ke dapur."Bu Vanya di depan saja, biar saya yang bereskan, Bu," ucap Bu Sum saat melihat
Sepanjang jalan Charlos yang duduk di pangkuan Erin terus berdecak kagum melihat gedung-gedung tinggi dan ramainya kendaraan di jalan raya. Rona wajahnya sama dengan cuaca pagi ini, sangat cerah. Seperti tahu ia akan berkunjung ke makam ibunya saja. Empat puluh lima menit perjalanan, mereka akhirnya tiba di pemakaman umum tempat Kirana beristirahat untuk selamanya."Mobilnya Charles," ucap Erin seraya menunjuk mobil besar dengan warna hitam yang terparkir di bawah pohon."Iya, Ma," jawab Vanya sambil menoleh."Sayang, kamu duluan ya. Biar Mama beli bunga dulu," suruh Erin. Dengan menggendong Charlos, Vanya masuk ke area pemakaman yang dipenuhi pepohonan. Ia melangkahkan kaki pasti menuju pusara Kirana, istri pertama suaminya itu."Hai sayangku yang akan selalu mengisi hatiku," sapa Charles sambil mengusap nisan bertuliskan nama istri pertamanya itu. Sapaan yang terdengar jelas di telinga Vanya. Yang akan selalu mengisi hati ku.Kalimat itu berputar