Share

Kehidupan Baru

Penulis: Lystania
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-13 10:15:43

Dengan mengendarai mobil, mereka berdua meninggalkan rumah dan pergi ke kedai es krim, tempat biasa yang Vanya dan Charles pernah kunjungi. Meski sedikit agak pusing dan badan yang sedikit panas dingin, Vanya memarkirkan mobilnya dan menggandeng tangan Charlos masuk ke dalam kedai.

"Mbak, yang ini sama ini aja ya," ucap Vanya memesan dua porsi es krim serta meminta izin pada Mba itu agar memperbolehkan daftar menu es krim itu tetap tinggal di meja karena Charlos masih asyik melihat-lihat.

Tak berapa lama, Mbak yang tadi kembali dengan membawa dua porsi es krim. Sementara Vanya baru saja melahap sesuap es krimnya, kepalanya langsung terasa sakit. Nyut. Sampai ke ubun-ubun. Ia mengatur nafasnya mencoba menghilangkan rasa sakit di kepalanya itu.

Dari arah belakang, suara yang cukup familiar menyapanya. Vanya menoleh dan sedikit melemparkan senyum.

"Lama gak ketemu sudah bawa anak aja, Bang. Nikah gak undang-undang," ucap Vanya.

"Ngeledek. Ini keponakan Abang. Seumur sama Charlos, anak kamu." Wisnu mendudukan keponakannya di samping Charlos.

"Kalian berdua aja?" tanya Wisnu lagi.

"Iya, Bang. Bapaknya lagi ada tugas pengawalan," sahut Vanya sambil memegangi kepalanya yang tampak sudah berat. Pandangan matanya pun sedikit kabur.

“Kamu sakit? Muka kamu pucat.”

"Sedikit pusing." Vanya menekan-nekan pelipisnya. Ia tetap berusaha menahan sakit dikepalanya, paling tidak sampai Charlos menghabiskan es krimnya.

"Ami," panggil Charlos. Tak ada sahutan dari Vanya, hanya senyum menahan sakit yang tersungging dari bibirnya.

"Charlos, sudah selesai makannya kan? Ayo Om  antar pulang. Mamanya lagi gak enak badan." Wisnu membantu Charlos dan keponakannya turun dari kursi mereka masing-masing. Setelah meninggalkan dua lembar uang seratus ribuan di meja, Wisnu membantu Vanya berdiri dan memapahnya menuju mobilnya. 

Dari kejauhan, Charles dapat melihat jelas Vanya tengah dipegangi oleh Wisnu. Ya, sangat terlihat jelas, karena letak kedai es krim itu tepat di pinggir jalan raya dan dekat dengan lampu merah. Ia juga dapat melihat jelas Vanya dibawa masuk ke dalam mobil Wisnu. Ia mengambil handphone dari dalam sakunya dan langsung menghubungi Vanya, namun sayang, berkali-kali dihubungi, tak ada jawaban dari Vanya, membuatnya sangat murka. Andai saja ia tidak sedang dalam pengawalan Kapolri, pasti ia akan langsung menghampiri Vanya dan Wisnu di situ. Tapi itu tak dapat dilakukannya, mana setelah ini dia harus menyelesaikan laporan, yang itu artinya, dia tak dapat langsung pulang ke rumah.

***

Pintu rumah dibuka oleh Bu Sum, yang kemudian kaget melihat Vanya tengah dipapah.

"Makasih ya, Bang Wisnu," ucap Vanya seraya memegang pintu sebagai sandarannya.

"Sama-sama. Kamu istirahat ya. Aku pulang dulu." Pamit Wisnu sambil melambaikan tangan ke arah Charlos. Bu Sum membantu Vanya masuk dan mendudukkannya di ruang tamu.

"Ibu sakit apa? Saya panggilkan dokter ya Bu, atau saya hubungi Pak Charles," ucap Bu Sum khawatir. Di sampingnya Charlos juga sudah mulai merengek, takut Aminya itu kenapa-napa. 

Di kantornya, Charles baru saja selesai melakukan pengawalan, ia bergegas menuju ruangannya untuk menyelesaikan laporannya.

“Bisa-bisanya dia menjadikan Charlos alasan supaya bisa keluar rumah padahal dia ketemu sama Wisnu. Pake acara pegang-pegang segala” umpatnya dalam hati. Ia begitu kesal mengingat kejadian sore itu. Sambil memutar kursinya ke arah belakang, ia mengambil kertas yang keluar dari dalam printer.

"Urg… bikin susah aja!" serunya geram sambil meremas kertas itu dan melemparkannya ke dalam tong sampah. Bukan laporan kejadian yang ditulisnya, namun malah umpatan kekesalan yang tertulis di sana. Ia kembali membaca ulang ketikannya sebelum menekan tombol print.

Charles membereskan mejanya dan meletakkan laporan itu di meja atasannya.

"Dia kemana sih?!" Kesalnya saat tak ada respon dari Vanya juga Bu Sum.

Ia masuk ke dalam mobil dan memacu kecepatannya agar sampai di rumah lebih cepat.

Empat puluh lima menit waktu yang biasa di tempuhnya untuk sampai ke rumah, kini dipangkasnya menjadi tiga puluh menit saja. Ia bingung begitu tiba di rumah tak melihat mobil Vanya.

"Aminya Charlos belum pulang, Bu? Charlos mana?" tanya Charles dengan raut wajah menahan amarah.

"Charlos baru saja tidur, Pak. Kalau Bu Vanya sedang istirahat di kamar. Sakit."

"Sakit?" ulang Charles. "Tapi mobilnya gak ada di luar?"

"Lo, Bu Vanya gak ada hubungi Bapak ya?"

Charles menggeleng. 

Setelah mendengar penjelasan Bu Sum, Charles segera masuk ke dalam kamar. Ia berjalan perlahan menghampiri Vanya yang tengah tertidur. Ia meraba jidat Vanya dan merasakan perbedaan suhu yang lumayan  jauh dengan suhu tubuhnya.

"Bu, sudah panggil dokter belum?" tanya Charles pada Bu Sum.

"Belum, Pak. Tadi Bu Vanya bilang cuma mau istirahat aja," jawab Bu Sum.

***

Charles mengompres Vanya dengan kain bersih yang telah dicelupkan ke dalam air hangat.

"Kamu diapain sama dia sih sampe sakit kayak gini?" Charles mencelupkan lagi kain itu ke dalam air di dalam  baskom dan menempelkannya di jidat Vanya.

"Kamu ngomong apa sih?" suara Vanya lirih. Ia membuka sedikit matanya.

"Kamu sama temen abang kamu itu kan tadi di kedai es krim? Pake alasan Charlos lagi," ucapnya sewot sambil mengompres jidat Vanya.

"Aku pikir kamu udah berubah, tapi sama aja, pikirannya masih sama, jelek sama aku." Vanya melepas kain dari jidatnya dan melemparnya pelan ke pangkuan Charles. Ia tak memperdulikan Charles yang melotot menatapnya.

"Aku lagi sakit, kamu masih aja nuduh yang macam-macam!" Vanya membalik badannya membelakangi Charlos.

Charles terbangun karena suhu kamar yang terasa sedikit panas. Ia mengambil remote AC, hendak mengembalikan ke suhu yang biasa di setting untuk kamar tidurnya. Ia meraba kening Vanya dan merasakan suhu badannya telah turun.

"Kamu ngapain?" tanya Vanya saat Charles hendak mengganti pakaian Vanya yang basah oleh keringat. 

"Ganti baju kamu, keringat kaya gitu. Supaya enak tidurnya."

"Aku ke kamar mandi aja," ucapnya sambil bangun dari tidurnya. Ia memegangi kepalanya sejenak sebelum akhirnya masuk ke kamar mandi.

Begitu keluar dari kamar mandi dan naik lagi ke tempat tidur, semangat Charles seakan membara melihat Vanya yang sudah terlihat lebih fresh. Ia mendekati Vanya.

"Kamu sudah enakkan?" tanya Charles sambil melingkarkan tangannya pada pinggang Vanya. 

"Sudah. Kamu mau ngapain?" selidik Vanya.

"Mau apa lagi kalau bukan mau kamu," jawab Charles yang tiba-tiba sudah ada di atas badan Vanya. Menciumi Vanya dari atas hingga bawah kemudian melucuti pakaiannya.

“Aku mau minta jatah yang banyak malam ini ya,” bisiknya merdu di telinga Vanya.

Sejurus kemudian mereka berdua saling melengkapi satu sama lain. Sisi wild keduanya sangat tak terkendalikan. Baik Charles dan Vanya seolah enggan mengakhiri permainan yang memabukkan jiwa ini. Saling balas dan tak mau kalah satu sama lain. Namun, akhirnya peraduan panas ini harus mereka sudahi karena Vanya sudah lelah mengimbangi Charles yang tenaganya sangat kuat malam ini. Baru saja ingin memejamkan mata. Perlahan tapi pasti, nyeri menyerang perut bagian bawahnya. Tak ingin membuat Charles cemas, ia mengabaikan rasa nyeri itu dan mencoba tidur.

***

Rasa nyeri yang diharapkannya hilang, tapi nyatanya tidak. Betapa kagetnya ia saat melihat bercak darah di celana yang dikenakannya, seingatnya ini buka jadwal tamu bulannya. Sambil membersihkan bercak darah itu, otaknya terus berputar. Memikirkan bercak darah apa ini dan mengapa perutnya masih terasa nyeri saja. Ia masih berada di kamar mandi karena nyeri di perutnya makin bertambah hingga membuatnya sedikit kesusahan untuk berdiri. Duduk di atas closet menjadi pilihannya, berharap rasanya nyeri ini sedikit berkurang.

Pintu kamar mandi yang sengaja tak di kunci Vanya, di buka oleh Charles.

"Kamu belum selesai?" tanya Charles heran.

".... " Vanya tetap pada posisinya.

"Kamu sakit lagi?" Charles panik dan meraba kening Vanya. "Enggak. Suhu badan kamu normal," sambung Charles. 

Dengan memegang tangan Charles, Vanya berusaha untuk berdiri. 

Sontak Charles menjerit saat melihat ada cairan merah mengalir di kaki Vanya.

"Kamu lagi kedatangan tamu?"

"Sa… kit," rintihnya. Saking bingungnya, Charles hanya mematung memandang Vanya. Tak tahu harus berbuat apa. 

Kali ini mau tak mau Vanya mengikuti perkataan Charles untuk periksa ke dokter. Dengan takut-takut, mereka berdua masuk ke ruang praktek dokter. Vanya lantas menceritakan apa yang dirasakannya sebelum dokter menyuruhnya berbaring di atas tempat tidur.

Dokter itu senyum-senyum, sambil memberikan gel di atas perut Vanya kemudian menekan pelan perutnya dengan benda berbentuk agak panjang itu.

"Nah, selamat ya. Ini kantung janin sudah kelihatan." Dokter menggerak-gerakkan benda panjang itu di atas perut Vanya.

“Janin? Hamil?” gumam Vanya tak percaya.

"Istri saya hamil, Dok?" Charles menarik kesimpulan.

"Iya, Pak. Usia kehamilannya sekitar delapan minggu."

Dokter menyudahi sesi USG nya, membiarkan seorang perawat membantu Vanya untuk berdiri dan duduk di kursi samping Charles.

"Karena usia kehamilannya masih muda dan sedikit lemah, jadi saya sarankan istrinya tidak bekerja yang terlalu berat. Dan untuk sementara Bapak puasa dulu ya," ucap dokter itu mesem-mesem. "Kasian Ibunya kalau sampe pendarahan lagi seperti ini."

"Puasa, Dok?" Charles mengerutkan keningnya.

"Iya, Pak. Kasian Ibunya kalau harus berperang sama Bapak sampai pendarahan kaya gini," jelas dokter itu.

"Tapi gak lama kan, Dok?" tanya Charles yang membuat dokter serta suster itu menahan tawa. 

Charlos berlari kecil menghampiri orang tuanya.

Mereka meninggalkan rumah sakit setelah Charles selesai menebus vitamin serta obat Vanya. Setibanya di rumah, ia membawa Aminya Charlos itu ke kamar untuk beristirahat. 

"Kamu apa-apaan sih nanya kaya gitu sama dokter, malu tau." Vanya sewot.

"Kan biar jelas," jawab Charles sambil mengirimkan pesan pada Erin. "Barusan aku kasih kabar sama Mama, sebentar lagi paling Mama datang."

"Pokoknya kamu puasa sampai aku lahiran!"

Charles terkekeh. "Jangan bercanda ya kamu."

Sebuah ciuman mendarat di bibir Vanya yang sedikit manyun. Sambil menggenggam tangan Vanya, Charles menatap sepasang mata hitam milik Aminya Charlos itu.

"Terimakasih ya, kamu kembali memberi aku kebahagiaan dengan kehadiran calon adiknya Charlos ini." Satu tangan Charles mengusap perut Vanya. 

Ia mencium puncak kepala Vanya.

"Semoga kita dan keluarga ini selalu mendapatkan kebahagian, amin." Mereka berdua kompak mengamini perkataan Vanya.

"Mulai lagi kan." Protes Vanya saat Charles mulai menciuminya dengan penuh semangat.

Charles tertawa. "Gak tahu ya, bawaannya pengen sama kamu terus. Mungkin bawaan bayi ya."

Vanya menggelengkan kepala. Ia melambaikan tangan pada Charles yang pamit pergi kerja.

Sambil mengusap perutnya, Vanya tersenyum bahagia. Tak menyangka akan ada kehadiran malaikat kecil yang melengkapi keluarga mereka.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DUDA POLISI BUCIN   Lahir Ke Dunia

    Susah payah Vanya mengangkat Charlos. Di balik pintu pagar, terdengar suara mobil berhenti yang tak berapa lama, dua orang masuk. Erin berteriak kecil melihat Vanya yang masih saja menggendong Charlos dengan perut yang sudah besar."Charlos, ayo sama onty Sandra," ucap Sandra sambil menunjukkan bungkusan berisi kue."Kamu ih, perut sudah besar masih aja gendong Charlos. Udah turun banget perut kamu loh. HPL nya kapan?” tanya Erin mengenai tanggal perkiraan lahir."Kemarin periksa ke dokter sih, katanya minggu-minggu ini, Ma. Disuruh banyak gerak supaya debaynya makin masuk jalan lahir," jawab Vanya. Erin menggandeng tangan Vanya, masuk dan duduk di ruang tamu."Semua yang terbaik buat kamu ya sayang," ucap Erin sambil mengusap perut besar Vanya. Ia dan Sandra datang membawakan perlengkapan untuk calon adik Charlos. Meskipun mulai kemarin ia sudah banyak mengirimkan barang, tapi entah mengapa ia selalu merasa kurang, hingga ada-ada saja perlengkapan yang tak begitu di

  • DUDA POLISI BUCIN   Kehidupan Baru

    Dengan mengendarai mobil, mereka berdua meninggalkan rumah dan pergi ke kedai es krim, tempat biasa yang Vanya dan Charles pernah kunjungi. Meski sedikit agak pusing dan badan yang sedikit panas dingin, Vanya memarkirkan mobilnya dan menggandeng tangan Charlos masuk ke dalam kedai."Mbak, yang ini sama ini aja ya," ucap Vanya memesan dua porsi es krim serta meminta izin pada Mba itu agar memperbolehkan daftar menu es krim itu tetap tinggal di meja karena Charlos masih asyik melihat-lihat.Tak berapa lama, Mbak yang tadi kembali dengan membawa dua porsi es krim. Sementara Vanya baru saja melahap sesuap es krimnya, kepalanya langsung terasa sakit. Nyut. Sampai ke ubun-ubun. Ia mengatur nafasnya mencoba menghilangkan rasa sakit di kepalanya itu.Dari arah belakang, suara yang cukup familiar menyapanya. Vanya menoleh dan sedikit melemparkan senyum."Lama gak ketemu sudah bawa anak aja, Bang. Nikah gak undang-undang," ucap Vanya."Ngeledek. In

  • DUDA POLISI BUCIN   Kembali Ke Aktivitas

    Saat jam makan siang, Charles tiba di rumah. Ia masuk ke kamar dan melepas jaketnya sembari mengganti bajunya."Kamu gak ngantor lagi?" tanya Vanya saat melihat Charles telah berganti pakaian."Nggak. Karena sore nanti mau piket malam." Vanya menautkan alisnya mendengar ucapan Bapaknya Charlos itu."Jadi kamu gak pulang?" tanya Vanya mengiringi Charles ke ruang makan. Charles menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Vanya."Kenapa? Gak mau tidur sendiri lagi ya? Enakkan tidur ada temennya kan, bisa--"PLAKSebuah pukulan mendarat di belakang Charles."Mancing yaa…" Vanya buru-buru kabur sebelum Charles mengejarnya.Selesai makan siang, Charles bersantai di ruang tengah menikmati siaran tivi, sementara Vanya membersihkan Charlos yang belepotan nasi juga lauk di wajahnya, kemudian menggantikan bajunya."Papa…" panggilnya seraya menghampiri Charles di ruang tengah. Ia membawa serta mainan dan meletakkannya di pangkuan Charles."Main

  • DUDA POLISI BUCIN   Masih Liburan

    Di restoran hotel mereka tengah menikmati sarapan pagi, sambil menunggu di jemput oleh Mas Andi. Vanya yang sedang mengantri mengambil salad buah, melihat seorang laki-laki dengan setelan jas hitam tersenyum ke arahnya.“Indra ya” gumam Vanya tak takun."Vanya," sapanya saat tiba di depan Vanya."Indra!" seru Vanya. Wajahnya tampak sumringah melihat Indra. Teman kuliahnya dulu yang tampak sangat berbeda sekarang."Sama siapa kamu kesini? Gak ngabarin deh kamu," ucap Indra akrab."Iya. Handphone aku sempat error, jadi banyak nomor kontak yang hilang."Merasa Vanya terlalu lama hanya untuk mengambil salad buah, Charles menyusul dan melihat Vanya tengah asyik berbincang dengan orang lain. Dalam hatinya bertanya-tanya siapa lelaki yang sedang berbicara dengan Vanya itu."Eh, Ndra. Ini kenalin suami aku, Charles." Saat menyadari kedatangan Charles, Vanya reflek memperkenalkan suaminya yang tampan itu. Mereka berjabatan tangan sebentar, sebelum Charles menggand

  • DUDA POLISI BUCIN   Liburan Dimulai

    Vanya telah siap sejak pukul enam pagi, berbanding terbalik dengan Charles yang masih tidur dengan pulasnya. Ia kemudian menggoyang-goyang pelan badan Charles, berusaha membangunkannya."Hoahh…." Mulut Charles menguap lebar sembari mengucek-ngucek matanya."Ayo, kamu siap-siap. Kita berangkat dari rumah Mama kan?""Sepagi ini kamu sudah cantik aja," puji Charles."Terimakasih pujiannya," sahut Vanya."Charlos mana?" tanya Charles seraya turun dari ranjang, memberi kesempatan agar Vanya bisa merapikan bantal dan selimut yang berantakan."Masih tidur. Paling sebentar lagi dia juga bangun."Selesai membereskan tempat tidur, Vanya melangkah ke arah lemari hendak menyiapkan pakaian untuk Charles."Bahagianya aku, kita mau liburan." Sebuah pelukan dari Charles membuat Vanya menghentikan aktivitas tangannya yang tengah mencari pakaian untuk Charles kenakan."Mandi lah, biar kita makan terus ke rumah Mama," uca

  • DUDA POLISI BUCIN   Persiapan

    "Kayaknya gak bisa deh, hari ini sampai beberapa hari kedepan Mama di Bandung. Di rumah Yuda.""Berarti lain kali harus atur jadwal dulu sama Mama ya," ucap Charles. "Gak gitu juga sih tapi jangan mendadak kaya gini juga. Gapapa kalian liburan aja ya. Nanti bawa oleh-oleh kabar baik ya," ucap Mama.Charles senyum-senyum mendengar ucapan Mama di telpon. Vanya yang dari tadi berdiri di depan connecting door, berjalan mendekat menanyakan apa yang mereka obrolan. Walaupun sebenarnya, Vanya sudah tahu Mama gak bakal bisa ikut liburan dengannya, tetap saja ia sedih mendengar jawaban dari Charles."Jadi mau gimana?" tanya Charles.Vanya mengangkat kedua pundaknya."Lain kali kita atur jadwal lagi kalau mau ajak Mama jalan," ucap Charles. Vanya mengangguk sambil mengajak Charlos ke ruang tamu untuk sarapan.Setelah menempatkan Charlos di kursinya, Vanya menyiapkan makanan untuk Charlos."Kalau kata Omanya Charlos barusan aku telpon, mereka excited buat libur

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status