Di restoran hotel mereka tengah menikmati sarapan pagi, sambil menunggu di jemput oleh Mas Andi. Vanya yang sedang mengantri mengambil salad buah, melihat seorang laki-laki dengan setelan jas hitam tersenyum ke arahnya.
“Indra ya” gumam Vanya tak takun. "Vanya," sapanya saat tiba di depan Vanya. "Indra!" seru Vanya. Wajahnya tampak sumringah melihat Indra. Teman kuliahnya dulu yang tampak sangat berbeda sekarang. "Sama siapa kamu kesini? Gak ngabarin deh kamu," ucap Indra akrab. "Iya. Handphone aku sempat error, jadi banyak nomor kontak yang hilang." Merasa Vanya terlalu lama hanya untuk mengambil salad buah, Charles menyusul dan melihat Vanya tengah asyik berbincang dengan orang lain. Dalam hatinya bertanya-tanya siapa lelaki yang sedang berbicara dengan Vanya itu. "Eh, Ndra. Ini kenalin suami aku, Charles." Saat menyadari kedatangan Charles, Vanya reflek memperkenalkan suaminya yang tampan itu. Mereka berjabatan tangan sebentar, sebelum Charles menggandeng Vanya, membawanya kembali ke meja untuk sarapan. Aminya Charlos itu dapat merasakan bahwa Charles tengah terbakar cemburu. Ia tampak tak banyak bicara sepanjang sarapan. Pun saat mereka masuk ke dalam mobil jemputan untuk mulai berwisata. Mereka berkeliling kota Malang, menikmati suasana alamnya yang sejuk sebelum akan berkunjung ke salah satu tempat wisata yang banyak dikunjungi. Setibanya di tempat tujuan, Mas Andi mengantrikan tiket untuk mereka masuk. Charlos luar biasa senangnya begitu masuk ke dalam. Seperti biasa, ia tak mau dipegangi dan hendak berjalan sendiri. Sedikit kewalahan, namun melihat Charlos tampak girang membuat hilang rasa capek saat mengejarnya. *** Setelah makan siang selesai, mereka melanjutkan perjalanan menuju destination kedua. Setelah puas berkeliling dan menikmati parade yang tengah berlangsung, mereka bergegas meninggalkan tempat itu. Kemudian menyempatkan diri ke wisata taman bunga. apalagi kalau bukan Selecta. "San, fotoin Mama disana ya," ucap Erin begitu antusias sambil menunjuk ke arah bunga-bunga berwarna merah. Sementara itu, Vanya menemani Charlos naik di wahana bermain anak-anak. Sandra mendekati Charles yang wajahnya terlihat sedikit bete. "Liburan kok bete?" Charles tak menjawab. "Bete karena liburannya cuman sebentar aja atau bete karena hal lain nih?" tanya Sandra lagi. "Eh, nanti malam Abang sama Kak Vanya mau jalan cari angin, Charlos tidur sama kamu dulu ya," ujar Charles. "Cari angin atau cari-cari alasan supaya--" Sandra tak meneruskan ucapannya karena tatapan mata Charles yang siap menerkamnya. "Iya, iya. Emosian banget sih, Abang." Sandra langsung mengiyakan permintaan Abangnya itu. Tak berapa lama, Vanya dan Charlos datang setelah puas bermain beberapa wahana. Mereka berjalan ke arah luar menuju mobil, karena sebentar lagi tempat wisata ini akan close. Sebelum benar-benar meninggalkan tempat wisata ini, Erin meminta tolong pada Mas Andi untuk mengambil foto keluarga mereka disana. *** Belum mengetahui rencana Charles, Vanya seperti biasa mempersiapkan Charlos dengan pakaian tidurnya. Namun ketukan pintu membuatnya kaget. Ia tak dapat menghindar saat Charlos di ajak ke kamar Erin, meski sudah berusaha menahannya secara halus. "Gapapa. Kalian sekali-kali jalan berdua. Biar Mama sama Sandra yang jagain Charlos," ucap Erin sambil tersenyum menatap Vanya dan Charles bergantian. Sementara Sandra dan Charlos telah keluar kamar menghilang di balik pintu. "Makasih, Ma," ucap Charles sambil mengantar Erin sampai depan pintu kemudian menutupnya lagi. "Yuk," ajak Charles sambil memberikan cardigan rajut ke tangan Vanya. "Emang mau kemana? Kenapa gak ajak Charlos juga?" tanyanya seraya mengenakan cardigan berwarna merah maron itu. "Kamu gak dengar kata Mama tadi? Kan kita perlu jalan berdua, sekali-kali." Vanya tak membantah lagi ucapan Charles. Ia meraih handphone dan dompetnya kemudian mengikuti Charles. Rupanya di parkiran hotel, Mas Andi telah menyiapkan satu sepeda motor matic lengkap dengan helmnya. "Hati-hati ya, Mas. Kalau ada apa-apa langsung hubungi saya aja," ucap Mas Andi sambil memberikan kunci sepeda motor dan pamit pergi. Ia menerima helm yang diberikan, kemudian duduk di belakang Charles yang telah siap melajukan sepeda motornya. Di jalan raya yang tak terlalu ramai itu, mereka berkendara menikmati suasana malam di kota Malang yang sejuk, tapi lebih tepatnya dingin sih. Charles melepas satu tangannya, mencari tangan Vanya kemudian menggenggamnya. "Kamu gak ada niat mau peluk aku?" "Iya, iya." Vanya melingkarkan kedua tangannya di pinggang Charles. Namun, baru beberapa menit, tangan Vanya terlepas lagi. "Kamu lo, disuruh meluk aja susah, kemarin di eksekusi--" ucapan Charles terpotong akibat ulah Vanya yang mencubiti perut hingga dadanya, baru kemudian memeluk Charles lagi. Motor yang mereka kendarai menepi di salah satu cafe yang tampak ramai. Mereka melepas helm kemudian masuk ke dalam. Meja di dekat pintu masuk menjadi pilihan mereka untuk duduk bersantai. "Silahkan mau pesan apa?" seorang pelayan menghampiri mereka. Gadis dengan baju super ketat dan tatapan mata yang sedikit nakal melirik Charles. "Jus alpukat aja dua," ucap Vanya cepat sambil mengembalikan kertas yang dilaminating berisikan menu makan. "Kamu gak mau ngemil?" Charles hendak memanggil gadis tadi, namun langsung dicegah Vanya. "Kenapa?" tanya Charles melihat Vanya yang membelalakan mata menatapnya. "Masih nanya lagi? Kamu sengaja mau liatin cewe tadi? Ababil gitu!" "Ababil?" Charles bingung. "Abege labil, kayak kamu labil!" seru Vanya. Gadis tadi datang lagi dan menyuguhkan dua gelas jus alpukat di meja. Charles sengaja mengucapkan terimakasih dan tersenyum pada gadis itu. "Kamu cemburu sama dia?" tanya Charles pada Vanya. "Laki-laki kalau liat cewek dengan body kaya gitu kayaknya senang banget ya," ucap Vanya. "Kan cuma lihat," sahut Charles. "Lagian kayaknya kamu sengaja ya milih cafe ini? Biar bisa lihat cewe-cewe ababil?" Vanya memandang sekeliling cafe yang kebanyakan pengunjungnya anak baru gede. Charles segera meminum habis jus alpukatnya dan mengajak Vanya pergi dari sana Menikmati suasana malam kota malang di temani minuman hangat khas angkringan. Tak harus makan di restoran mewah atau berkeliling naik mobil bagus, seperti ini saja Vanya sudah bahagia. Bercengkrama dengan Charles, membicarakan tentang diri satu sama lain agar lebih saling mengenal lagi. "Tapi aku bingung," ucap Charles lagi. "Aku baru tahu ternyata banyak lelaki yang suka sama kamu, setiap tempat ada. Sampai di Malang sini aja, ada." "Banyak lelaki katanya. Mereka semua itu teman aku. Teman sekolah dan teman kuliah," sahut Vanya. "Tapi laki-laki semua," sambung Charles lagi. "Emang iya." "Tapi kamu gak takut kalau nanti muncul perasaan-perasaan lain, benih-benih cinta." Vanya tertawa kecil. "Kalau itu sampai terjadi, berarti suami aku bukan kamu sekarang." *** Akhirnya malam ini mereka kembali tidur berdua saja di kamar. Berharap bisa mengulangi peristiwa indah semalam, ternyata semua itu hanya ilusi. Charles baru saja akan melepas bajunya saat Vanya memberitahu, bahwa ia sedang kedatangan tamu bulanan. "Yang bener?!" seru Charles tak percaya. "Dibilangin gak percaya," ucap Vanya saat Charles meraba daerah terlarang itu. Ia merasakan tebal di daerah itu akibat benda keramat yang Vanya kenakan. Vanya menahan tawa melihat kecewa di raut wajah Bapaknya Charlos itu.Di restoran hotel mereka tengah menikmati sarapan pagi, sambil menunggu di jemput oleh Mas Andi. Vanya yang sedang mengantri mengambil salad buah, melihat seorang laki-laki dengan setelan jas hitam tersenyum ke arahnya.“Indra ya” gumam Vanya tak takun."Vanya," sapanya saat tiba di depan Vanya."Indra!" seru Vanya. Wajahnya tampak sumringah melihat Indra. Teman kuliahnya dulu yang tampak sangat berbeda sekarang."Sama siapa kamu kesini? Gak ngabarin deh kamu," ucap Indra akrab."Iya. Handphone aku sempat error, jadi banyak nomor kontak yang hilang."Merasa Vanya terlalu lama hanya untuk mengambil salad buah, Charles menyusul dan melihat Vanya tengah asyik berbincang dengan orang lain. Dalam hatinya bertanya-tanya siapa lelaki yang sedang berbicara dengan Vanya itu."Eh, Ndra. Ini kenalin suami aku, Charles." Saat menyadari kedatangan Charles, Vanya reflek memperkenalkan suaminya yang tampan itu. Mereka berjabatan tangan sebentar, sebelum Charles menggand
Vanya telah siap sejak pukul enam pagi, berbanding terbalik dengan Charles yang masih tidur dengan pulasnya. Ia kemudian menggoyang-goyang pelan badan Charles, berusaha membangunkannya."Hoahh…." Mulut Charles menguap lebar sembari mengucek-ngucek matanya."Ayo, kamu siap-siap. Kita berangkat dari rumah Mama kan?""Sepagi ini kamu sudah cantik aja," puji Charles."Terimakasih pujiannya," sahut Vanya."Charlos mana?" tanya Charles seraya turun dari ranjang, memberi kesempatan agar Vanya bisa merapikan bantal dan selimut yang berantakan."Masih tidur. Paling sebentar lagi dia juga bangun."Selesai membereskan tempat tidur, Vanya melangkah ke arah lemari hendak menyiapkan pakaian untuk Charles."Bahagianya aku, kita mau liburan." Sebuah pelukan dari Charles membuat Vanya menghentikan aktivitas tangannya yang tengah mencari pakaian untuk Charles kenakan."Mandi lah, biar kita makan terus ke rumah Mama," uca
"Kayaknya gak bisa deh, hari ini sampai beberapa hari kedepan Mama di Bandung. Di rumah Yuda.""Berarti lain kali harus atur jadwal dulu sama Mama ya," ucap Charles. "Gak gitu juga sih tapi jangan mendadak kaya gini juga. Gapapa kalian liburan aja ya. Nanti bawa oleh-oleh kabar baik ya," ucap Mama.Charles senyum-senyum mendengar ucapan Mama di telpon. Vanya yang dari tadi berdiri di depan connecting door, berjalan mendekat menanyakan apa yang mereka obrolan. Walaupun sebenarnya, Vanya sudah tahu Mama gak bakal bisa ikut liburan dengannya, tetap saja ia sedih mendengar jawaban dari Charles."Jadi mau gimana?" tanya Charles.Vanya mengangkat kedua pundaknya."Lain kali kita atur jadwal lagi kalau mau ajak Mama jalan," ucap Charles. Vanya mengangguk sambil mengajak Charlos ke ruang tamu untuk sarapan.Setelah menempatkan Charlos di kursinya, Vanya menyiapkan makanan untuk Charlos."Kalau kata Omanya Charlos barusan aku telpon, mereka excited buat libur
Hari-hari berjalan seperti biasa, meski telah tidur terpisah selama kurang lebih satu bulan. Vanya tetap menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan istri. Ia tetap melayani suaminya. Seperti pagi ini, ia pun tak keberatan untuk mengantarkan Charles ke kantor. Setelah menempatkan Charlos pada kursi khusus anak yang terpasang di kursi belakang, mereka meninggalkan rumah dan menuju kantor Charles."Kalian mau langsung pulang atau ada tujuan lain?" tanya Charles sebelum turun dari mobil."Mampir ke tempat Mama boleh kan?"Charles mengangguk seraya membelai lembut lengan Vanya. "Kalian hati-hati ya."***Vanya berada di rumah Mama, hingga selesai jam makan siang. Seperti tahu anak dan cucunya akan datang, Mama memasak makanan kesukaan Vanya. Ia makan dengan lahap sementara Charlos diurus oleh Mama."Wuih, hebat nih cucu Oma makannya habis," ucap Mama girang sambil bertepuk tangan yang kemudian diikuti oleh Charlos. Mama kemudian membersihkan mulut Char
Rumah baru dengan satu lantai dan halaman yang cukup luas itu, penuh dengan keluarga Vanya dan juga Charles. Setelah mengucap doa dan syukur, mereka bergantian menikmati makanan yang telah tertata rapi di meja panjang. "Cuman makan sayur aja? Kamu diet," ucap Nana saat melihat piring yang dipegang Vanya. "Mau diet apa coba, Kak. Vanya sudah gini," ucap Vanya sambil melihat badannya. Gak gemuk gak kurus juga sih."Iya kamu gak usah diet-diet ya, tapi jangan juga sampe bablas," timpal Mama."Iya, Ma," sahut Vanya.Jarum jam mulai menunjuk ke pukul tiga sore, saat beberapa keluarga sudah mulai pamit pulang. Dengan didampingi Vanya, Charles mengantarkan keluarganya yang pamit pulang. Ia juga mengucapkan terimakasih kepada mereka, karena telah bersedia hadir di acara ini. Vanya dibantu Bu Sum, membereskan meja makan kemudian membawa beberapa piring dan gelas yang kotor ke dapur."Bu Vanya di depan saja, biar saya yang bereskan, Bu," ucap Bu Sum saat melihat
Sepanjang jalan Charlos yang duduk di pangkuan Erin terus berdecak kagum melihat gedung-gedung tinggi dan ramainya kendaraan di jalan raya. Rona wajahnya sama dengan cuaca pagi ini, sangat cerah. Seperti tahu ia akan berkunjung ke makam ibunya saja. Empat puluh lima menit perjalanan, mereka akhirnya tiba di pemakaman umum tempat Kirana beristirahat untuk selamanya."Mobilnya Charles," ucap Erin seraya menunjuk mobil besar dengan warna hitam yang terparkir di bawah pohon."Iya, Ma," jawab Vanya sambil menoleh."Sayang, kamu duluan ya. Biar Mama beli bunga dulu," suruh Erin. Dengan menggendong Charlos, Vanya masuk ke area pemakaman yang dipenuhi pepohonan. Ia melangkahkan kaki pasti menuju pusara Kirana, istri pertama suaminya itu."Hai sayangku yang akan selalu mengisi hatiku," sapa Charles sambil mengusap nisan bertuliskan nama istri pertamanya itu. Sapaan yang terdengar jelas di telinga Vanya. Yang akan selalu mengisi hati ku.Kalimat itu berputar