Vanya mengirim screenshot percakapan grup kepada Charles. Percakapan grup istri-istri polisi yang tengah berencana untuk membentuk arisan di luar arisan yang setiap bulan rutin dilakukan, meskipun Vanya belum pernah sekalipun bergabung.
Ikut aja, nanti tiap bulan aku yang transfer uang arisannya. "Baik bener suami," bisiknya sambil membalas pesan Charles. Uang arisan sebanyak lima ratus ribu itu lumayan untuk Vanya, walau gajinya masih bisa menutupi tapi rasanya sedikit berat. Tapi kalau Charles sudah bilang bahwa dia yang akan membayarkannya, dengan senang hati diterimanya. Selama ini untuk masalah gaji Charles, Vanya tidak pernah mencampurinya. Ia juga tidak pernah meminta jatah pada Charles karena merasa gajinya lebih dari cukup. Sebagian gaji yang diterimanya, Vanya beri untuk Mama karena ia tahu, gaji pensiunan almarhum ayahnya hanya cukup untuk keperluan setiap bulan saja. Dan itu sudah jadi komitmennya dengan Yuda juga. *** Sebelum pulang ke rumah, Vanya menjemput Charles di kantornya. Hari ini Charles meminta Vanya untuk mengantarkan ke kantor lebih pagi dari biasanya karena jam apel pagi yang dimajukan menyambut Kapolri yang berkunjung ke kantornya. Kantor Charles tampak ramai, parkiran juga penuh dengan mobil. Dengan mobil Charles yang cukup besar, Vanya tampak kesusahan menemukan tempat parkir. "Mana sih Bapaknya Charlos ini, bilangnya jam enam sudah harus ada di kantornya," ucap Vanya sambil mengemudikan mobilnya pelan, masih mencari parkiran. Tiba-tiba dari luar seseorang berpakaian seragam polisi mengetuk kaca mobilnya. "Iya, Pak," jawab Vanya sambil membuka kaca jendela. "Ibu Charles, saya bantu parkir mobilnya. Ibu tunggu di ruangan Bapak aja ya," ucapnya ramah. "Makasih ya." Vanya keluar dari mobil dan di antarkan ke ruangan Charles oleh salah satu polwan baru. "Di tunggu di sini aja ya Bu. Acaranya sudah selesai tinggal nunggu Pak Kapolrinya pulang aja," ucap polwan itu seraya meninggalkan Vanya di ruangan Charles. Sambil menunggu Charles datang, Vanya duduk dan membaca majalah yang ada di meja tamu. “Ngapain istrinya Bang Charles disini” gumam Tere dalam hati. Ia berjalan cepat meninggalkan ruangan itu dan mencari Charles. Ia segera berdiri di samping Charles yang masih mengobrol dengan atasannya. Begitu atasan mereka menjauh, Tere langsung bergelayut manja di lengan Charles. "Makan yuk, Bang," ajak Tere sepanjang jalan menuju ruangan. "Kamu gak kenyang makan di jamuan makan bareng Pak Kapolri tadi?" "Kan belum makan sama, Abang," ucapnya manja saat mereka berhenti tepat di depan ruangan Charles dengan pintu yang terbuka lebar. Vanya tersenyum manis melihat Charles dan Tere. "Abang, kenalin sama istri Abang yuk," ajak Charles seraya melepas tangan Tere yang kekeh bergelayut meski telah di depan Vanya. "Vanya," ucap Vanya dengan tangan terjulur ke depan. "Tere," jawab Tere singkat menyambut tangan Vanya, kemudian berlalu begitu saja. Mereka berdua saling berpandangan melihat Tere pergi begitu saja. Vanya kembali duduk sementara Charles membereskan meja kerjanya. Tak ada komentar apa-apa dari Vanya melihat sikap manja Tere pada Charles tadi. Padahal Charles sangat menunggu-nunggunya. "Charles," panggil seseorang dari belakang. Atasan dan istri atasannya berdiri tepat di belakang mereka. "Ih, ini Ibu Charles belum pernah ikut acara kita lo," ucap istri atasannya yang merupakan ketua bhayangkari. "Maaf ya, Bu. Selama ini belum bisa ikut, nanti kedepan saya pasti usahakan bisa ikut kalau ada acara-acara," jawab Vanya ramah. "Ditunggu ya, pokoknya semua informasinya ada di grup kita." Istri atasannya itu merangkul pundak Vanya. "Pak kita duluan ya," pamit Charles. Tak ada tak ada hujan, Charles menggandeng tangan Vanya sepanjang jalan menuju parkiran mobil. Beberapa temannya yang melihat kelakuan Charles menggoda mereka seraya bersiul. Tawa terdengar dari mulut Charles. Tangannya menirukan gerakan pistol, menembaki teman-teman yang menggodanya. Mobilnya berjalan pelan meninggalkan kantor. “Katanya cinta, tapi tadi biasa aja lihat Tere manja sama aku” gumam Charles seraya melirik Vanya yang tampak santai menikmati lantunan lagu yang mengalun dari radio mobil. Pun sampai di rumah, tetap tak ada komentar apapun dari mulut Vanya. Sangat membuat Charles penasaran. Ia mengambil handphonenya dan berpura-pura seolah tengah menerima telpon dari Tere. Berkali-kali ia menyebut nama Tere dengan tujuan ingin melihat reaksi Vanya. Namun tetap sama, nihil. Tak ada reaksi apapun yang dikeluarkan Vanya. "Kamu gak tidur?" tanya Vanya saat melihat Charles duduk di kursi meja rias. "Memangnya kamu peduli?" pertanyaan Charles membuat alis Vanya bertautan. Ia meletakkan handphonenya di meja dan naik ke atas ranjang. "Kamu gak ada respon atau reaksi apapun ya," ujar Charles sambil menarik kasar selimut hingga membuat selimut yang tadinya telah menutupi badan Vanya jadi tersingkap. "Reaksi apa?" tanya Vanya bingung. Sambil menarik selimut itu tadi, tapi Charles kembali menariknya, seperti tak ingin berbagi selimut dengan Vanya. "Kamu sudah malam suka aneh-aneh aja. Mbok ya tidur, ini malah bahas hal yang aku gak ngerti," omel Vanya seraya bangkit berdiri. Ia berjalan mengambil selimut lain di lemari. Charles kembali menarik selimut yang telah dipakai Vanya. "Kamu tidur sendiri aja!" serunya. Belum sempat meninggalkan kamar, Charles menarik Vanya. "Aku ngantuk lo, kamu lagi sakit atau kenapa sih? Perasaan tadi baik-baik aja." Vanya merendahkan nada suaranya, tak ingin tersulut emosi melihat tingkah aneh Charles malam ini. "Bilang aja kamu kenapa, jadi aku tahu. Kalau kamu sikapnya aneh-aneh gini aku mana ngerti. Lagian ada ya orang kayak kamu, kayak anak-anak aja tingkahnya," ucap Vanya lagi. "Kamu bilang apa? Anak-anak!" seru Charles tak terima dengan perkataan Vanya. Ia menarik Vanya dan mengunci kedua tangannya di belakang, seraya menduduknya di tepi ranjang. "Kamu yang aneh!" "Aneh apa sih? Aku gak ngerti." Vanya menaikkan kakinya dan menarik selimut. "Katanya kamu punya perasaan sama aku, tapi tadi kamu biasa aja lihat Tere kayak gitu sama aku," ucap Charles. Vanya bersandar di ranjang, sementara Charles duduk di dekatnya. Vanya tertawa kecil. "Jadi aku harus ngapain? Kan kamu sudah pernah bilang kalau kamu gak suka sama dia," ucap Vanya. Charles terdiam. Kalimat itu tak keluar dari mulutnya, tertahan di tenggorokannya. “Kamu gak cemburu.” "Jadi masih ada yang mau kamu omongin? Sudah jam setengah dua belas malam," ucapnya seraya melirik jam di dinding. Charles tetap diam. Ia naik ke atas tempat tidur dan menyelimuti dirinya. Vanya menarik nafas panjang melihat Charles memunggunginya. Ia juga melakukan hal yang sama, memunggungi Charles. Baru sebentar merasakan hangatnya selimut, secara tiba-tiba selimut yang dikenakannya ditarik dan dilemparkan Charles ke lantai. Rasa di hati ingin marah, tapi apa daya, dengan manisnya Charles menyelimutinya dan memeluknya."Maaf Pak, Bapak silahkan duduk dulu." Vanya tetap berusaha tenang menghadapi nasabah yang datang dan langsung marah-marah padahal ini masih pagi. Saat Vanya mulai bicara hendak memberikan pilihan, nasabah itu bangkit berdiri dan mengambil pistolnya yang sedari tadi ia letakkan di atas meja. Tak perlu waktu lama petugas keamanan dan beberapa orang langsung mengamankan nasabah itu."Bapak silahkan ke sebelah sini," ucap satpam yang berjaga di sana dengan dibantu dua orang nasabah yang kebetulan berprofesi sebagai polisi, mengarahkan ke ruangan Pak Tri."Sakit tuh nasabah," komentar Tyas. "Kamu gak apa-apa kan?" tanya Tyas lagi."Gapapa," sahut Vanya. Ia meninggalkan mejanya sebentar, menuju toilet.Dari dalam ruangan Pak Tri, dua polisi yang ikut mengamankan nasabah tadi memperhatikan Vanya.Setelah dijelaskan oleh Pak Tri, nasabah yang mengamuk tadi akhirnya paham dan meminta maaf karena telah membuat kegaduhan di kantor ini. Ia meninggalkan tempat itu dengan di
Ia tak bicara sama sekali saat Charles mengantarnya kerja. Memandangnya saja pun tidak. Rasa kesal dan sakit di hatinya teramat menumpuk. Ia turun dari mobil dan menutup pintu dengan sedikit kencang. Charles hanya bisa menghela nafas melihat hal itu. Selesai morning briefing, Vanya dan yang lain kembali ke unit masing-masing. Ia duduk di kursinya dan mengambil handphonenya.'Pesan apa ini' tanyanya dalam hati melihat pesan yang dikirimkan Charles kemarin malam.'Besok, upacara kenaikan pangkat' gumamnya. Matanya membaca dengan teliti, mencari nama Charles diantara sekian nama yang ada di sana. Ia berdecak kagum melihat pangkat dan jabatan baru yang akan diemban Charles sekarang. Masih muda dan sangat berprestasi di pekerjaannya. ***Sebelum pulang, Vanya menemui Priska untuk minta izin masuk kerja agak siangan."Kenapa gak sekalian satu hari aja izinnya?""Gapapa, Mbak?” Vanya tak enak.“Gapapa, santai aja.”Di pos satpam, tampak Charles telah m
Sebelum akhir pekan benar-benar berakhir, hari Minggu ini Charles mengajak jalan-jalan keluarganya. Mereka telah siap di dalam mobil, hanya tinggal menunggu Charles yang katanya sakit perut."Vanya lihat dulu ke dalam ya Ma," ucap Vanya tak telah melihat yang lain telah menunggu. Vanya keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamar. Berkali-kali diketuk tak ada sahutan dari dalam. Vanya memberanikan diri membuka pintu kamar mandi yang ternyata tak di kunci."Loh, kosong? Dia dimana?" Vanya bingung mendapati kamar mandi yang kosong. Ia keluar kamar dan melihat Charles berjalan dari arah dapur."Kamu ngapain dari kamar?""Kamu yang ngapain dari dapur?" tanya Vanya sambil menutup pintu kamar."Dari kamar mandi belakang, sakit perut.""Kirain kamu di kamar. Ayo cepet, sudah ditunggu," ajak Vanya.Alhasil jam setengah sembilan pagi mereka baru mulai jalan. Berharap jalanan menuju kesana tidak macet dan antrian masuk ke Kebun Ray
Vanya mengirim screenshot percakapan grup kepada Charles. Percakapan grup istri-istri polisi yang tengah berencana untuk membentuk arisan di luar arisan yang setiap bulan rutin dilakukan, meskipun Vanya belum pernah sekalipun bergabung.Ikut aja, nanti tiap bulan aku yang transfer uang arisannya."Baik bener suami," bisiknya sambil membalas pesan Charles.Uang arisan sebanyak lima ratus ribu itu lumayan untuk Vanya, walau gajinya masih bisa menutupi tapi rasanya sedikit berat. Tapi kalau Charles sudah bilang bahwa dia yang akan membayarkannya, dengan senang hati diterimanya. Selama ini untuk masalah gaji Charles, Vanya tidak pernah mencampurinya. Ia juga tidak pernah meminta jatah pada Charles karena merasa gajinya lebih dari cukup. Sebagian gaji yang diterimanya, Vanya beri untuk Mama karena ia tahu, gaji pensiunan almarhum ayahnya hanya cukup untuk keperluan setiap bulan saja. Dan itu sudah jadi komitmennya dengan Yuda juga.***Sebelum pulang ke rum
Dengan sigap Charles menarik Vanya sebelum Vanya benar-benar terjatuh dari tempat tidur."Kamu tidur kayak main kungfu aja. Kalau gak cepet aku tarik, pasti sudah jatuh kamu," ucap Charles."Untung cuma mimpi." Vanya mengatur nafasnya. "Mimpi apa?" tanya Charles."Gak mimpi apa-apa kok.""Kalau gak mimpi apa-apa kenapa sampai mau jatuh dari tempat tidur?" Charles tetap ngotot bertanya. Penasaran."Bukan apa-apa," jawabnya sambil berbalik membelakangi Charles. Mencoba untuk tidur lagi, karena jam baru menunjukkan pukul setengah dua belas malam."Atau jangan-jangan kamu mimpiin aku ya," goda Charles sambil mencolek telinga Vanya."Enggak. Pede banget sih kamu," ucap Vanya seraya memuk pelan tangan Charles."Terus mimpi apa? Mimpi hamil ya?" tebak Charles."Enggak, enggak, enggak." Dengan cepat Vanya membantah."Jadiin kenyataan aja mimpi kamu yuk." Perkataan Charles membuat Vanya bergid
Setelah penantian dan perjuangan yang cukup lama, hari ini akhirnya Sandra diwisuda juga. Bertempat di salah satu ballroom hotel di Jakarta, wisuda akan dilakukan mulai jam sepuluh pagi.Dari pagi Sandra sudah sibuk di make up oleh MUA yang dipanggil ke rumah. Sementara menunggu giliran make up, Vanya membenahi Charlos, mengganti bajunya dan menyiapkan beberapa cemilan untuk Charlos nanti selama di sana."Kamu ikut kan?" tanya Charles pada Vanya yang belum berganti pakaian."Kalau gak ikut kenapa emangnya?" tanya Vanya sambil membuka lemari pakaian, memilihkan pakaian yang akan dikenakan Charles."Kalau kamu gak ikut nanti aku dikira masih single lagi," ucapnya santai sambil bermain handphone dengan Charlos di atas tempat tidur."Iya tahu, yang punya sejuta pesona. Aku mah apa atuh," ucap Vanya."Charlos, coba kita lihat dulu muka Aminya," ucap Charles mendekati Vanya seraya menggendong Charlos."Apaan sih," ucap Vanya saat Charles mencoba menggodany