Home / Romansa / Dalam Dekap Hangat Kakak Ipar / Bab 19 : Ranjang Perselingkuhan

Share

Bab 19 : Ranjang Perselingkuhan

Author: Vanilla_Nilla
last update Huling Na-update: 2025-11-11 22:10:19

Saat Nabila hendak menyentuh perut Revan untuk mengobati lukanya, Revan langsung menepis tangannya. "Tidak usah, aku akan obati sendiri."

Nabila pun mundur beberapa langkah. "Oh, baiklah kalau begitu, Kak."

Dimas yang sedari tadi memperhatikan mereka, menawarkan diri. "Apa Kak Revan mau aku yang obati?"

"Tidak perlu, kalian berdua keluar saja. Aku ingin beristirahat dulu."

"Baiklah, Kak," sahut Dimas dan Nabila bersamaan.

Kemudian, Dimas dan Nabila pun keluar dari kamar, meninggalkan Revan seorang diri.

Setelah keluar dari kamar Revan, Dimas dan Nabila berdiri berdampingan di lorong yang sepi. Suasana canggung menyelimuti mereka.

"Nabila, kamu tidak apa-apa?" tanya Dimas. Ia meraih tangan Nabila, namun Nabila menarik tangannya kembali.

"Aku tidak apa-apa, Kak," jawab Nabila singkat, tanpa menatap Dimas.

Dimas mengerutkan keningnya. Ia merasa ada yang berubah dari sikap Nabila. Biasanya, Nabila selalu ceria dan manja padanya. Tapi sekarang, Nabila tampak dingin dan menjaga ja
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Dalam Dekap Hangat Kakak Ipar   Bab 87 : Kata Indah yang Terasa Dingin

    Mobil Dimas melaju dengan lambat melalui jalan raya yang mulai sepi. Maura duduk di kursi penumpang, kepalanya menunduk melihat lantai mobil. Pikirannya masih terjebak pada pandangan sesaat dengan Revan tadi, mata lelaki itu yang terlihat sakit, yang membuat hatinya terasa sempit seolah tertutup rapat. Setelah beberapa waktu, mobil mereka akhirnya berhenti di depan rumah. Dimas membuka pintu mobil dan keluar terlebih dahulu, sementara Maura baru melangkah keluar dengan langkah yang berat. Udara sore menyentuh wajahnya, tapi dia tidak merasakannya, semua perhatiannya masih terpusat pada Revan. Mereka memasuki rumah. Lampu ruang tamu menyala lemah, membuat suasana terasa sepi dan dingin. Maura berbalik ke arah Dimas, mencoba membuat suaranya terasa normal, "Kamu mau makan apa? Biar aku masak dulu, kayaknya kamu juga capek." Dimas menggeleng, dia langsung duduk di sofa dan membuka ponselnya. "Tidak usah, tadi aku sudah makan bareng Alyssa pas menunggu kamu turun dari tangga. Kamu sen

  • Dalam Dekap Hangat Kakak Ipar   Bab 86 : Perpisahan Tanpa Kata

    Maura menundukkan kepala, ragu apakah akan menjawab. Tapi setelah sejenak, dia akhirnya menyentuh layar untuk menerima panggilan. "Halo ..." ucapnya dengan suara yang masih lemah dan serak karena menangis. "Maura, kamu di mana? Kenapa tidak ada di rumah?" suara Dimas terdengar dari seberang telepon, terdengar sedikit kesal dan cemas. Maura menghela napas dengan kasar, matanya masih memandang surat cerai yang basah di tangannya. "Aku ... di rumah Mama Cornelia," jawabnya, kata-kata itu terasa berat di tenggorokan. Dia tidak berani mengatakan apa-apa lagi. "Kamu tidak pulang, ini sudah malam!" suara Dimas terdengar lebih keras dari seberang telepon, terasa khawatir dan sedikit kesal. "Mama Cornelia sedang sakit. Sepertinya aku akan menginap di sini malam ini," jawabnya dengan suara lemah. "Mama sakit apa?" tanya Dimas dengan nada yang tiba-tiba panik, dia benar-benar khawatir. "Mama tidak enak badan," jawab Maura. "Ya sudah kalau gitu, aku ke sana." Sambungan telpon pun terput

  • Dalam Dekap Hangat Kakak Ipar   Bab 85 : Harga dari Sebuah Keputusan

    Waktu terasa berhenti. Maura berdiri diam di tepi balkon, matanya masih tidak berani menghadapi Revan. Hatinya berdebar kencang sampai akan meledak, dan kata-kata "apa kamu juga mencintaiku?" terus berputar di kepalanya. Aku mau ngomong apa? pikirnya, menggigit bibirnya sampai terasa sakit. Semua yang dia rasakan selama ini, rasa sayang yang tidak bisa dia ungkapkan, kesedihan melihat Revan dekat dengan Alyssa, rasa sakit karena harus membujuknya menikahi orang lain, semua itu terasa menyesakkan. Revan tetap menatap Maura, matanya masih penuh harapan. Dia tidak mau mendesak, tapi hatinya juga tak tahan menunggu. Sudah lama dia menyukai Maura, tapi tak berani mengaku karena dia tahu Maura masih menikah dengan Dimas. Tapi sekarang, dengan semua yang terjadi, ia berharap Maura juga mencintainya. Setelah sejenak terdiam, Maura akhirnya mengangkat kepala. Matanya yang berkaca-kaca bertemu dengan pandangan Revan, dan dia melihat kebenaran di mata lelaki itu. Dia mengambil napas panjang,

  • Dalam Dekap Hangat Kakak Ipar   Bab 84 : Apa Kamu Juga Mencintaiku?

    Setelah keluar dari kamar Cornelia, Maura langsung menuju tangga untuk mencari Revan. Langkahnya masih terasa berat, hatinya dipenuhi dengan janji yang baru saja dia berikan, janji yang membuatnya terasa terluka dari dalam. Hari ini, Maura mengenakan rok panjang yang sebetis, warna krem muda yang terasa lembut saat bergeser di lantai. Di atasnya, dia memakai baju atasan kemeja lengan pendek dengan motif bunga kecil warna ungu muda, yang dibuka sedikit di leher dan diselimuti jaket cardigan tebal warna abu-abu muda. Semua pakaiannya terasa nyaman tapi tetap rapi, Maura selalu memperhatikan penampilannya meskipun hatinya sedang kacau. Ia mulai menaiki tangga, satu tangannya menopang erat pada pagar tangga yang terbuat dari kayu. Kakinya mengenakan high heels kulit warna coklat tua, yang setiap kali menapak ke anak tangga mengeluarkan bunyi "tuk ... tuk ... tuk" yang terasa keras di tengah keheningan rumah. Bunyi itu seolah menambah beban di hatinya, setiap langkah semakin memperkuat

  • Dalam Dekap Hangat Kakak Ipar   Bab 83 : Janji yang Terluka

    "Maura ...?" gumam Cornelia, matanya masih terbuka lebar karena terkejut. Dia tidak menyangka wanita itu akan tiba di saat seperti ini, saat dia sedang memohon Revan untuk menikahi Alyssa. Revan juga masih terdiam, tubuhnya kaku di samping ranjang. Dia melihat Maura yang berdiri di ambang pintu, wajahnya memerah dan mata yang berkaca-kaca. Apakah Maura sudah mendengar semuanya? Pikiran itu membuat hatinya berdebar kencang. Maura perlahan melangkah masuk ke dalam kamar, tangannya sedikit gemetar, tapi ia mencoba untuk tetap tenang. "Ma, barusan Rena bilang Mama sedang sakit, jadi aku langsung ke sini," ucapnya dengan suara lemah, mencoba menyembunyikan ketakutan dan kesedihan yang ada di hati. Dia berjalan mendekat ke ranjang, sambil memperhatikan ibu mertuanya dengan penuh khawatir. "Mama sakit apa? Apa sudah minum obat?" Cornelia hanya bisa mengangguk perlahan, masih belum percaya bahwa Maura ada di sana. Tubuhnya terasa lebih lemah, pikirannya bingung—bagaimana dia bisa melanjut

  • Dalam Dekap Hangat Kakak Ipar   Bab 82 : Harapan yang Menyakitkan

    Setelah pertemuannya dengan Usman beberapa hari lalu, tubuh Cornelia terasa sangat lelah, ia terus saja memikirkan perjodohan Revan dan Alyssa, ia takut bahwa semua rencananya akan hancur dan Revan akan menolak terus. Cornelia melangkah perlahan menuju ruang tamu, tapi kakinya terasa goyah. "Rena!" panggilnya dengan suara lemah ke arah dapur. Rena yang sedang membersihkan peralatan makan di dapur mendengar panggilan dari Cornelia. Ia pun langsung berlari keluar, wajahnya terlihat khawatir ketika melihat Cornelia. "Iya, Nyonya?" Cornelia duduk pelan di sofa, dadanya terasa sesak. "Tolong buatkan aku teh hangat, ya. Aku sedang tidak enak badan." "Baik, Nyonya," jawab Rena dengan cepat. Tapi sebelum dia kembali ke dapur, matanya melihat tubuh Cornelia yang limbung, wajah yang pucat dan kering. Dia mendekat lagi, tangannya menopang bahu Cornelia. "Nyonya, Anda tidak apa-apa? Tubuh Anda terlihat goyah. Biar saya bantu Anda ke kamar, biar lebih nyaman berbaring." Cornelia hanya bisa m

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status