Home / Romansa / Dalam Genggaman Tiran Tampan / Bab 4 Peringatan Kecil

Share

Bab 4 Peringatan Kecil

Author: Dama Mei
last update Huling Na-update: 2025-01-21 11:41:34

Bab 4 Peringatan Kecil

Dante duduk di kursi besar di ujung ruangan, memandang gelas kristalnya dengan tatapan menggelap. Di dalam pikirannya, perkataan Belle terus terulang. Seperti gema yang tak mau hilang.

“Itu lebih dari cukup dibandingkan Anda yang memiliki kekayaan … tapi saya yakin … itu bukan hasil kerja keras Anda sendiri,”

Kata-kata itu membakar ego Dante. Wanita itu, seorang rendahan, berani menghinanya. Di depan teman-temannya. Dalam mimpi terburuk Dante sekalipun, itu semua tidak pernah terbayangkan.

Lex yang sedang berbincang dengan Nate dan Jamie, melirik ke arah Dante. Dia menyadari perubahan hati pria itu.

“Apa kau ingin membunuh seseorang, Dan?” tegur Lex sambil menepuk bahu Dante.

Dante mendongak, menatap Lex dengan mata yang penuh amarah. “Wanita itu harus diberi pelajaran. Siapa dia hingga berani menamparku seperti itu?”

Vicky yang duduk di dekat mereka mendengus, menuangkan anggur ke gelasnya. “Dia memang tidak bisa dibiarkan,” sahutnya.

James Calloway—Jamie yang duduk di salah satu sofa dengan segelas bourbon di tangan, berdiri mendekat. “Ayolah, Dan. Dia hanya wanita kelas bawah. Kau tak perlu terlalu memikirkannya,”

“Dia menamparku!” Dante berbalik dengan mata menyala. Suaranya meledak. “Di depan semua orang, dia mempermalukan aku!”

Tangan Dante menyambar vas kristal yang berdiri di atas meja. Tanpa berpikir dua kali, dia melemparkannya ke dinding. Suara pecahan kaca memenuhi ruangan, membuat beberapa pelayan yang sedang bertugas menahan napas ketakutan.

“Dante, hentikan!” Jamie menahan tubuh Dante. “Merusak barang di sini tidak akan membuatmu merasa lebih baik,”

“Aku tidak peduli!” Dante menghentakkan tinjunya ke meja kayu mahoni di depannya. “Dia harus belajar siapa yang berkuasa. Aku akan membuatnya menyesal telah berbicara seperti itu padaku!”

Jamie menghela napas panjang. Dia melangkah mendekati pelayan yang berdiri dengan canggung di sudut ruangan. Dengan gerakan yang tenang, Jamie merogoh dompet kulitnya dan mengeluarkan setumpuk uang tunai.

Selalu seperti itu. Jamie selalu menjadi orang yang membersihkan segala kekacauan yang diperbuat Dante.

“Tapi aku harus akui, dia memang cukup berani. Wanita itu berbeda,” komentar Lex. 

“Aku akan menghancurkannya,” kata Dante dingin.

Lex tersenyum licik. “Aku tahu siapa dia,” ucapnya. Semua anggota club tahu Lex memiliki kemampuan meretas handal.

Dante mengangkat satu alis, menunjukkan ketertarikan. “Siapa?”

“Wanita yang mendebatmu semalam,” kata Lex, dengan nada santai namun penuh arti. “Namanya Isabella Monaghan. Dia bukan siapa-siapa, hanya seorang asisten eksekutif di Hudson Group,”

Dante menyipitkan mata. “Asisten eksekutif di Hudson Group?”

“Betul,” Lex mengangguk. “Bekerja di bawah Nate Whitmore. Kau tahu, Nate tipe orang yang menghabiskan waktunya untuk memastikan laporan keuangan perusahaanmu sempurna,” Dia melirik Nate, setengah bergurau.

Nate yang duduk di sudut ruangan dengan segelas scotch di tangan, menatap Lex sedikit kesal. “Hei, aku tidak hanya mengurus laporan keuangan. Aku memastikan bisnis tetap berjalan lancar, oke?” sahutnya.

Lex mengabaikan Nate dan berbalik ke Dante. “Intinya, dia hanya pion kecil dalam perusahaanmu. Tidak penting. Tapi dia berani menginjak-injak harga dirimu. Itu tidak bisa dibiarkan, kan?”

Jamie yang mendengarkan, memutar bola mata. “Ayolah, Lex. Kau mulai lagi,” selorohnya. Dia tahu kebiasaan Lex, yang selalu menuruti setiap amukan Dante.

Dante menatap Lex dengan tajam. “Apa saranmu?”

Lex tersenyum tipis, seperti predator yang menemukan mangsanya. “Kita beri dia peringatan kecil. Tidak perlu sesuatu yang berlebihan. Hanya sesuatu yang membuatnya tahu tempatnya,”

“Lex, aku tidak yakin itu ide bagus,” sela Nate, menaruh gelasnya. “Belle bekerja untukku. Dia cukup kompeten dan tidak pernah menimbulkan masalah sebelumnya. Aku tidak bisa mengganggunya begitu saja,”

Lex terkekeh. “Nate, ini bukan hanya tentang pekerjaanmu. Ini tentang mempertahankan reputasi Dominion Club, reputasi kita,”

“Dia berani melawan di depan semua orang,” tambah Dante, nadanya dingin dan penuh dendam.

Nate mendesah. “Aku tidak ingin kehilangan asisten yang kompeten hanya karena egomu,”

Dante mengabaikan peringatan Nate, fokus sepenuhnya pada kata-kata Lex. “Apa yang kau sarankan, Lex?”

Lex menyeringai. Seperti seseorang yang baru saja mendapatkan lampu hijau untuk melakukan sesuatu yang jahat.

“Manfaatkan media sosial. Kita buat dia tahu kalau dia hanyalah masyarakat kelas bawah yang bisa kita kendalikan,” 

“Aku bisa bantu soal itu,” sahut Vicky cepat. Vicky memang ahli melakukan sabotase media sosial.

Dante mengangguk perlahan, bibirnya melengkung membentuk senyum kecil. “Aku tidak akan membiarkan hidupnya tenang,”

Nate memijat pelipis, sadar tidak ada yang bisa menghentikan Dante begitu dia sudah memutuskan sesuatu. Namun, Nate juga tahu kalau mencoba melawan hanya akan memperburuk situasi.

“Mereka bersenang-senang seperti anak kecil,” komentar Jamie, yang duduk di samping Nate.

“Dan kau pawang mereka,” sahut Nate, tersenyum miris.

Jamie menghembuskan napas keras. Sejak kecil, selalu seperti itu. Jamie selalu menjadi pembersih kekacauan yang ditimbulkan Dante dan Lex. 

“Jangan berlebihan!” teriak Nate.

“Tentu saja,” jawab Dante, sambil melambai tak peduli.

***

Belle sedang duduk di mejanya, sibuk menatap layar komputer sambil mengetik cepat. Dia menghela napas lega saat berhasil menyelesaikan laporan terakhir sebelum istirahat selesai. Baru saja Belle akan menyeruput kopi dinginnya, ketika suara langkah berat bergema di lorong.

Saat Belle mendongak, sosok pria tinggi dengan setelan hitam sempurna sudah berdiri di depannya. Dante Hudson. Kehadiran Dante cukup untuk membuat rekan kerja Belle menghentikan aktivitas mereka. Menatap dengan penuh rasa ingin tahu—dan ketakutan.

“S-Selamat siang, Pak Hudson,” sapa Belle, berusaha ramah. “Ada yang bisa saya bantu?”

“Belle Monaghan, ya?”

Belle menunduk. Sama sekali tidak berani menatap wajah Dante.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 141 Terlihat Damai

    Lex mengangkat alis dan berdiri. “Baiklah, sebelum semua ini berubah menjadi lebih emosional, aku punya ide,”Jamie menghela napas. “Lex punya ide adalah kalimat pembuka untuk kekacauan,”“Tenang saja,” kata Lex. “Ini hanya pesta kecil. Satu malam terakhir sebelum Dante resmi menjadi suami yang dijinakkan oleh Belle. Aku rasa kita pantas merayakannya, bukan?”Belle menoleh pada Dante. “Kau yakin ini ide yang bagus?”Dante menarik Belle ke sisinya. Tangannya melingkar di pinggang Belle. “Apapun asal kau di sisiku,”Lampu gantung kristal memantulkan cahaya hangat ke seluruh ruangan, membuat atmosfer mewah itu tampak lebih lembut. Lex berdiri di tengah ruangan seolah dia adalah pembawa acara pesta mewah. “Oke, karena semua sudah berkumpul, aku rasa inilah saatnya mengenang sedikit sejarah memalukan dari sang calon pengantin pria,”Jamie menatap Lex datar. “Kau selalu butuh panggung, ya?”“Kalau bisa punya spotlight sekalian, kenapa tidak?” Lex mengedipkan mata ke arah Lila, yang duduk s

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 140 Dunia Luar Menghilang

    Secara bisnis, Valeria Hudson tidak punya pilihan lain. Dengan tekanan dari para pemegang saham, ancaman pencopotan jabatan, dan fakta bahwa Richard Grentham justru menaruh syarat aneh dalam kesepakatannya, Valeria terpaksa mundur beberapa langkah.Secara publik, dia mendukung keputusan Dante untuk menikah dengan Isabella Monaghan. Dia bahkan menghadiri rapat berikutnya dengan profesional, menyatakan bahwa keluarga Hudson selalu memprioritaskan masa depan perusahaan, bahkan jika itu berarti menerima keputusan yang tidak masuk akal.Tapi dibalik itu, dia tidak pernah benar-benar menerima Belle. Dan wanita seperti itu, bagi Valeria, adalah ancaman lebih besar daripada ribuan saham yang jatuh.Beberapa hari kemudian, di hari yang tenang, Dante datang ke restoran keluarga Monaghan bersama Belle. Patrick menyambut mereka dengan senyum lebar dan canggung. Emily menyeka air mata haru tanpa suara. Liam, meskipun sempat menyeringai geli, akhirnya merangkul Dante seperti seorang kakak ipar yang

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 139 Sebagai Saksi

    Ruang rapat utama Hudson Group dipenuhi ketegangan pagi itu. Di ujung meja oval panjang yang terbuat dari kayu mahoni hitam mengilap, Valeria Hudson duduk anggun dalam balutan setelan biru tua. Wajahnya tidak menunjukkan emosi, tetapi matanya menyala tajam.Dante belum hadir. Namun di sekeliling meja, para pemegang saham utama dan anggota dewan direksi sudah duduk dengan wajah serius. Sebagian membuka laptop, sebagian menunggu dengan tangan bertaut di meja. Presentasi yang barusan ditampilkan memperlihatkan potensi nilai kapitalisasi perusahaan jika akuisisi tanah milik Richard Grentham berhasil dilakukan. Tanah yang sudah bertahun-tahun diincar dan menjadi jantung dari ekspansi Hudson Group di wilayah tengah.Namun sekarang, semua tergantung pada satu hal. Pemilik lahan hanya bersedia menjual tanahnya jika Dante Hudson, pewaris Hudson Group, menikahi Isabella Monaghan.Suara protes mulai terdengar di antara kursi-kursi rapat.“Proyek ini akan menggandakan nilai saham dalam dua kuarta

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 138 Beautiful Disaster

    Kabut tipis menyelimuti jalan menuju mansion keluarga Hudson, rumah megah yang menjulang seperti benteng tak tertembus di antara pohon-pohon cemara tua. Sebuah mobil hitam elegan berhenti perlahan di pelataran depan. Dari dalamnya, Lila Stewart turun dengan langkah tegap namun hati-hati, mengenakan setelan kerja berwarna abu-abu tua dan mantel wol yang melindungi tubuhnya dari udara dingin pagi.Dia menatap bangunan megah di hadapannya. Tempat yang dulu terasa asing, dan kini terasa lebih dingin dari yang dia ingat.Seorang pelayan membukakan pintu besar berlapis ukiran emas, lalu mempersilakan Lila masuk. Suara sepatu hak tingginya bergema di lantai marmer, memantul di lorong megah yang dipenuhi lukisan keluarga dan vas porselen yang terlalu mahal untuk disentuh.Di ujung ruangan, Valeria Hudson telah menunggunya. Duduk anggun di atas sofa beludru, mengenakan gaun biru tua yang sempurna, wajahnya tetap tenang dan tersenyum. Namun sorot matanya tajam seperti biasa.“Lila Stewart,” sap

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 137 Membuatmu Menyesal

    Keesokan harinya, dunia bisnis Hudson Group dikejutkan oleh kabar yang menyebar lebih cepat daripada proposal investasi apa pun. Di ruang-ruang rapat yang biasanya dipenuhi suara ketikan laptop dan diskusi, kini bisik-bisik beredar seperti badai yang tak terlihat.Nama Richard Grentham kembali disebut-sebut. Bukan karena keengganannya menjual lahan yang telah membuat proyek ekspansi Hudson Group tertahan selama dua tahun terakhir, tapi karena sebuah kabar yang jauh lebih mengguncang.Richard dikabarkan akan menjual tanahnya kepada Hudson Group. Dengan satu syarat, Dante Hudson harus menikahi Isabella Monaghan.Gosip itu pertama kali muncul dari mulut seorang staf keuangan yang mendengar obrolan para konsultan properti dari anak perusahaan. Tak lama, kabar itu menyebar seperti angin. Grup obrolan internal mulai ramai, dan para pemegang saham mulai mengajukan pertanyaan ke manajemen.Namun, tidak ada yang lebih terkejut daripada Valeria Hudson. Dia sedang duduk di kursinya yang megah, m

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 136 Pulang Bersamaku

    Mobil hitam milik Dante berhenti di depan sebuah bangunan kaca tua yang berdiri di atas bukit kecil. Rumah kaca itu tampak sepi, namun terawat. Lampu gantung tua di dalamnya memancarkan cahaya kekuningan, membentuk siluet tanaman-tanaman tropis dan meja kayu panjang di tengah ruangan.Dante membuka pintu mobil dan melangkah keluar, jasnya berkibar tertiup angin malam. Udara dingin menusuk kulit, tapi langkahnya mantap. Dia berjalan menapaki batu-batu kecil yang membentuk jalan setapak menuju rumah kaca, lalu mengetuk pintu kaca besar dengan satu ketukan berat.Pintu terbuka sebelum Dante sempat mengetuk kedua kalinya.Richard Grentham berdiri di sana, mengenakan mantel wol tua yang disampirkan asal di bahu. Tangannya menggenggam secangkir teh yang masih mengepulkan uap. Matanya menyipit saat melihat Dante.“Hudson,” sapa Richard dengan nada datar. “Akhirnya datang juga,”“Grentham,” Dante membalas dengan anggukan kaku, lalu melangkah masuk. “Terima kasih… sudah bersedia bertemu,”Rich

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status