Share

Di Belakang Lily

Author: Erumanstory
last update Huling Na-update: 2025-11-12 14:38:21

“Mas, sudah dong. Kamu kenapa sih megangin itu terus,” protes seorang wanita yang perutnya tampak sudah membuncit di pangkuan suaminya. Mereka berada di atas ranjang besar bernuansa merah jambu.

 Lelaki yang disebut dengan panggilan “Mas” itu tengah bersandar di headboard. Daster tipis yang dikenakan istrinya sudah tampak berantakan sana sini. Bagian bawahnya pun tersingkap. Menampilkan bagian privasinya yang terbungkus dengan dalaman merah.

 “Habisnya gunung kembar kamu semakin besar, Sayang. Kamu hamil gini makin seksi. Makanya aku males banget pulang ke rumah. Maunya di sini saja sama kamu,” ucap lelaki itu. Setelah berucap demikian, dia mengendus leher wanitanya.

 Sang wanita membalas perlakuan suaminya dengan mengecup bibirnya singkat.

 “Kasihan Lily, Mas. Kamu selalu ninggalin dia setiap bulan, dia pasti kesepian. Kalau Mas memang nggak bisa adil, kenapa nggak Mas ceraikan saja Lily?” tanya wanita itu. Di detik berikutnya dia mendesah karena Aldo meraba bagian bawah tubuhnya perlahan.

 “Buat apa kasihan? Dia nggak lagi hamil, Nila. Kamu yang butuh perhatianku lebih banyak. Kalau aku kelamaan di sana, kamu butuh apa-apa aku nggak bisa turutin. Aku juga nggak bisa cerai sama Lily begitu saja. Dia yang sudah menemani aku dari nol. Aku sudah bahas dari awal, kan? Kamu sudah sepakat soal ini. Kamu sendiri yang bilang kalau kamu tidak masalah jadi istri kedua.”

 Aldo mengingatkan kembali pada Nila soal kesepakatan awal mereka. Saat itu, Nila memang sudah sepakat, dan mau menerima semua persyaratan yang diajukan Aldo saat mereka mau menikah.

 “Aku cuma ngingetin kamu, Mas. Bukannya berniat untuk jadi satu-satunya buat kamu. Jadi istri kedua kamu juga udah bikin aku bahagia. Makasih ya, Mas. Makasih karena kamu meluangkan lebih banyak waktu buat aku. Walaupun kita harus diam-diam, tetap saja aku ngerasa diutamain sama kamu,” ucap Nila dengan nada manja.

 Nila sebenarnya merasa menang karena mendapatkan lebih banyak perhatian Aldo. Kalau bisa, dia malah ingin menguasai lelaki itu. Hanya saja, Nila tidak bisa bertindak secara terang-terangan. Itu karena dia tahu kalau Aldo masih belum mau melepaskan Lily sampai detik ini. Setiap menyinggung soal Lily, Aldo selalu menegaskan kalau dia tidak bisa menceraikan Lily.

 Nila sendiri masih mencari cara supaya suaminya itu mau menceraikan Lily tanpa terkesan memaksa. Dia ingin menguasai Aldo, termasuk seluruh hartanya. Padahal soal fasilitas, Aldo bertindak adil. Dia juga membelikan sebuah rumah besar beserta isinya untuk Nila. Lelaki itu juga membelikan Nila sebuah mobil mewah. Tapi semua itu belum cukup untuk Nila. Dia berpikir, kalau bisa menguasai seluruh harta Aldo, dia akan mendapatkan bagian lebih banyak.

 “Aku sudah berulang kali bilang sama kamu, kan? Jangan bahas Lily. Di sini, itu urusannya cuma aku sama kamu. Aku juga nggak pernah bahas kamu di depan Lily. Kamu seharusnya bersyukur, kamu bisa mendapatkan perhatian yang lebih dibanding lily.” Aldo mulai mengoceh.

 Dia memang tidak suka saat Nila membahas soal Lily. Wanita itu memiliki sisi spesial di mata Aldo. Dia memiliki alasan kuat kenapa sampai detik ini tetap mempertahankan Lily walaupun istri pertamanya itu tidak bisa mengandung. Dulu, saat dia belum memiliki apa-apa, Lily bersedia menerima dirinya apa adanya. Lily tidak pernah mempermasalahkan apapun, walau hidup mereka berdua dalam kesulitan. Aldo merasa, apa yang dia miliki sekarang ada campur tangan Lily di dalamnya.

 Aldo mengakui, dia salah sudah melakukan ini. Tapi dia tidak munafik, dia sangat menginginkan kehadiran seorang anak dalam pernikahan. Maka dia memilih menikahi Nila diam-diam sebagai solusinya. Meskipun dalam segi anak Lily tidak bisa memberikannya, tetapi banyak hal dari Lily yang tidak bisa Aldo temui dalam diri Nila. Salah satunya kedewasaan Lily. Dibandingkan dengan Nila, Lily jauh lebih terbuka untuk segala hal.

 “Iya, Mas, iya. Aku minta maaf. Lagian tujuanku baik, kan? Aku lagi nggak ngejelekin lily.  Mas Aldo kapan ada waktu yang agak panjang? Kita harus pulang ke desa, Mas. Kita sudah setahun menikah, tapi mas belum pernah ketemu sama orang tua aku.” Nila tidak ingin menyulut emosi Aldo. Dia mengalihkan pembicaraan mereka dengan segera.

 Selama setahun menikah siri dengan Aldo, Lelaki itu memang belum pernah berkunjung sekali pun ke rumah orang tua Nila yang ada di sebuah desa. Aldo terus saja memberikan alasan-alasan saat Nila membahas soal itu. Padahal orang tuanya sudah sering menanyakan tentang Aldo. Mereka ingin bertemu dengan menantunya tersebut.

 “Untuk sekarang kayaknya belum, Sayang. Aku baru saja minta perpanjangan waktu selama satu minggu di sini sama Lily. Nanti kalau aku minta waktu lagi, dia bisa-bisa curiga. Aku nggak mau semua ini kebongkar sekarang, terus Lily minta cerai sama aku. Aku juga belum bilang sama orang tuaku kalau aku sudah nikah sama kamu. Setidaknya tunggu aku bicara sama papa mamaku, baru kita pergi ke rumah orang tua kamu.”

 Seperti biasanya, Aldo menolak lagi. Terkadang Nila beranggapan bahwa Aldo tidak serius dengan hubungan mereka. Mereka sudah satu tahun bersama, tetapi Aldo tidak juga memberitahukan pernikahan mereka pada orang tuanya. Begitu juga dengan kunjungan ke rumah orang tua Nila, Aldo seakan menganggap itu sebagai hal yang tidak penting.

 “Terus kapan, Mas? Tunggu anak ini lahir? Orang tua aku beneran mau ketemu sama kamu. Bulan depan, bagaimana? Kita jadikan kesempatan kamu di sini buat ke rumah orang tua aku? Aku bingung mau kasih alasan apa lagi sama mereka, Mas.” Nila memasang wajah memelas, berharap Aldo mau mempertimbangkan usulannya.

 Aldo tampak berpikir sejenak. Dia sadar kalau sudah terlalu banyak beralasan pada Nila soal permintaan dia untuk bertemu dengan orang tuanya.

 “Oke, bulan depan aku usahain, ya? Lihat kondisinya juga bagaimana. Soalnya aku mulai lihat Lily bersikap beda. Dia kayaknya merasakan perubahan sikapku. Jadi bulan depan aku berencana untuk agak lama di sana. Aku mau nenangin Lily dulu, buat mengembalikan perasaan dia. Aku benar-benar nggak bisa kehilangan dia, Nila. Tolong kamu pahami, ya. Aku nggak bisa milih di antara kalian berdua.”

 Egois.

 Satu kata yang memang sangat cocok untuk Aldo. Dia dengan sangat percaya diri mengikat dua wanita dalam dekapannya. Sementara dia tidak bisa memperlakukan keduanya dengan adil. Terlebih lagi, ikatan yang Aldo bentuk tidak berdasarkan kesepakatan bersama. Membuat dua hati wanita tersakiti karena sebab yang berbeda.

 “Terserah Mas saja bagaimana baiknya. Kalau memang bulan depan mau full di rumah lily juga nggak apa-apa. Nanti aku pulang ke desa sendirian saja. Soalnya bulan depan kandunganku sudah masuk sembilan bulan. Aku takut sendirian di rumah ini,” ucap Nila dengan wajah menghiba. Dia sebenarnya tidak rela kalau Aldo sebulan penuh di rumah Lily.

 Nila takut, kalau Aldo terlalu lama di rumah istri tuanya dia akan jatuh cinta lagi pada Lily. Itu akan membuat usahanya selama ini untuk membuat Aldo berpaling menjadi sia-sia. Nila sudah melangkah sejauh ini, dia tidak akan membiarkan Aldo kembali ke sisi Lily. Lelaki itu harus lebih condong padanya, itu yang Nila mau.

 Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Nila, apalagi dengan ekspresinya yang menyedihkan, Aldo menjadi tidak tega.

 “Nanti aku pikirkan bagaimana caranya supaya Lily memberiku izin di sini lebih lama bulan depan. Jangan pulang ke desa. Jangan tinggalkan aku, Nila.”

 “Makasih ya, Mas. Maaf kalau aku dan anak kamu manja. Seharusnya aku lebih kasih kamu waktu buat ada di samping Lily juga. Sebenarnya bukan kamu yang egois, tapi aku.”

 Aldo melingkarkan kedua tangannya di perut Nila yang memang sudah besar itu. Dia mengecupi pipi wanita itu berkali-kali.

 “Sayang, kamu nggak salah apa-apa. Anak kita juga. Kemarin dokter juga bilang, wajar kalau ibu hamil jadi jauh lebih manja. Sekarang kita lupain semua obrolan kita yang tadi. Soalnya ada yang lebih penting,” bisik Aldo dengan nada berat.

 “Memangnya apa yang lebih penting dari masalah-masalah yang kita bahas, Mas? Perasaan selain itu, nggak ada yang lebih penting.” Nila kebingungan. Dia memang merasa tidak ada yang lebih penting selain bahasan mereka.

 “Kamu masa nggak bisa rasain, sih? Punyaku sudah tegang maksimal, Sayang. Dia minta masuk ke rumahnya. Ini punya kamu juga sudah basah, aku bisa rasain.” Aldo dengan santainya mengelus-elus privasi Nila yang masih tertutup dalaman itu.

 “Gimana nggak basah, kalau Mas terus elus-elus dia kayak gitu? Jadi maunya apa?”

 “Maunya punyaku masuk ke kamu sekarang, Sayang. Aku sudah nggak tahan,” rengek Aldo. Dia benar-benar sudah sangat menginginkan tubuh Nila sekarang.

 “Tadi pagi sudah, Mas. Kamu lupa?”

 “Aku mau lagi, Sayang. Kamu candu soalnya. aku kan udah bilang, saat hamil gini, kamu semakin seksi.” Aldo merayu sambil menurunkan tali daster Nila.

 “Kamu nakal, Mas. Ah! Iya, iya, aku turutin maunya Mas, tapi jangan elus-elus terus. Nanti aku keluar gimana?”

 “Itu yang aku mau, Sayang,” ucap Aldo yang sekarang tengah membantu Nila menurunkan celana dalamnya.

 “Ah! Mas! Kamu nakal! Main masuk-masukin saja ih,”

 “Tapi enak, kan?”

 “Ah! Iya, enak banget, Mas.”

 Seketika ruang kamar itu pun menjadi saksi pergulatan panas mereka berdua. Nila terus mendesahkan nama Aldo setiap lelaki itu mengeluar-masukkan miliknya. Begitupula dengan Aldo. Lelaki itu tampak sangat menikmati kehangatan yang diberikan oleh Nila.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dalam Rengkuhan Hasrat Kakak Ipar   Tunggu Aku, Sayang

    “Mas Dewa bohong,” protes Lily. Tubuhnya tergunjang hebat akibat hentakan yang dia dapatkan.Sekarang dia tengah memandangi bayangan tubuhnya yang tanpa busana di depan cermin yang ada di kamar mandi. Di belakang tubuhnya, tentu saja ada Dewa yang tengah melesakkan miliknya dengan penuh semangat.“Memangnya aku bohong tentang apa, Sayang?” tanya Dewa dengan suara berat penuh hasrat. Dia masih terus menggerakkan pinggulnya. Sebentar lagi puncaknya akan segera tiba.“Tadi bilangnya cuma mandi bareng, ujungnya Mas Dewa tambah lagi,” ucap Lily yang tengah mencengkeram erat pinggiran wastafel. Dia tidak sepenuhnya protes. Bahkan sekarang dia sangat menikmati apa yang Dewa lakukan.“Maaf, Sayang. Rasanya sangat susah untuk melewatkan tubuh seksi kamu. Tapi bukankah kamu menikmatinya, Sayang?” Dewa sengaja sedikit membungkuk, memberikan gigitan di pundak Lily. Dengan mata menatap nakal ke arah cermin. Menikmati ekspresi Lily yang pasrah berpeluh.“Sangat menikmatinya, Mas. Mas Dewa, Lily mau

  • Dalam Rengkuhan Hasrat Kakak Ipar   Maaf, Lily

    Aldo tengah menemani Nila tidur siang. Walaupun ada Nila di dalam dekapannnya, mata Aldo terpusat ke layar ponselnya. Dia sedang menunggu notifikasi pesan dari Lily. Biasanya istri pertamanya itu tidak pernah absen mengingatkannya makan siang. Tak jarang Lily spam hanya untuk cerita tentang hal-hal sepele. Tapi hari ini, tidak ada satu pun pesan datang dari Lily.“Kamu sebenarnya kemana, Ly. Walaupun kamu sering spam tidak jelas, tapi aku merindukan kerandoman kamu itu, Ly. Perjalanan kita begitu panjang sebelum menikah. Kamu sudah banyak kasih aku support. Aku memang tidak seharusnya tergoda pada Nila. Sebenarnya aku sangat mencintai kamu, Lily. Tapi masa jeda karena aku fokus pada Nila waktu itu membuat aku canggung. Aku tidak tahu harus bagaimana untuk mengembalikan keharmonisan pernikahan kita.”Lily memang sering sekali bercerita tentang hal-hal yang tidak penting. Seperti dia bertemu siapa saat belanja di tukang sayur, kejadian lucu yang tidak sengaja terjadi, atau menceritakan

  • Dalam Rengkuhan Hasrat Kakak Ipar   Ketagihan

    Dewa dan Lily tengah menonton televisi. Lily tengah berada di pangkuan Dewa dengan posisi setengah tiduran. Sementara Dewa tampak sesekali menyuapkan buah-buahan yang sudah dipotong-potong ke mulut Lily. Begitu pula dengan Lily. Mereka saling menyuapkan buah secara bergantian. Layaknya pasangan yang sedang kasmaran.“Mas, Mas Dewa kalau di Batam, pas nggak ke kantor, ngapain aja di rumah?” tanya Lily penasaran.Dia ingin tahu tentang kegiatan apa saja yang dilakukan oleh Dewa di rumahnya.“Tidur, Ly. Mau apa lagi? Kadang-kadang aku iseng fitness supaya tubuhku semakin sehat. Soalnya selain hari libur, aku nggak bisa olahraga dengan benar." Dewa menjawab pertanyaan Lily dengan senang hati.“Pantesan tubuh Mas Dewa makin bagus berapa tahun nggak ketemu. Rupanya Mas Dewa seneng olah raga.” Lily pun memuji perubahan bentuk tubuh Dewa. Di matanya, lelaki itu memang banyak berubah.“Oh ya? Memangnya perubahan tubuh aku kelihatan banget, ya?” Dewa balik bertanya. Dia memang menyadari banya

  • Dalam Rengkuhan Hasrat Kakak Ipar   Toxic

    Di sebuah gazebo rumah besar sepasang suami istri berumur. Mereka tampak sedang menikmati secangkir teh dan makanan kecil yang terhidang di hadapan mereka. Di bagian samping rumah mereka sedang ada renovasi. Mereka adalah orang tua Dewa dan Aldo, Darto dan Rahma.Walaupun mereka sudah menikah selama tiga puluh lima tahun, Darto dan Rahma masih terlihat romantis. Mereka sering menikmati waktu bersama di setiap kesempatan.“Pah, coba saat santai begini kita ditemani cucu, ya? Pasti lebih bahagia. Lily sudah tiga tahun jadi menantu kita tidak hamil juga. Dewa juga betah sekali menduda. Tahun ini dia sudah lima tahun hidup sendiri. Kalau begini, kapan kita punya cucunya?” celoteh Rahma.Dia memang sudah sangat menantikan kehadiran seorang cucu. Itulah mengapa dia selalu menekan Lily untuk segera hamil.“Mah, mereka baru menikah tiga tahun. Biarkan mereka menikmati masa pengantin baru mereka. Kalau sudah saatnya, Lily pasti hamil.” Darto berpendapat. Dia sendiri tidak terlalu terobsesi unt

  • Dalam Rengkuhan Hasrat Kakak Ipar   Takut Kehilangan

    “Pagi, Sayang. Aku senang kamu tidur sangat nyenyak dalam pelukanku semalam. Aku sengaja tidak membangunkan kamu karena aku tahu, kamu pasti kelelahan setelah pertempuran kita,” ucap Dewa lembut. Lelaki itu mengusap tangan Lily yang melingkar di perutnya dengan penuh sayang.Lily tersenyum.Dewa memang lelaki yang sangat bisa memahaminya. Bahkan dia dengan sengaja membiarkan Lily menikmati tidur panjang setelah pergulatan nikmat mereka. Dia tidak mungkin bisa melakukan ini kalau bersama Aldo. Boro-boro suaminya itu mau memasak sesuatu, Lily pasti langsung diperintahkan bangun pagi untuk menyiapkan semua keperluan Aldo. Sejak awal menikah memang sudah seperti itu. Bedanya, saat awal menikah, Aldo lebih sering bersikap manis. Jadi Lily tidak merasa kalau semua itu merupakan beban.“Mas Dewa manjain aku banget, sih? Makin sayang jadinya. Makasih ya, Mas. Lily ngerasa beruntung banget bisa ketemu sama Mas Dewa. Maaf ya, lily nggak peka kalau Mas Dewa sebenarnya suka sama Lily dari lama,”

  • Dalam Rengkuhan Hasrat Kakak Ipar   Hambar

    Lily menggeliat, dia membuka matanya perlahan, dan menyadari kalau hari sudah menjelang siang. Dia terbangun karena terganggu dengan suara ponselnya yang terus berdering. Bukannya segera memeriksa siapa yang melakukan panggilan, Lily justru fokus mencari keberadaan Dewa. Lelaki itu sudah tidak ada di sisinya.Setelah itu, barulah dia mengambil ponselnya. Dia berekspresi tidak senang saat mengetahui Aldo yang menelepon. Tumben. Biasanya selalu Lily yang menghubungi lebih dulu. Mengapa pagi ini berbeda? Dengan terpaksa, Lily menekan tombol hijau di layar ponselnya sambil mengatur posisi terbaik supaya dia bisa menerima panggilan dengan nyaman.“Pagi, Mas.” Lily menyapa dengan nada dibuat seceria mungkin.“Lama sekali angkat teleponnya, Ly? Kamu kemana saja? Aku sudah bilang, kan? Jangan jauh-jauh sama ponsel. Kamu tahu sendiri, aku nggak suka nunggu lama,” omel Aldo dari ujung sana. Sungguh sangat mengganggu pendengaran Lily.“Aku baru bangun, Mas. Semalam aku nonton drama sampai lupa w

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status