Share

We Meet Again!

Pernikahan!

Biasanya gue selalu merasa iri setiap kali dapat undangan atau datang ke pesta pernikahan. Setiap melihat gelak tawa bahagia dari pasangan pengantin, keluarga dan kolega. Melihat dekorasi-dekorasi yang indah serta cantiknya souvenir-souvenir. Wanita mana yang bisa menahan dirinya untuk tidak mengatakan ‘pengen’ di dalam hati?

Namun mungkin kali ini gue nggak bakalan ngiri lagi, justru merasa ikut bahagia ketika sahabat baik gue waktu SMA menikah. Karena satu bulan lagi giliran gue yang akan tampil secantik dan seanggun itu bersama lelaki yang gue cintai.

gue memang butuh kesabaran ekstra nungguin Altan ngelamar gue. Kami pacaran lebih dari lima tahun, dan setiap hari gue selalu berharap dia bakalan ngelamar gue. Dan akhirnya tepat di tahun ke lima dia ngajakin gue nikah setelah gue berkali-kali ngasih kode sama dia buat ngelamar. Sama sekali enggak romantic sih, Cuma makan malam biasa di sebuah restoran. Tanpa kejutan bahkan cincinnya pun dia kasih di hari lain. Tapi tetep aja, gue suka cara dia ngelamar gue. Mungkin efek dari mencintai sampai gila, bahkan kalau waktu itu gue dilamar di pinggir empang pun gue pasti berpendapat jika itulah lamaran terbaik sepanjang hidup gue.

“Tania! Sini!”

Gue baru saja masuk ke dalam gedung ketika Rani dengan begitu mudahnya mengenali siluet tubuh gue diantara para tamu.

Gue tersenyum, lantas berjalan mendekati Rani yang kini tampak cantik dengan kebaya berwarna putih tulangnya. Di sampingnya ada Rangga yang juga tampak begitu ganteng dengan pakaian adat jawa.

“Congratulation…..” gue memeluk mereka satu persatu.

“Kadonya mana?” Rani pura-pura bersungut.

“Noh….udah gue kasih di depan!” tunjuk gue ke arah pintu masuk, dimana ada meja besar tempat menaruh kado.

“Lo ngado gue apa-an?”

Gue tersenyum jahil lantas mendekatkan bibir gue di samping telinga Rani.

“Kondom.”

“Sembarangan!” Rani langsung memukul lengan gue dengan keras sampai gue nyengir-nyengir.

“Enggak ketemu lo lebih dari tujuh tahun, dan lo enggak ada berubah-berubahnya ya Nia?” Rangga yang sejak tadi diam angkat bicara.

“Lah emang dari sononya gue gini!” jawab gue sambil terkekah.

Rangga melempar pandangannya ke arah pintu.

“Lah terus mana cowok lo? Rani bilang bulan depan lo juga nikah?”

Gue berusaha menyembunyikan kecewa di wajah gue dengan melempar pandangan ke sembarang tempat. “Lagi sibuk, kejar setoran!” jawab gue asal.

“Jadi enggak dateng?”

Gue menggeleng. “Enggak. Udah biasa sih dateng ke kondangan sendirian.”

“Wah bahaya tuh. Kalau ketemu handsome boy di acara kondangan gimana?” kelakar Rangga.

“Ya kalau handsome boy-nya mau. Gue mah hayuuuk aja.”

“Hust! Tania!” Rani menoel lengan gue. “Pamali, enggak boleh ngomong kayak begitu kalik. Apalagi bentar lagi mau nikah.”

Gue nyengir.

“Ih…..Ran! lo percaya banget sih sama takhayul! Enggak bakalan lah. Mau ada perang dunia-pun gue juga bakalan tetep nikah.” Sahut gue yakin. Ya yakinlah. Semua persiapan sudah hampir rampung, Cuma beberapa printilan kecil dan gue yakin bakalan selesai dengan sempurna bulan depan.

“Oh ya, pendamping kamu di mana sih yank?” Rani mengalihkan pembicaraan. Dilihatnya Rangga masih asyik dengan es buahnya. “Turunin atuh itu mangkuk es-nya. Udah makannya….” Rani merebut mangkok es itu lantas menaruhnya di atas meja.

“Aduh beb, sayang banget itu es buahnya masih banyak.” Protes Rangga dengan wajah kecewa namun hanya dihadiahi Rani dengan delikan dari matanya.

Gue melihat adegan itu dengan senyum geli. Enggak nyangka kalau Rani bener-bener nikah sama cowok yang digandrunginya sewaktu SMA, dan enggak nyangka juga kalau Rani bisa main perintah-perintah gitu sama Rangga. Secara dulu Rangga bener-bener cowok perfect di sekolah. Jangankan main perintah, ngobrol sama dia saja cuma beberapa orang saking sungkannya.

“Mana sih temen kamu yank?” Rani tampak tidak sabar.

“Gak tau. Macet kalik beb…” jawab Rangga santai sambil ngelap bibirnya pakai tisu.

“Siapa sih pendamping pengantin pria-nya?” Tanya gue penasaran karena orang yang dimaksud tidak segera menampakkan batang hidungnya.

“Alah, nanti lo juga tau Nia. Dia juga temen satu sekolah sama kita.”

“Masa…?”

“Ho’oh, dia sahabatnya Rangga waktu SMA. Namanya—"

“Noh….itu manusianya dateng!” tiba-tiba Rangga menunjuk kea rah pintu masuk.

Gue dan Rani langsung menoleh. Dari sekian banyak tamu yang datang, tiba-tiba mata gue menangkap sosok wajah familiar di sana. Sosok itu tengah berjalan kearah kami dengan langkah yang tegap dan senyum tipis yang mengembang dari bibirnya.

Tiba-tiba gue merasa cemas. Perut gue yang awalnya biasa saja kini terasa diremas-remas karena bingung.

“Jadi….pendamping pengantin prianya….?”  Gumam gue gamang, sementara sosok itu terus berjalan ke arah kami.

“Felix!” Jawab Rangga dengan senyum lebarnya. Matanya tidak lepas dari sosok Felix yang tampak segar dengan kemeja garis-garisnya. Dia mengabaikan wajah gue yang semakin pucat dan berkeringat.

“Hay…..” sapa Felix ketika dia berdiri di depan kami.

Kaki gue terasa lemas seketika.

******

Gue menarik Rani menjauh dari Felix dan Rangga. Meskipun gue bener-bener masih belum perncaya dengan apa yang gue lihat sekarang, namun sepertinya gue butuh penjelasan dari Rani terkait Felix yang tiba-tiba datang ke pesta pernikahannya.

“Apa’an sih Nia? Ijab qabulnya mau segera dimulai tau!” Meskipun menggerutu Rani tetep menuruti tarikan tangan gue.

Gue menghentikan langkah di depan meja prasmanan yang sedikit sepi dan tidak banyak yang berlalu Lalang karena beberapa tamu sudah mulai duduk di kursi masing-masing untuk melihat acara ijab qabul.

“Jawab pertanyaan gue. Siapa Felix?” gue berputar dan menghadap ke arah Rani.

 “Lah, bukannya lo juga udah kenal dia? Felix tadi kan bilang kalau kalian udah 3 minggu di Bali?” Rani berbalik Tanya sama gue.

“Bukan itu maksud gue Rani!”

“Terus?”

“Katanya pendamping calon pengantin laki-laki itu temen sekolah kita?” Tanya gue bingung. Gue lirik Felix yang sedang ngobrol Bersama Rangga. Wajahnya tampak rileks seperti biasanya, berbanding terbalik dengan wajah gue yang tampak frustasi.

“Ya emang iya!”

“Iya?” gue mengerutkan alis.

Rani tertawa.

“Tania….gue tahu jaman SMA lo itu salah satu cewek terkenal sampai-sampai lo enggak inget khan Felix siapa?” Rani menatap gue tanpa berkedip. Sorot matanya seakan sedang memaksa gue untuk mengingat sedikit saja sosok tentang Felix.

“Gue sama sekali enggak inget!”

“Emang sih, dia dulu enggak se-keren, se-tampan,sek-kaya dan se-perfeksionis sekarang. Kalau dulu nilai dia Cuma tiga, sekarang nilai dia 99,9. Nyaris sempurna……!”

“Udah deh enggak usah bertele-tele Ran!” dengus gue sebal. Gue Cuma pengen tahu Felix jaman sekolah dulu. Karena gue yakin, enggak ada bocah satu SMA gue dengan wajah seperti Felix dulu. Apa dia operasi plastik?

“Dia yang mana sih?” tanya gue jengkel. “Apa dia operasi plastik, sampai gue enggak kenal?”

Rani memutar bola matanya malas. “Ya enggaklah….” Jawabnya, disusul dengan decakan kesalnya sama gue. “Emang penting ya, bahas masa lalu sekarang? Lo suka banget sih buka luka lama gue. Klau inget jaman SMA gue juga jadi inget khan gimana nempelnya si Rangga sama si Mitha. Kan gue juga jadi ilfeel!”

“Sorry….sorry…sorry…bukan maksud gue buat ngingetin lo soal—"

“Hei!” Suara Rangga memotong kalimat gue. “Cepetan ke sini. Lima menit lagi ijba qobul. Gue tahu Felix tampan, tapi enggak usah pakek acara ngerumpi’in  dia segala!” ia menepuk Pundak Felix dan pria itu hanya tersenyum.

Rani tertawa, sedang gue memutar bola mata malas. Kalau saja bukan karena penasaran tentang Felix jaman SMA gue juga ogah narik-narik tangan Rani buat ngejauh begini.

“Udah, mending lo Tanya langsung sama Felix mumpung dia di sini atau lo cari dia di album kenangan.” Rani menyikut lengan gue.

Gue masih bengong.

“Gue kasih clue ya, dia itu sekelas sama Rangga dan biasanya kemana-mana sama Rangga.” Lanjut Rani lantas pergi meninggalkan gue, membuat tingkat frustasi gue tambah memuncak. Andai saja ini bukan pernikahan Rani, mungkin gue udah kabur dari tadi.

Tanpa berfikir dua kali, gue langsung membuka web SMA Dharma Bakti—SMA gue dulu. Dan langsung menuju ke galeri alumni. Di mesin pencarian gue langsung ngetik nama lengkap felix di sana.

Ketemu!

Gue membelalakkan mata tak percaya.

Pantas aja gue enggak inget. Felix jaman SMA adalah cowok bertubuh tambun dengan kacamata tebal dan enggak ada cakep-cakepnya sama sekali.

Omaigat!

Gue yakin kalau dia operasi plastik.

*******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status