Share

Bab 2. Cinta yang Indah

Bab 2

Aku Ingin Punya Anak

Tiba-tiba sesosok tubuh sudah ada di belakang Viona. Lelaki bertubuh tegap tinggi itu mendekap Viona dari belakang. Ia menatap lautan sambil tersenyum. Vona terperanjat. Ia menoleh ke arah suara dan tersenyum saat mendapati Dion sudah berada di belakangnya. Wajah tampan itu menghadirkan segala kehangatan buat Viona. Bisikan itu membuat ia terbuai dalam rasa syahdu. Kehangatan tubuh Dion yang menempel di punggungnya, membuat Viona seketika memejamkan dua netranya sesaat.  Ia hanyut dalam rasa damai dalam pelukan Dion.

Sejak mereka hidup bersama, Viona memang merasakan kebahagiaan luar biasa. Ia semakin cantik dan berbinar, meski usianya kini tidak muda lagi. Dion adalah suami terbaik yang pernah Viona miliki. Ia sangat paham bagaimana cara membahagiakan seorang isteri. Viona benar-benar merasa hidupnya sangat sempurna bersama Dion.  Hari-hari yang ia lewati tak pernah luput dari rasa bahagia.

Viona merapatkan punggungnya ke dada lelaki itu. Lalu, kembali menatap lautan yang beberapa puluh meter ada di hadapannya. Dion tersenyum dan mengecup pelipis Viona. Lalu, ikut menatap lautan yang luas itu.

 “Mas sengaja, ya?”

“Sengaja apanya?”

 “Sengaja mengambil suasana begini untuk kita,” sambung Viona. Dion kembali tersenyum.

“Iyalah! Bukankah suasana pantai mampu menentramkan hati yang tidak tenang. Dengan begitu, kita akan selalu berada dalam kedamaian di sini,” ucapnya kemudian.

“Hmmm.” Viona mendehem.

“Bukankah memang Mas selalu suka dengan suasana pantai? Biar nggak perlu wisata lagi, kali,” sanggah Viona.

“Kalau wisata, ya, beda lagi, Vie. Kita akan tetap wisata, kog!” jawabnya.

“Paling juga jauh-jauh pergi tetap aja pantai kan, Mas?”

“Ha … ha … ha!” Dion tertawa lepas sambil mengusap pucuk kepala Viona.

“Itu kan dulu. Nah, sekarang kalau rumah kita di sini, gantilah!” Viona tersenyum. “Kamu nggak lupa, ‘kan? Pantai ini sangat bermakna buat kita?”

Viona mengerutkan keningnya dan melirik.

“Bermakna? Buat Mas?”

“Buat aku, buat kamu dan kita! Kamu nggak ingat?” Viona mengerutkan keningnya. Dion kembali mengusap pucuk kepala itu. “Salah satu alasan yang membuat kita bersatu itu adalah pantai,” ucap Dion.

“Lho! Kok pantai? Bukankah kita waktu itu bersatu demi Kanaya, iya ‘kan?” bantah Viona lagi. “Lagipun yang berjasa nyatuin kita itu yang pasti Tuhan, Mas!” ucap Viona sambil memanyunkan mulutnya.

 “Pastilah! Cuma, kamu lupa, ya? Hati kita itu disatukan di pantai. Walau takdir berkata lain, nyatanya hati kita tetap saling menemukan antara satu dengan lainnya. Pantai ini yang membuat kita sama-sama tidak pernah bisa saling melupakan,” ucap Dion lagi dengan tatapan jauh ke depan. Kening Viona mengernyit.

“Tapi berani menyakiti!” ketus Viona sambil menoleh dan mendelik pada Dion.

“Bukan! Cuma, takdir terkadang suka mempermainkan tokohnya.”

“Bukan takdir yang mempermainkan kita, Mas. Tapi Mas sendiri yang suka liku-liku yang pelik. Ujung-ujungnya makan hati sendiri,” sungut Viona sambil mengerucutkan bibirnya.

Dion terkekeh mendengar ucapan Viona. Ia merasa lucu melihat Viona dengan aksi ngambeknya itu. Ia pun memutar tubuh Viona pelan ke arahnya, menatap Viona dengan penuh kasih dengan tatapan mata indahnya yang selalu saja meluluhkan Viona. Hingga Viona terpaku. Raut cemberutnya seketika berangsur lenyap. Ia menatap dalam ke sklera Dion yang tajam. Dion memperlihatkan senyum termanisnya pada Viona. Viona mematung menatapi wajah bulan yang masih saja ia kagumi itu, sama seperti tahun-tahun lalu. Dua netranya terpatri menatapi senyum manis di bibir simteris Dion, mata elangnya dan hidung mancung yang selalu ia suka. Pesona yang begitu melekat di kalbunya.

 “Kau tahu, ‘kan? Aku tidak pernah sanggup melupakanmu, walau sekejap saja. Namun, logikaku membuat aku harus mengalahkan rasa itu. Setidaknya itu alasan terbaik bagiku untuk tidak bersikap egois terhadap orang yang telah membuat hidupku lebih baik dari takdir seharusnya. Di saat aku terjepit sekali pun. Aku tak boleh mengabaikan hati orang yang telah menjadi dewi penolong dalam hidupku, Vi. Orang yang punya andil sangat besar bagiku. Bila Mama tidak pernah memberi kasih sayang selayaknya seorang ibu padaku, hidupku pasti akan jauh lebih menyedihkan, Vi. Belum tentu aku bisa seperti sekarang ini. Apa yang bisa kulakukan untuk dapat membalas jasa Mama padaku, selain berbakti dan patuh pada beliau?”

Viona terdiam dan menekur. Ia sadar ucapan Dion ada benarnya. Namun, ia tetap saja sangat terluka waktu itu.

“Iya, Mas memang pantas melakukannya. Hanya saja, waktu itu aku merasa sangat terluka dan tercampakkan, Mas. Terlebih saat aku tahu Mas memilih seorang wanita yang jauh lebih cantik dariku, cerdas dan punya strata yang lebih tinggi. Aku merasa tidak ada harga sama sekali. Aku malu telah menyimpan banyak harapan padamu saat itu, Mas,” ucapnya mellow.

Dion tersenyum dan mencubit pucuk hidung bangir Viona pelan. Lalu, kembali menatapnya.

 “Kalau dulu aku bersikeras mengikuti rasa hati yang benar-benar sulit aku kalahkan tanpa mempertimbangkan logika, artinya aku terlalu egois padamu dan Mama. Karena, cinta tanpa mempertimbangkan logika itu namanya nafsu, Vie! Aku tak mau menikahimu cuma karena tak mampu meredam hasutan nafsu yang tidak bisa kukendalikan. Sehingga aku kehilangan logika. Berbeda dengan saat ini. Aku mendapatkanmu dengan banyak alasan yang logis dan memang takdir yang membawa kita akhirnya bersama. Aku percaya, Tuhan memang menginginkan kita bersatu. Semua hanya takdir yang bermain terhadap alur hidup kita berdua. Namun, akhirnya takdir itu tetap berpihak pada hatiku yang hampir hancur lebur karena harus merelakanmu. Ternyata, Tuhan masih sayang padaku. Ia tetap mempertemukan aku dengan wanita yang kusayangi ini dan membiarkanku hidup bersama dengannya sampai sekarang,” ucap Dion berpuitis.

“Gombal!” teriak Viona. “Bahasa Mas yang aneh begini yang selalu membuat aku nggak tahan,” rutuk Viona sambil memukul pelan Dion yang menyebabkan Dion kembali terkekeh. Sementara Viona memberungut pura-pura keki. Sehingga wajah cantiknya semakin menggemaskan bagi Dion.

“Nggak tahan apa? Nggak tahan nolak?”

“Ihhhh!” Viona kembali memukul dada lelaki itu dengan pipi memerah, membuat Dion kembali tertawa terpingkal-pingkal.

Viona kembali cemberut. Namun, di hatinya ia bahagia. Dion memang selalu mampu membuat Viona tak berkutik di hadapannya. Viona mengalihkan pandangan kembali ke laut yang membentang.

“Salah satu yang aku benci dari Mas itu gombalan Mas yang penuh khiasan ini. Mas selalu berhasil membuat hatiku tak karuan karenanya.” Dion senyuman.

 “Makanya kamu nggak bisa melupakanku, ‘kan?” tanya Dion dengan tatapan nakalnya.

“Kepedean!” ucapnya kembali menoleh.

“Ha … ha …!” Tawa Dion kembali membahana. Wajah tampannya kian terlihat semakin memesona.

“Masa, aku merana sendiri,” ucapnya bergaya arogan.

“Dasar Mas, ya? Jadi, Mas bener-bener sengaja, biar aku nggak bisa lupain, Mas?”

“Oho, begitulah!” ejeknya bergaya ala Sin chan. Viona kembali memukul Dion. Dion kembali terkekeh dan memeluk Viona yang kembali menatap bentangan alam. Viona kembali terkejut saat merasakan tubuh Dion kembali merapat di punggungnya. Dua tangan kekar lelaki itu bahkan bersatu di pinggangnya. Viona akhirnya membiarkan saja setelah menoleh sesaat. Beberapa detik ia larut dalam rasa syahdu dalam dekapan Dion. Ia menjatuhkan kepalanya di dada bidang lelaki itu. Dion merapatkan wajah di sisi Viona.

“Apa Mas juga menderita saat takdir memisahkan kita dulu?” tanya Viona pelan di antara dekapan hangat Dion. Dion menarik napas dalam dan menghempaskannya pelan.

“Nggak!” sahutnya yang membuat Viona kaget dan menoleh. Viona mengangkat wajahnya dari sandaran di dada Dion dan kembali mendelik. Seketika pelukan itu terurai. Keningnya mengernyit mengamati Dion yang tersenyum.

“Aku serius lho, Mas! Berarti Mas baik-baik aja waktu itu? Nggak seperti aku yang sangat hampa dan lara?” Dion mencebik dan mengangguk. “Biasa aja!” sahutnya lagi.

“Lah! Katanya sama-sama nggak bisa melupakan?”

“Nggak bisa melupakan ‘kan cuma di hati. Kalau kehidupan? Ya, biasa aja, sih!” sahutnya.

Viona kembali cemberut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status