"Aku mau dia!"
Kalimat itu diucapkan dengan nada malas yang tenang, tetapi gaungnya terdengar ke seluruh ruangan. Entah kenapa suasana hiruk pikuk itu menjadi hening seketika. Dan Starla merasakan semua tatapan tertuju padanya. Pada dirinya yang sedang bersandar di meja bar, sibuk dengan pikirannya sendiri. Dengan gugup Starla menegakkan tubuhnya yang sejak tadi menunduk lemas, berusaha membalas tatapan mata semua orang, lalu matanya terpaku pada mata itu. Mata coklat pucat sehingga nyaris bening, menyebabkan pupil matanya tampak begitu hitam dan tajam. Pria bertubuh gemuk yang sejak tadi berdiri di samping Skylar tentu saja kaget mendengar permintaan pria itu. Bagaimana mungkin Skylar memilih seorang perempuan yang jauh dari kata sempurna. Masih banyak perempuan cantik yang berjejer dengan tubuh seksi dibandingkan wanita tidak berpengalaman itu yang kebetulan hanya menjadi pengganti dari Riana. "Sir, tetapi dia orang baru di sini dan hanya menjadi pengganti. Sama sekali belum berpengalaman," ucap pria bertubuh gempal itu mencoba mengingatkan Skylar agar tidak salah pilih wanita yang bisa memberinya penghiburan dan kenikmatan malam ini. Skylar langsung menoleh dan menatap pria tersebut dengan tatapan tajam. "Tetapi aku menginginkan wanita itu. Aku sama sekali tidak peduli dia orang baru atau sudah berpengalaman. Cepat bawa wanita itu kepada saya!" Ucapan Skylar benar-benar menciutkan semangat pria tersebut, dia kini ketakutan mendapati sorot tajam yang dipancarkan oleh Skylar. "Oh, dia memang pengganti Riana untuk malam ini. Sepertinya dia akan memberimu kepuasan seperti yang selalu dilakukan oleh wanita kesayangan Anda, Tuan." Laki-laki gemuk itu mencoba membela diri dengan kembali membanggakan wanita baru itu. Dia hanya berharap semoga wanita itu tidak mengecewakan Skylar, atau dia akan hancur malam ini juga. Sedangkan Starla terus berusaha mengulur waktu untuk mendekat, berharap Skylar akan mulai kesal dan jengah dengan perilakunya sehingga berubah pikiran dan memilih wanita lain untuk menemaninya. Starla benar-benar tidak punya keberanian untuk mendekati pria menakutkan tersebut. "Cepat ke sana. Ternyata kau yang terpilih malam ini, dan kau tahu itu adalah suatu kehormatan bisa dipilih oleh Tuan Skylar." Sang bartender, yaitu Dion, berdiri di belakangnya berbisik kepadanya, seolah takut kalau Starla tidak cepat-cepat menuruti keinginan Skylar, dan akan berakibat fatal. Starla mengernyit pada Skylar, mencoba menantang mata laki-laki itu, yang masih menatapnya dengan begitu tajam tanpa ekspresi. "Apakah ... apakah ...." Starla berdeham karena suaranya begitu serak dan terbata-bata. "Apakah Anda ingin dibawakan minuman?" Skylar hanya menatapnya beberapa saat yang menegangkan, lalu menganggukkan kepalanya. "Bawakan satu, minumanku yang bisa." Secepat kilat Dion sang bartender meracik minuman kesukaan Skylar, minuman yang biasa dipesannya. Melihat itu, sekelebat pikiran merasuk ke dalam kepala Starla. Oh, seandainya dia tahu kalau dia akan bertemu Skylar di sini, dan akan menjadi wanita pengantar minuman pria itu. Starla tentu saja akan menyiapkan segalanya. Mungkin sedikit racun yang bisa membunuh seseorang saat itu juga. Ya, begitu berniatnya Starla membunuh pria itu, sehingga segala cara akan dia lakukan. Ah, seandainya dia seberani itu. Starla berusaha tidak menunjukkan ekspresi berarti, dengan langkah gemetar dia mendekati Skylar yang duduk bagaikan sang raja, tengah menunggunya. Setelah meletakkan minuman itu di atas meja dan berharap agar Skylar segera mengusirnya menjauh ternyata itu sama sekali tidak terjadi. Mata pria itu malah tertuju pada Starla dan memandangnya dengan tajam. "Duduk." Skylar menjentikkan jarinya. Melirik tempat di sebelahnya. Sekujur tubuh Starla menegang menerima perintah yang begitu arogan. Tanpa sadar matanya memancarkan kebencian. Apa mau pria ini, kenapa berani-beraninya memerintahnya seperti ini? Ketika Starla termenung, seorang waitress lain dengan gugup mendorongnya supaya duduk, menuruti permintaan Skylar. Sehingga dengan terpaksa Starla duduk di sebelah Skylar. "Siapa namamu?" Skylar menatap tajam ke arah Starla. Apa-apaan pria ini? Permainan apa yang sedang dimainkan, padahal Starla tahu betul karena mereka bukan hanya saling tahu nama, tetapi sudah saling kenal. Tetapi Starla tetap mengikuti permainan yang dimainkan oleh pria itu dan juga mengikuti arusnya. Lagian Starla sudah menyiapkan nama samaran selama dia berada di sini. "Rose," jawab Starla dengan kaku. Skylar mengernyit menatapnya dengan seksama, lalu jemari panjang itu tiba-tiba terulur dan menarik dagu Starla mendekat, supaya dia bisa mengamati wajah Starla dengan cermat. Sebelum mencondongkan wajah, kemudian berbisik. "Apakah kau menikmati permainan ini, Star?" sindir Skylar dengan nada yang mencicit, dan hanya mereka berdua yang bisa mendengarnya. Namun, meskipun tergolong kecil tetapi sangat jelas terdengar kalau Skylar menyebut namanya dengan penekanan suara. Wajah Starla tampak pias dengan mata melotot mendengar kalimat pria itu. Tetapi sebisa mungkin dia mencoba menghalau rasa takutnya agar tidak dinikmati dan menjadi sumber kesenangan untuk Skylar. Baru saja dia akan berteriak, tetapi suara lain kembali terdengar. "Maafkan kelancangannya, Tuan. Dia memang hanya pengganti Riana di sini, makanya belum terlalu paham. Saya juga belum mengajarinya bagaimana membawakan minuman untuk tamu sepenting Anda." Pria bertubuh gemuk itu menyela dengan gugup. Wajahnya tampak cemas melihat Starla melayani dengan setengah hati. Dengan pandangan memarahi, pria itu memperingatkan Starla. "Ayo, Rose. Perkenalkan dirimu kepada Tuan Skylar dengan baik. Tuan Skylar telah memilihmu untuk menjadi pelayan minumannya. Itu merupakan suatu kehormatan untukmu. Sudah seharusnya kau berterima kasih." Perintah itu membuat Starla menegakkan dagunya dengan angkuh. "Saya sudah memperkenalkan diri saya, dan saya juga sudah membawakan minuman untuk Tuan Skylar yang terhormat, karena itu saya rasa pekerjaan saya sudah selesai dan sudah waktunya saya pergi," jawab Starla ketus, sambil beranjak dari tempat duduknya. Toh, dia sudah tidak sudi berlama-lama dengan pria itu. Dan sudah dipastikan, ini untuk terakhir kalinya Starla menginjakkan kaki di tempat terkutuk ini. Tetapi sebelum Starla sempat berdiri, Skylar meraih jemarinya dan menariknya kencang, supaya terduduk lagi. Kali ini tepat di atas pangkuan Skylar. "Apa ... apaan—" Suara Starla terhenti ketika bibir yang keras dan dingin itu tiba-tiba melumat bibirnya. Starla berusaha memberontak ketika menyadari bahwa Skylar sedang memagut bibirnya dengan cumbuan yang basah dan panas. Ciuuman itu sungguh tidak sopan karena bibir dingin Skylar tanpa permisi langsung memagut bibirnya, melumatnya tanpa ditahan-tahan. Lidahnya langsung menyeruak masuk merasakan keseluruhan diri Starla, menghisapnya, menikmatinya, dan menggilasnya tanpa ampun. Sekujur tubuh Starla terasa terbakar, panas karena amarah dan karena perasaan asing. Lelaki ini sudah jelas-jelas sangat ahli ketika mencumbu perempuan, sehingga Starla yang belum berpengalaman pun terbawa oleh suasana mengalahkan kebenciannya. Tetapi pikiran bahwa lelaki ini telah memanfaatkan begitu banyak wanita demi memuaskan rasa arogan dan kekuasaannya membuat Starla merasa muak. Dan tiba-tiba muncul kekuatan dari dalam dirinya untuk mendorong laki-laki itu menjauh dan menamparnya dengan sekuat tenaga. Plakk!Plakk!Suasana di dalam klub itu mendadak hening. Luar biasa hening. Bahkan musik yang penambah hiruk pikuk itu pun berhenti karena semua orang berhenti melakukan aktivitasnya dan menatap ke arah Starla yang berdiri dengan terengah-engah berhadapan dengan Skylar yang membatu duduk di sofa VIP-nya.Sedetik kemudian, sebuah tangan kasar mencengkeram lengan Starla. Begitu menyakitkan hingga membuat Starla menjerit kesakitan."Kurang ajar kau! Berani-beraninya kau telah memukul Tuan Sky," teriak sebuah suara berat dan kasar. Starla menoleh dan mendapati dirinya sedang ditelikung oleh lelaki berbadan besar yang sepertinya salah satu bodyguard Skylar.Lengan lelaki itu yang besar dan kuat menahannya sampai tangannya terasa kaku dan sakit. Tetapi Starla tidak menyerah, dia meronta sekuat tenaga, mencakar, dan menggigit lengan yang tetap terasa sekeras batu itu. Napasnya kembali tidak beraturan, terengah-engah dan wajahnya merah padam menahan amarah dan rasa malu karena sebagai perempuan keku
"Aku mau dia!"Kalimat itu diucapkan dengan nada malas yang tenang, tetapi gaungnya terdengar ke seluruh ruangan. Entah kenapa suasana hiruk pikuk itu menjadi hening seketika. Dan Starla merasakan semua tatapan tertuju padanya. Pada dirinya yang sedang bersandar di meja bar, sibuk dengan pikirannya sendiri.Dengan gugup Starla menegakkan tubuhnya yang sejak tadi menunduk lemas, berusaha membalas tatapan mata semua orang, lalu matanya terpaku pada mata itu. Mata coklat pucat sehingga nyaris bening, menyebabkan pupil matanya tampak begitu hitam dan tajam.Pria bertubuh gemuk yang sejak tadi berdiri di samping Skylar tentu saja kaget mendengar permintaan pria itu. Bagaimana mungkin Skylar memilih seorang perempuan yang jauh dari kata sempurna. Masih banyak perempuan cantik yang berjejer dengan tubuh seksi dibandingkan wanita tidak berpengalaman itu yang kebetulan hanya menjadi pengganti dari Riana."Sir, tetapi dia orang baru di sini dan hanya menjadi pengganti. Sama sekali belum berpeng
Starla mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Kemarahan terlihat jelas dari wajahnya dan bisa terlihat jelas di bawah keremangan lampu yang berkerlap-kerlip. Emosinya membuncah untuk segera disemburkan kepada pria yang dari kejauhan terlihat tengah berbicara dan sesekali tersenyum menyeringai.Starla sangat-sangat membenci senyuman yang begitu menjijikkan itu!Sekilas Starla punya pemikiran untuk mengambil langkah-langkah panjang dan menerjang pria itu, tak lupa mengambil satu botol minuman di atas meja, kemudian memukulkan botol itu pada kepala Skylar sampai hancur. Saat itu juga Starla pasti akan tertawa terbahak-bahak menyaksikan bagaimana kepala itu mengeluarkan darah dan ajal akan menjemputnya saat itu juga. Pada saat itu, Starla akan berbahagia karena telah membalaskan dendam atas kematian Arlan.Oh ... seandainya Starla punya keberanian sebesar itu, tetapi buktinya dia hanya bisa berdiam diri di sini tanpa merealisasikan khayalannya itu. Tetapi sebuah alasan yang sangat besar y
"Please ... bantu aku, Star!"Sejak tadi temannya ini terus menerus memohon meminta bantuan kepadanya. Starla sudah pasti akan membantu seandainya bukan sesuatu yang mustahil yang diminta oleh wanita itu. Tempat itu adalah tempat yang terlarang bagi Starla dan ia sudah berjanji kepada diri sendiri bahwa dia tidak akan menginjakkan kakinya di tempat tersebut.Dan memang benar, di usianya sekarang, dua puluh lima tahun ia memang tidak pernah menginjakkan kaki di tempat tersebut. Arlan dahulu begitu menjaganya dan mengharamkan tempat itu untuknya, dan sampai sekarang ia tentu saja masih mengingat larangan kakaknya itu. Oleh karena itu, sampai kapan pun dia tidak bisa melakukan permintaan Ariana."Aku tidak bisa, Ari. Maaf, ya!" ucap Starla sambil melanjutkan pekerjaannya.Ariana masih keukeuh membujuk Starla untuk membantunya. Wanita itu adalah teman satu-satunya dan hanya wanita itu yang dapat membantunya."Aku mohon, Star. Kalau aku absen malam ini, gaji aku akan ditahan dan kamu tahu
“Ada yang ingin bertemu denganmu, Riana!”Wanita yang dipanggil Riana itu segera menoleh saat mendengar namanya dipanggil, dan ia mendapati Zoe di sana—partner kerjanya.Riana yang tengah bersiap-siap kini menjawab ucapan dari temannya itu. “Siapa?” tanyanya dengan kening berkerut.Dia tahu, mereka berdua adalah primadona yang paling banyak dicari dan di sukai karena skilnya di club malam terkenal ini. Oleh karena itu, tidak heran lagi jika Riana tahu ada yang mencarinya padahal dia baru saja akan kembali memulai bekerja.Wanita bernama Zoe itu hanya mengedipkan matanya. “Kau pasti tahulah, Riana. Siapa lagi yang repot-repot mencarimu meski tahu sudah ada banyak wanita cantik dan seksi yang berjejer siap melayaninya.”Tanpa dijelaskan lebih inci lagi, Riana langsung tahu siapa ‘tamu' yang dimaksud oleh Zoe tersebut. Dengan perasaan bahagia dan aura yang berbinar Riana langsung mengulas senyum lebar.“Aku akan segera menemuinya, Zoe!” balas Riana dengan sumringah.Sudah berapa hari ‘ta