LOGIN“Dari mana saja kamu?” Suara dingin Adrian—sang Ayah, membuat Elowyn membeku.
“Apa saja yang kamu lakukan semalaman di luar?” tanyanya dengan tatapan tajam. “Tanyakan saja ke anak kesayangan Ayah itu. Dia lebih tahu apa yang terjadi padaku,” jawab Elowyn dingin. Ia mengepalkan tangannya kuat saat melihat ke arah Liona yang tengah menunduk tapi diam-diam tersenyum sinis. “Oh, jadi yang dikatakan Liona itu benar?” Berlya, sang Ibu yang duduk di sofa pojok menyahut. Ia melempar tumpukan foto ke atas meja. “Jelaskan semua ini!” Elowyn tersenyum miris. Tepat seperti yang ia duga sebelumnya. “Ya, seperti yang kalian lihat.” “Menjijikkan! Bikin malu keluarga!” murka Adrian. Sementara itu, Zeros mantan tunangannya yang sejak tadi berada disamping Liona, tiba-tiba ikut bicara. “Aku tidak menyangka ternyata kamu serendah itu, Elow.” “Hah! Lihat siapa yang bicara? Kau berkata seperti itu tanpa berkaca lebih dulu, Tuan Zeros?” celetuk Elowyn, tatapannya beralih pada Liona. “Dan kau … haruskah aku juga menyebutmu murahan karena sudah menjadi simpanan tunangan saudarimu sendiri?” “A-aku ….” “Kau bahkan lebih hina dariku Liona!” Potong Elowyn cepat. “Elowyn! Kamu tidak pantas menghina Liona seperti itu!” sahut Berlya marah. Elowyn menoleh, lalu menatap ibunya dingin. “Lalu aku harus memujinya karena sudah tidur dengan tunanganku, begitu Nyonya?” Berlya terperanjat tak percaya. Benarkah anak yang dulu begitu penurut dan penakut itu kini menantangnya? Bahkan ia tidak lagi memanggilnya ibu. “Aku membesarkanmu, membawamu kembali dari desa, dan memberimu segalanya, tapi begini balasanmu? Kau tampaknya harus diberi pelajaran agar jadi anak yang tahu diri.” Berlya meraih rotan di sisi kursi lalu menghantamkan rotan itu ke punggung Elowyn. CTAAS! Rasa nyeri menjalar di punggungnya. Elowyn menggigit bibir bawahnya menahan sakit. “Sekarang minta maaf pada Liona!” perintah Berlya. “Untuk apa aku minta maaf jika aku yang jadi korban?!” balas Elowyn tajam sambil berdiri dengan kedua tangan bertumpu pada pinggulnya. “Kau benar-benar!” Berlya siap mengayunkan rotan itu lagi, tetapi Liona segera berdiri dan menahan tangan ibunya. “Sudah, Bu. Jangan sakiti Elowyn lagi! Ini memang salahku, aku sudah menyukai tunangannya. Maafkan aku, Bu,” katanya lembut, ia berniat meraih tangan Elowyn. “Maafkan aku Elowyn.” Elowyn menepis tangan Liona sebelum benar-benar menyentuhnya. Namun, Liona justru terhuyung dan jatuh membentur pinggiran meja. Padahal Elowyn yakin, tadi ia tak terlalu kuat mendorongnya. “Apa yang kamu lakukan?!” teriak hampir semua orang. “Cih, drama queen.” PLAK! Tangan besar Adrian akhirnya mendarat di pipi Elowyn. Meninggalkan sensasi panas yang seketika menjalar di wajah cantiknya. “Kau sudah keterlaluan!” ucap Adrian penuh penekanan. “Ayah, sudah!” lirih Liona sambil menangis. Tapi yakinlah, air matanya itu hanyalah sebuah sandiwara. “Jangan membelanya lagi, Liona,” ucap Berlya, memeluk putrinya. “Dia pantas mendapatkannya.” Elowyn menatap iri kasih sayang ibu dan anak tersebut. Kasih sayang yang tidak pernah ia rasakan sejak kecil, dan sejenak ia lupa jika statusnya disini hanyalah anak angkat yang tak pernah diinginkan. “Aku dijebak. Kenapa kalian tidak mau mendengarkanku? Kenapa semuanya menyalahkanku?!” teriak Elowyn dengan segala amarah yang tertahan selama ini. “Liona dan Zeros juga sama menjijikkannya. Bahkan mereka terang-terangan mengakui hubungan hina itu! Tapi kenapa hanya aku yang disalahkan? Apa karena aku bukan bagian asli keluarga ini, iya?!” Adrian terdiam. Ucapan Elowyn memang benar, Liona pun telah mencoreng nama baik keluarganya, bahkan lebih parah. Tapi egonya lagi-lagi lebih berkuasa. “Kalau sejak awal kalian tidak pernah menginginkanku, kenapa repot-repot memungutku?” Suara Elowyn merendah, menahan sesak di dada. Melihat hal itu, Zeros mendekatinya. “Kita bisa mulai dari awal lagi. Aku, kamu, dan Liona. Aku masih mencintaimu, Elowyn.” Elowyn tertawa getir. Well, hanya perempuan bodoh yang mau berbagi pasangan dengan orang lain. “Baiklah, kita lupakan saja. Sebagai gantinya, kamu akan menikah dengan orang pilihanku,” kata Adrian. “Aku tidak mau!” tolak Elowyn. “Kau tak punya pilihan. Lagi pula, siapa yang mau menikahi perempuan kotor sepertimu?” “Aku mau, Om,” sela Zeros tiba-tiba, membuat wajah Liona menekuk tidak suka. “Tidak! Kamu akan menikah dengan Liona dan Elowyn dengan pilihanku.” Elowyn tersenyum miris. Dia ingat, beberapa hari yang lalu Adrian berniat menjualnya pada rekan bisnisnya untuk dijadikan istri kedua. “Ayah, bukankah aku juga anakmu? Sekalipun darah kita tidak sama, tidakkah kalian punya sedikit saja perasaan untuk anak yang sudah susah payah kalian besarkan ini?” Adrian menatapnya dingin. “Kamu mau tahu? Memungutmu dulu adalah kesalahan yang paling kusesali sekarang.” Hancur sudah pertahanan Elowyn, air matanya jatuh tanpa permisi setelah mendengar pengakuan ayahnya. Ia tahu, dirinya memang tidak pernah diinginkan disini. Tapi mendengar langsung dari mulut mereka, sungguh menghancurkan hatinya. “Jika menurut kalian seperti itu. Baiklah, mulai hari ini aku akan memutus semua hubungan dengan kalian.” Sementara itu di tempat lain, tepatnya di kamar hotel tempat Elowyn meninggalkan pria yang menemaninya semalam. Pria itu kini duduk di atas ranjang dengan segelas wine di tangannya. Tatapannya begitu dingin, kilat kemarahan terpancar jelas dari matanya dan itu cukup membuat seseorang yang baru saja masuk merasa ngeri. “Tu-tuan!” Emilio terngaga menatap kondisi kamar yang begitu berantakan, belum lagi sang tuan yang hanya berbalut kimono dengan jejak merah di leher serta dadanya yang terbuka. “Dari mana saja kamu? Aku memanggilmu sejak lima jam lalu,” tanya sang tuan pada pengawalnya. Emilio mengusap belakang kepala, gugup. “Maaf, Tuan. Semalam aku mabuk berat dan baru sadar sejam lalu, jadi tidak melihat pesanmu.” Sang tuan—Duke Alexander Aslan Kim, menatapnya tajam. “Kamu bawa yang kuminta?” “Aku membawanya, tapi .…” Emilio mengeluarkan ponselnya, menunjukkan sebuah rekaman CCTV yang sempat ia ambil sebelumnya. “Jadi tidak menemukan apapun? Apa saja yang kamu kerjakan, hah?! Aku membayarmu mahal bukan untuk bermalas-malasan!” seru Duke tajam setelah pengawalnya memberikan laporan yang tidak memuaskan. “Wanita itu terlalu pandai, Tuan. Dia menghindari semua kamera. Bahkan waktu mabuk dan kau bawa dia ke sini, wajahnya tidak tertangkap.” Duke mendengus. Mencari satu gadis seperti mencari jarum di jerami. “Sebenarnya apa yang terjadi semalam?” tanya Emilio. Rahang Duke mengeras. Ia teringat kejadian semalam dimana seorang wanita dengan berani menggodanya, dan pagi ini wanita ini juga menghinanya dengan menganggapnya sebagai pria bayaran. Hingga tanpa sengaja, Emilio melihat bercak merah pada sprei di samping tuannya. Ahh, sepertinya dia mulai mengerti. “Jadi Tuan, apa sebenarnya kau baru saja dicampakkan?” celetuk Emilio tiba-tiba. Duke sontak melempar tatapan horor ke arah pengawalnya itu. Apakah dia bodoh sampai menanyakan hal seperti itu? Menyadari tatapan sang tuan yang begitu mengerikan, seakan ingin menelannya hidup-hidup, Emilio merutuki mulutnya yang terlalu banyak bicara. “A-aku akan mengeceknya cctv lain yang ada di jalan. Siapa tahu menemukan sesuatu.” “Jangan kembali sampai kau menemukan petunjuk. Atau jika tidak, tahu ‘kan akibatnya?” Emilio meneguk salivanya susah payah. Akan sangat mengerikan jika bosnya itu sudah berkata demikian. Dampaknya sangat buruk untuk gajinya. “Baik, Tuan.” Emilio langsung bergegas pergi melaksanakan perintahnya, sebelum pria itu benar-benar dalam masalah. Sementara Duke, ia melirik koin bergambar angklung yang Elowyn tinggalkan tadi sebagai bayaran sekaligus benda yang dianggap penghinaan olehnya. “Aku tidak akan melepaskanmu gadis kecil.”Dalam perjalanan setelah pernikahan, Duke terus menatap gadis yang duduk di sampingnya dari atas hingga ke bawah. Duke heran, kenapa gadis seusianya memiliki tubuh semungil itu? Ia jadi khawatir nantinya orang-orang akan mengira dirinya menikahi anak kecil.Elowyn yang sadar akan tatapan Duke jadi merasa agak risih. Dia bahkan sengaja memalingkan wajah untuk menghindari kontak mata dengan Duke. Namun, akhirnya ia kalah juga. “Kenapa Tuan melihat saya seperti itu?” Suara Elowyn menyadarkan lamunan Duke. Saat Elowyn balas menatapnya dengan pandangan menuntut, Duke justru menampilkan ekspresi dingin. “Memang kenapa? Saya melihat istri sendiri, ada masalah?” tanyanya datar. “Masalah. Karena saya jadi risih,” jawab Elowyn sekenanya.“Benarkah?” Duke mengangkat sebelah alisnya. “Kalau begitu saya akan sering menatapmu agar kau terbiasa.” Elowyn melirik ke arah Emilio yang menyetir di depan. Pria itu dengan kikuk berdehem kecil saat menyadari tatapan Elowyn. “Abaikan saja aku. Anggap saj
Menurut rumor, Duke Alexander Aslan Kim itu tidak tertarik dengan wanita karena telah menolak banyak perempuan yang dijodohkan dengannya. Sifatnya yang angkuh dan dingin selalu membuat banyak orang segan mendekatinya duluan. Tapi tidak menutup fakta jika itulah pesona dirinya.. “Saya berikan waktu 5 menit untuk berpikir. Silakan pikirkan baik-baik tawaran saya, Nona. Menikah dengan saya atau bayar denda.” Bulu kuduk Elowyn langsung merinding mendengar ucapan pria di hadapannya ini. Ia tak menyangka jika calon bosnya akan segila ini. Menikah bukan hal yang bisa dijadikan permainan. Lagipula, mereka baru bertemu dua kali. Ini benar-benar diluar dugaan. Bagaimana mungkin pria itu dengan mudah menyuruhnya menjadi istrinya? Ini terdengar sangat konyol meski sebelumnya mereka telah melewati malam panas bersama. Bukankah ia sudah berjanji akan melunasi sisa bayarannya jika sudah punya uang? “3 menit 10 detik.” “Tu-tunggu dulu!” ucap Elowyn terbata. “Kenapa saya harus menikah denganm
“Hah! Beruntung semua berkas ini bisa cepat di urus. Ingat Elowyn, saat diwawancarai nanti kau harus menunjukan wajah yang garang!” Elowyn seketika meletakan sendoknya saat hendak memasukannya ke dalam mulut. Ia menghela napas panjang. “Kau mau aku ditolak sebelum wawancara? Lagian bukan salahku kalau wajahku imut begini,” ucapnya kemudian meraih tas dan berkas-berkas yang telah Elie siapakah. “Masalahnya pekerjaan yang kau dapatkan ini sangat jauh dari bidang yang kau ambil saat kuliah. Dan lagi, kau sama sekali tidak punya pengalaman di bidang ini.” Elowyn merotasi bola matanya malas, tidak mau lagi mendengar omelan dari sahabatnya. Sejak dua hari yang lalu setelah Elowyn mendapatkan panggilan untuk wawancara, Elie selalu memperingatinya banyak hal layaknya anak kecil. “Jangan khawatir, El. Aku tidak akan menyia-nyiakan usahamu yang membantuku sejauh ini. Akan kutraktir jika diterima, okay pesek!” Setelah puas membuat Elie kesal dengan kata-kata terakhirnya, Elowyn men
Elowyn melangkah keluar dari kediaman keluarga Adison. Tatapannya perlahan tertuju pada jalanan yang sunyi dan kosong di depannya, sesaat ia merenungkan 20 tahun hidupnya yang dihabiskan bersama keluarga Adison. Tidak ada sesuatu yang istimewa ataupun kenangan indah bersama mereka. Dia menyadari betapa menyedihkannya hidupnya selama ini. Lebih sedih lagi, yang dia dapatkan selama ini hanyalah sikap apatis dan tuntutan yang tiada henti dari keluarga yang ia harapkan kasih sayangnya. Kini ia telah melepaskan segalanya. Fasilitas mewah, tunangannya, dan keluarganya. Meski rasa sakit karena pengkhianatan dan amarah masih tertinggal ruang hatinya.“Aku harus kemana sekarang?” gumamnya tanpa sadar telah berjalan jauh dari dari rumah.Tiba-tiba Elowyn tersenyum saat menoleh ke samping kirinya. Ada sebuah pantai dengan pemandangan senja yang indah. “Aku bahkan tidak sadar kalau sudah sampai di pantai.”Elowyn melangkah ke arah tepi laut lalu menapaki sebuah batu besar dan berdiri di atasnya.
“Dari mana saja kamu?” Suara dingin Adrian—sang Ayah, membuat Elowyn membeku. “Apa saja yang kamu lakukan semalaman di luar?” tanyanya dengan tatapan tajam. “Tanyakan saja ke anak kesayangan Ayah itu. Dia lebih tahu apa yang terjadi padaku,” jawab Elowyn dingin. Ia mengepalkan tangannya kuat saat melihat ke arah Liona yang tengah menunduk tapi diam-diam tersenyum sinis. “Oh, jadi yang dikatakan Liona itu benar?” Berlya, sang Ibu yang duduk di sofa pojok menyahut. Ia melempar tumpukan foto ke atas meja. “Jelaskan semua ini!” Elowyn tersenyum miris. Tepat seperti yang ia duga sebelumnya. “Ya, seperti yang kalian lihat.” “Menjijikkan! Bikin malu keluarga!” murka Adrian. Sementara itu, Zeros mantan tunangannya yang sejak tadi berada disamping Liona, tiba-tiba ikut bicara. “Aku tidak menyangka ternyata kamu serendah itu, Elow.” “Hah! Lihat siapa yang bicara? Kau berkata seperti itu tanpa berkaca lebih dulu, Tuan Zeros?” celetuk Elowyn, tatapannya beralih pada Liona. “Dan kau … h
“Ada apa dengan tubuhku? Ughh panas sekali ….” Seorang gadis cantik terlihat sedang duduk sendiri di sudut bar. Tubuhnya bersandar dan sedikit menggeliat pada kursi tinggi yang tengah didudukinya. Elowyn ingat, siang tadi dia baru saja mengetahui fakta bahwa dirinya bukan bagian asli dari keluarganya. Dia juga ingat bagaimana tadi memergoki tunangannya yang sedang bercumbu dengan saudarinya sendiri—Liona. Tapi dia tidak ingat bagaimana bisa sampai di tempat terkutuk ini dan menghabiskan satu gelas vodka yang membuat tubuhnya terasa panas. “Kenapa semuanya jadi berputar-putar? Apa dunia sedang gempa?” Ia terkekeh sambil memegangi kepalanya yang begitu pusing. Elowyn melihat sekelilingnya untuk mencari seseorang yang cocok untuk diajak menghabiskan malam bersama. Hingga atensinya menemukan seorang pria tampan yang duduk sendirian di sofa single pojok ruangan. Pria itu rupanya juga tengah menatap ke arahnya. “Tuan … maukah kau bermalam denganku?” Pria dengan tatapan setajam elang i







