"Selamat pagi, Pak Gibran," sapa Gea ketika memasuki ruang kerja Gibran Maharsa Adinata, CEO Adinata Group.
Saat sedang di kantor, Gea bukanlah keponakan kesayangan Gibran, melainkan anak buahnya. Oleh karena itu Gea selalu memanggilnya dengan sebutan 'Bapak'.
"Selamat Pagi, Ge," balas Gibran seraya berjalan ke arah Gea. "Kalau pintu ruang kerja Om sudah ditutup, artinya Om boleh dong peluk keponakan cantik Om." Gibranpun memeluk Gea, keponakan kesayangannya yang kini sudah beranjak dewasa.
Gea Liberty Kiswoyo, Direktur Pengembangan Bisnis Adinata Group. Anak pertama pasangan Nathan Kiswoyo dan Livy Diandra Adinata. Sosok perempuan muda yang cerdas dengan paras yang cantik.
Visual Gea benar-benar sempurna di mata pria maupun wanita. Countur wajah yang feminim dengan bibir ranum yang berisi, serta ukuruan buah dada yang ... ehem, lumayan menggemaskan. Dipadukan dengan pinggang ramping dan kaki jenjangnya, membuat visual Gea begitu indah dipandang. Apalagi ditambah dengan kecerdasan yang dia miliki, menambah poin tersendiri pada visual perempuan muda ini.
“Congrats, Ge. Om Bangga dengan pencapaian Adinata Cosmetics." Sebelum Gea menemuinya pagi ini, Gibran menyempatkan waktu untuk membaca laporan pencapaian kinerja salah satu anak perusahan Adinata Group tersebut.
Adinata Cosmetics adalah anak perusahaan termuda Adinata Group. Perusahaan ini lahir dari otak cerdas Gea dan Audrey, istri Gibran. Mereka berdua berhasil membuat gebrakan baru di perjalanan bisnis Adinata Group.
Sebelumnya, tidak pernah sedetik debupun Gibran selaku CEO Adinata Group berpikir untuk merambah dunia kecantikan. Gea dan Audrey berhasil meyakinkannya untuk memulai langkah Adinata Group di dunia yang digemari kaum hawa tersebut.
Diluar dugaan, produk pertama mereka, Adinata Matte Liquid Lipstick dan produk kedua mereka, Adinata Eye Shadow Palette, berhasil meraup keuntungan dua kali lipat dari yang mereka prediksikan.
Yang lebih mencengankan lagi, produk ketiga dan keempat mereka yaitu Adinata Velvet Liquid Lipstick dan Adinata Waterproof Mascara, meraup keuntungan tiga kali lipat dari yang diprediksikan.
"Kalau trendnya naik terus begini sih, lima tahun kedepan Adinata Cosmetics tidak akan jauh berbeda dengan Adinata Properties maupun Adinata Tech dalam hal penghasilan," kelakar Gibran. "Kalian memang dua perempuan luar biasa Om."
"Om juga pria luar biasa Kami berdua, hehehe."
Gibran dan Audrey memang menjadi alasan terbesar Gea lebih memilih bergabung dengan Adinata Group daripada Kiswoyo Group, perusahan keluarga sang Papa.
Gea memang cukup dekat dengan Gibran dan Audrey, baik untuk urusan pribadi ataupun pekerjaan. Tak jarang Audrey memberikan ide-ide brilliant untuk langkah strategis Adinata Group pada Gea. Bahkan bisa dibilang, wanita blasteran Amerika Indonesia itu menjadi salah satu teman diskusi Gea dalam menjalankan tugasnya sebagai Direktur Pengembangan Bisnis Adinata Group.
Sedangkan Gibran, dia adalah mentor terbaik Gea dalam menjalankan karier berbisnisnya, selain sang papa tentunya.
"Besok jangan lupa temui Abizar," titah Gibran pada Gea.
"Abizar? Abizar Belver Permadi? Putra Om Edgar Permadi? Direktur Utama PT Jaya Nuansa Permadi, salah satu anak perusahaan Permadi Group?"
"Yes he is."
Astaga! Kenapa aku harus menemui human satu itu? Takdir tolong ya, jangan terlalu sering membuatku bertemu human dengan dendam salah alamat macam Abizar!
"Om sudah memutuskan untuk menggunakan jasa PT Jaya Nuansa Permadi sebagai kontraktor dalam proyek terbaru Kita di Bali," ujar Gibran yang tampak tidak ingin dibantah.
What? Baru saja aku berdoa agar tidak sering bertemu dengan human satu itu, eh ... langsung dijawab 'Tidak' oleh alam semesta. Huft!
Rencananya Adinata Group melalui Adinata Properties akan membangun sebuah hotel di Bali. Gibran merasa perusahaan keluarga Abizar merupakan pilihan yang tepat untuk menjadi partner dalam merealisasikan mega proyek Adinata Properties tersebut. Apalagi dua perusahaan besar itu sudah sering menjalin kerja sama, dan hasilnya selalu memuaskan.
"Biasanya Om Edgar langsung yang memegang proyek Kita. Kenapa untuk proyek ini dipegang Bang Abizar?" ketus Gea. Ya ... seperti inilah Gea setiap akan bersinggungan dengan Abizar. Ketus dan enggan!
"Abizar sudah diberikan kuasa penuh oleh Bang Edgar untuk menjalankan beberapa anak perusahaan Permadi Group, terutama PT Jaya Nuansa Permadi," jawab Gibran dengan super santainya.
Setdah, kenapa harus human satu itu sih!
"Besok dia akan datang bersama timnya. Dia akan mengajak para arsitek dan tim lapangan. Om sudah katakan pada Abizar, Adinata group akan diwakili Direktur Adinata Properties, Direktur Pengembangan Bisnis Adinata Group, Direktur Operasional Adinata Group, dan Direktur Keuangan Adinata Group."
Seketika terdengar dengusan kasar dari mulut Gea. Rasanya mood Gea langsung terjun bebas ketika mengetahui besok dirinya harus bertemu Abizar.
"Jangan terlalu membenci seseorang, Ge! Nanti jadi cinta loh," goda Gibran seraya tersenyum geli melihat tingkah keponakannya itu.
"Dih, yang membenci itu 'kan Bang Abizar. Kalau Aku sih biasa saja."
"Kalau memang biasa saja, kenapa Kamu sewot waktu tau besok harus bertemu Abizar?"
Ya gimana gak sewot? Setiap bertemu denganku, pasti human satu itu wajahnya seketika tertekuk seperti linen yang belum disetrika bertahun-tahun. Belum lagi kalimat pedas dari mulutnya. Mulut human satu itu level pedasnya setara mie iblis level paling iblis!
Bukannya Gibran tidak tau tentang konflik antara Gea dan Abizar, tapi Gibran rasa sudah waktunya Gea dan Abizar mengurai untaian benang kusut di antara mereka berdua.
Gibran ingin keponakannya itu tidak lagi disalahkan oleh Abizar mengenai ketidakberuntungan takdir hidup Reksa, adik kandung Abizar. Hal yang menjadi dasar kesalahpahaman Abizar terhadap Gea selama bertahun-tahun.
Sejujurnya Gibran menyukai sosok Abizar. Pria 30 tahun itu tidak hanya berparas tampan, dia juga cerdas dalam berbisinis, sikapnya juga baik, kecuali ke Gea tentunya. Dendam salah alamat membuat Abizar selalu bersikap dingin pada gadis yang bulan depan akan merayakan ulang tahun ke 25 itu.
"Om kenapa sih harus memberikan proyek ini pada perusahannya? Aku rasa banyak perusahaan kontraktor lain yang tidak kalah kompeten untuk membangun hotel kita ini. Sesekali Kita harus mencoba bekerja sama dengan perusahaan yang lain. Supaya makin luas relasi Adinata Group," ujar Gea berapi-api. Tidak kalah dengan emak-emak yang sedang orasi di demo kenaikan harga BBM.
"Untuk proyek sebesar ini sangat beresiko jika Kita menggunakan rekanan baru." Gibran kekeh tidak ingin ada bantahan apapun mengenai pemilihan perusahaan rekanan pada mega proyek Adinata Properties itu.
"Tapi kenapa harus perusahaan Om Edgar? Mana Bang Abizar pula yang pegang proyek ini, HUFT!" gerutu Gea sambil memanyunkan bibir ranumnya.
"Menurut Om, Abizar dan timnya memang yang paling mempuni diantara kandidat lain yang diajukan Adinata Properties untuk proyek besar ini."
Paling mempuni?
Em ... sejujurnya mungkin iya. Sudah banyak proyek besar sukses di tangan Abizar. Tapi masalahnya, dendam salah alamatnya itu yang membuatku tidak nyaman jika harus bekerja sama dengannya!
Lagian heran deh sama human satu itu, kenapa sih dendam salah alamatnya belum kelar-kelar juga? Padahal aku sudah menjelaskan semua kesalahpahaman itu berulang kali dengan amat sangat jelas. Tante Thabita dan Om Edgar juga sudah membantuku memberi pengertian pada Abizar, tapi tetap saja human satu itu teguh dengan kesalahpahamannya.
Sedangkan Reksa ... Ya ampun, apa kabar dia ya? Sudah 7 tahun aku tidak pernah bertemu dengan sahabatku itu.
Em, kira-kira ... apa Reksa juga terkena sindrom dendam salah alamat padaku? Huft!
- Flashback ON -Tiara tampak panik ketika membaca pesan yang baru saja masuk di layar ponselnya. "Ge, si Reksa tertabrak mobil.""Tertabrak Mobil? Dimana? Dan bagaimana kondisinya sekarang?" Sontak Gea tak kalah panik dari Tiara.Siang itu Gea dan Tiara sedang menikmati lemon cake di salah satu cabang Alina Gump, kedai cake dan kopi milik Tante kesayangannya, Audrey. Mereka sedang menunggu kedatangan Reksa. Namun betapa kagetnya ketika Tiara mendapat kabar bahwa salah satu sahabatnya itu tertabrak mobil ketika hendak menyebrang."Di depan lapangan basket dekat komplek sekolah. Abang gue kebetulan baru kelar main basket di situ, jadi dia menyaksikan langsung kejadian itu. Sekarang Reksa sedang dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Permai Utama."Rumah Sakit Permai Utama? Bukannya itu Rumah Sakit milik Tante Shabina, sahabat Tante Audrey? Baguslah, berarti tidak jauh dari sini. Jadi aku dan Tiara bisa segera menyusul Reksa."Menurut kabar dari abang gue, Reksa masih dalam kondisi tidak s
Setelah menunggu 10 menit, akhirnya burritos kesukaan Gea dan Tiara sudah tersaji di meja. Kedua gadis cantik itupun segera menikmati sajian makan siang mereka. Sesekali Tiara menceritakan beberapa hal. Mulai dari pekerjaannya, sampai beberapa fashion item terbaru dari brand favorite mereka, namun ... sepertinya Gea kurang antusias mendengar ceritanya. "Ge ... " "Hem ... " "Hari ini Lo gak asik deh!" protes Tiara sambil memajukan bibirnya 5cm. "Lo diam mulu daritadi. Kesel banget gue jadinya!" Gea yang mengajak makan siang bersama, eh malah Gea sendiri yang tampak tidak berminat. Dasar jiwa-jiwa jomblo labil! "Sorry, Ti," Geapun merasa bersalah pada sahabat gesreknya itu. "Gue masih kepikiran besok. Bayangin deh, gue harus ketemu Bang Abizar, di meeting resmi pula. Gimana ya jadinya nasib gue besok?" Bete sekali kalau mengingat jadwal pertemuan besok. Apalagi membayangkan human satu itu akan gentayangan di kehidupanku dalam beberapa bulan kedepan karena proyek yang harus kami s
Sebuah range rov*r hitam berhenti di lobby utama kantor pusat Adinata Group. Tampak seorang wanita cantik dengan kemeja satin berwarna hitam yang dipadukan dengan celana berwarna senada keluar dari mobil itu. Dia melenggang ke arah lift khusus para petinggi Adinata Group. "Selamat Pagi, Nona Gea," terdengar suara dari arah belakang Gea. Suara yang sangat dia hafal, suara yang sudah didengarnya sejak masih bayi. Suara bariton Sang CEO Adinata Group. "Selamat Pagi, Pak Gibran," balas Gea seraya menyunggingkan senyumnya. "Hari ini cantik banget sih ibu direktur pengembangan bisnis Adinata Group," terdengar suara yang juga tidak kalah familiar dengan suara Gibran. Ya ... siapa lagi kalau bukan, Audrey Liliana White, istri tercinta Gibran. "Cantikku setiap hari kali, Te," ujar Gea seraya menyelipkan beberapa anak rambutnya di belakang telinganya. "Tiap hari memang cantik, tapi hari ini cantik banget, bukan sekedar cantik seperti hari-hari yang lain," gumam Audrey seraya memindai penamp
Setelah memastikan penampilannya sudah paripurna dan file untuk meeting siang ini sudah matang, Gea bergegas berjalan ke meja sang asisten, Fanny. "Let's go, Fan. Kalau sampai Kita terlambat, bisa dipastikan lahar panas akan meluncur dari mulut Bapak Abizar yang terhormat," ujar Gea yang melenggang dengan anggun menenteng The Lady Di*r Bag hitamnya. Fanny, hanya terkekeh mendengar ucapan bossnya itu. Sudah menjadi rahasia umum jika Abizar sangat galak, bahkan cenderung kejam pada Gea. Catat baik-baik ya! HANYA PADA GEA! Abizar memang tegas, namun biasanya dia masih sopan dalam menunjukkan ketidaksukaannya pada sesuatu ataupun seseorang, kecuali pada Gea. Sebenarnya Fanny penasaran dengan penyebab kekejaman Abizar pada boss cantiknya itu. Tapi dia tidak berani bertanya. Em ... terlalu pribadi sepertinya. "Kamu ikut mobilku saja, Fan. Lumayan kita bisa sambil bergosip." "Siap laksanakan Bu Boss, hehehe." Gea memang cukup dekat dengan asisten kesayangannya ini. Ketika sedang bekerj
Kedua tim menikmati makan siang terlebih dulu sebelum berdiskusi tentang mega proyek mereka di Bali. Sesekali Abizar tampak menatap ke arah Gea. Bukannya Gea tidak tau, tapi lebih tepatnya dia memilih tidak peduli.Di lain sisi, Abizar sedang berusaha melenyapkan semua pikiran kotor yang tiba-tiba muncul ketika melihat Gea datang dengan gincu merahnya.Sial! Bibir ranumnya damage sekali untukku. Lagian kenapa dia harus menggunakan lipstick merah merekah seperti itu sih? Belum lagi leher jenjangnya. Astaga! Aku bisa hilang kendali jika terus seperti ini.Abizar terus berusaha mengendalikan lonjakan hormon testosteronnya. Pria tampan itu mencoba tidak menatap bibir dan leher Gea. Namun entahlah, rasanya dua area itu menjadi magnet tersendiri bagi mata Abizar."Warna lipstickmu sexy sekali hari ini," bisik Lexie."Makasih, Tante. Ini ide Tante Audrey," balas Gea yang juga berbisik."Ide Bu Audrey sepertinya berhasil.""Berhasil? Maksud Tante?" tanya Gea kebingungan."Sedari tadi Pak Abiz
"Devisi pengembangan bisnis rasanya juga tidak perlu ikut ke Bali. Cukup devisi operasional dan Tim dari Adinata Properties," ujarku meniru cara Tante Lexie menolak secara halus untuk ikut serta pada survey lapangan ke Bali. Lagipula malas sekali harus ke Bali dua hari bersama Abizar. Cuih! Bisa-bisa aku jadi bulan-bulanan si pendendam salah alamat itu."Mungkin untuk devisi keuangan tidak masalah jika tidak ikut. Kita bisa mendiskusikan masalah keuangan setelah survey dari Bali. Namun untuk devisi pengembangan bisnis, Saya rasa lebih baik ikut, Bu Gea," ujar Wahyu, salah satu Tim Abizar yang lain.Gea sontak mengerutkan dahinya. Hal ini sepertinya bisa dibaca oleh anggota rapat yang lain."Mohon maaf jika kurang berkenan, Bu Gea. Namun Saya rasa devisi anda memang harus ikut untuk melihat lokasi di sekitar mega proyek kita ini. Saya dengar masih banyak lahan kosong di sekitar proyek Kita ini. Saya rasa bisa menjadi peluang bisnis yang lain untuk Adinata Group terutama Adinata Propert
Seminggu berlalu dari meeting antara Adinata Group dengan PT Jaya Nuansa Permadi. Gea baru saja memasukkan pakaiannya ke koper untuk perjalanan bisnisnya ke Bali besok.Tak lama dia segera turun ke lantai satu rumah keluarga Adinata. Sudah ada papa dan mamanya yang sedang menunggunya untuk makan malam. Sedangkan Luna, sang adik, sedang makan malam bersama sahabat-sahabatnya di restoran barunya yang dia rintis bersama tante kesayangan mereka, Audrey."Besok berangkat ke Bali jam berapa, Kak?" tanya Livy pada anak sulungnya itu."Pesawat jam 9 pagi.""How long di Bali?" kini giliran Nathan yang bertanya."Dua hari," jawab Gea tidak antusias.Ya ... ini adalah perjalanan bisnis yang paling tidak dia harapkan selama dia berkarir di Adinata Group. Apalagi kalau bukan karena Abizar si pendendam salah alamat yang juga ikut dalam perjalanan bisnis kali ini.Tak banyak percakapan antara Gea dan kedua orang tuanya malam ini. Selesai makan malam, Gea segera beranjak ke teras rumah mewah itu.Gea
Tidak ada angin, tidak ada hujan, tidak ada badai, dan tidak ada tsunami, tiba-tiba Abizar sudah berada di ruang tamu rumah keluarga Gea pagi-pagi buta. Sejujurnya tidak hanya Gea, bahkan Nathan dan Livy juga terkejud. Apalagi ketika mengetahui kedatangan Abizar kali ini untuk menjemput Gea. Ternyata anak dari salah satu sahabat mereka itu hendak mengajak Gea berangkat bersama ke bandara pagi ini."Tante sudah membuatkan kopi kesukaanmu. Ayo diminum dulu!" ujar Livy seraya menyajikan kopi buatannya."Terima kasih, Tante Livy," balas Abizar yang kemudian menikmati kopi buatan mama mantan cemcemannya itu.7 tahun lalu Abizar cukup sering datang ke rumah ini. Dan kopi racikan Livy merupakan salah satu minuman favoritnya. Biasalah, resep contekan dari Audrey si pengusaha cafe, hehehe.Sambil menunggu Gea selesai bersiap, Abizar berbincang santai dengan Nathan dan Livy. Rasanya seperti baru kemarin setiap akhir pekan dia ke rumah ini untuk melepas rindu dengan Gea sambil menikmati secangki