Share

Dendam Salah Alamat
Dendam Salah Alamat
Author: Alvin Subeki

Dendam Salah Alamat

"Selamat pagi, Pak Gibran," sapa Gea ketika memasuki ruang kerja Gibran Maharsa Adinata, CEO Adinata Group.

Saat sedang di kantor, Gea bukanlah keponakan kesayangan Gibran, melainkan anak buahnya. Oleh karena itu Gea selalu memanggilnya dengan sebutan 'Bapak'.

"Selamat Pagi, Ge," balas Gibran seraya berjalan ke arah Gea. "Kalau pintu ruang kerja Om sudah ditutup, artinya Om boleh dong peluk keponakan cantik Om." Gibranpun memeluk Gea, keponakan kesayangannya yang kini sudah beranjak dewasa.

Gea Liberty Kiswoyo, Direktur Pengembangan Bisnis Adinata Group. Anak pertama pasangan Nathan Kiswoyo dan Livy Diandra Adinata. Sosok perempuan muda yang cerdas dengan paras yang cantik.

Visual Gea benar-benar sempurna di mata pria maupun wanita. Countur wajah yang feminim dengan bibir ranum yang berisi, serta ukuruan buah dada yang ... ehem, lumayan menggemaskan. Dipadukan dengan pinggang ramping dan kaki jenjangnya, membuat visual Gea begitu indah dipandang. Apalagi ditambah dengan kecerdasan yang dia miliki, menambah poin tersendiri pada visual perempuan muda ini.

“Congrats, Ge. Om Bangga dengan pencapaian Adinata Cosmetics." Sebelum Gea menemuinya pagi ini, Gibran menyempatkan waktu untuk membaca laporan pencapaian kinerja salah satu anak perusahan Adinata Group tersebut.

Adinata Cosmetics adalah anak perusahaan termuda Adinata Group. Perusahaan ini lahir dari otak cerdas Gea dan Audrey, istri Gibran. Mereka berdua berhasil membuat gebrakan baru di perjalanan bisnis Adinata Group.

Sebelumnya, tidak pernah sedetik debupun Gibran selaku CEO Adinata Group berpikir untuk merambah dunia kecantikan. Gea dan Audrey berhasil meyakinkannya untuk memulai langkah Adinata Group di dunia yang digemari kaum hawa tersebut.

Diluar dugaan, produk pertama mereka, Adinata Matte Liquid Lipstick dan produk kedua mereka, Adinata Eye Shadow Palette, berhasil meraup keuntungan dua kali lipat dari yang mereka prediksikan.

Yang lebih mencengankan lagi, produk ketiga dan keempat mereka yaitu Adinata Velvet Liquid Lipstick dan Adinata Waterproof Mascara, meraup keuntungan tiga kali lipat dari yang diprediksikan.

"Kalau trendnya naik terus begini sih, lima tahun kedepan Adinata Cosmetics tidak akan jauh berbeda dengan Adinata Properties maupun Adinata Tech dalam hal penghasilan," kelakar Gibran. "Kalian memang dua perempuan luar biasa Om."

"Om juga pria luar biasa Kami berdua, hehehe."

Gibran dan Audrey memang menjadi alasan terbesar Gea lebih memilih bergabung dengan Adinata Group daripada Kiswoyo Group, perusahan keluarga sang Papa.

Gea memang cukup dekat dengan Gibran dan Audrey, baik untuk urusan pribadi ataupun pekerjaan. Tak jarang Audrey memberikan ide-ide brilliant untuk langkah strategis Adinata Group pada Gea. Bahkan bisa dibilang, wanita blasteran Amerika Indonesia itu menjadi salah satu teman diskusi Gea dalam menjalankan tugasnya sebagai Direktur Pengembangan Bisnis Adinata Group.

Sedangkan Gibran, dia adalah mentor terbaik Gea dalam menjalankan karier berbisnisnya, selain sang papa tentunya.

"Besok jangan lupa temui Abizar," titah Gibran pada Gea.

"Abizar? Abizar Belver Permadi? Putra Om Edgar Permadi? Direktur Utama PT Jaya Nuansa Permadi, salah satu anak perusahaan Permadi Group?"

"Yes he is."

Astaga! Kenapa aku harus menemui human satu itu? Takdir tolong ya, jangan terlalu sering membuatku bertemu human dengan dendam salah alamat macam Abizar!

"Om sudah memutuskan untuk menggunakan jasa PT Jaya Nuansa Permadi sebagai kontraktor dalam proyek terbaru Kita di Bali," ujar Gibran yang tampak tidak ingin dibantah.

What? Baru saja aku berdoa agar tidak sering bertemu dengan human satu itu, eh ... langsung dijawab 'Tidak' oleh alam semesta. Huft!

Rencananya Adinata Group melalui Adinata Properties akan membangun sebuah hotel di Bali. Gibran merasa perusahaan keluarga Abizar merupakan pilihan yang tepat untuk menjadi partner dalam merealisasikan mega proyek Adinata Properties tersebut. Apalagi dua perusahaan besar itu sudah sering menjalin kerja sama, dan hasilnya selalu memuaskan.

"Biasanya Om Edgar langsung yang memegang proyek Kita. Kenapa untuk proyek ini dipegang Bang Abizar?" ketus Gea. Ya ... seperti inilah Gea setiap akan bersinggungan dengan Abizar. Ketus dan enggan!

"Abizar sudah diberikan kuasa penuh oleh Bang Edgar untuk menjalankan beberapa anak perusahaan Permadi Group, terutama PT Jaya Nuansa Permadi," jawab Gibran dengan super santainya.

Setdah, kenapa harus human satu itu sih!

"Besok dia akan datang bersama timnya. Dia akan mengajak para arsitek dan tim lapangan. Om sudah katakan pada Abizar, Adinata group akan diwakili Direktur Adinata Properties, Direktur Pengembangan Bisnis Adinata Group, Direktur Operasional Adinata Group, dan Direktur Keuangan Adinata Group."

Seketika terdengar dengusan kasar dari mulut Gea. Rasanya mood Gea langsung terjun bebas ketika mengetahui besok dirinya harus bertemu Abizar.

"Jangan terlalu membenci seseorang, Ge! Nanti jadi cinta loh," goda Gibran seraya tersenyum geli melihat tingkah keponakannya itu.

"Dih, yang membenci itu 'kan Bang Abizar. Kalau Aku sih biasa saja."

"Kalau memang biasa saja, kenapa Kamu sewot waktu tau besok harus bertemu Abizar?"

Ya gimana gak sewot? Setiap bertemu denganku, pasti human satu itu wajahnya seketika tertekuk seperti linen yang belum disetrika bertahun-tahun. Belum lagi kalimat pedas dari mulutnya. Mulut human satu itu level pedasnya setara mie iblis level paling iblis!

Bukannya Gibran tidak tau tentang konflik antara Gea dan Abizar, tapi Gibran rasa sudah waktunya Gea dan Abizar mengurai untaian benang kusut di antara mereka berdua.

Gibran ingin keponakannya itu tidak lagi disalahkan oleh Abizar mengenai ketidakberuntungan takdir hidup Reksa, adik kandung Abizar. Hal yang menjadi dasar kesalahpahaman Abizar terhadap Gea selama bertahun-tahun.

Sejujurnya Gibran menyukai sosok Abizar. Pria 30 tahun itu tidak hanya berparas tampan, dia juga cerdas dalam berbisinis, sikapnya juga baik, kecuali ke Gea tentunya. Dendam salah alamat membuat Abizar selalu bersikap dingin pada gadis yang bulan depan akan merayakan ulang tahun ke  25 itu.

"Om kenapa sih harus memberikan proyek ini pada perusahannya? Aku rasa banyak perusahaan kontraktor lain yang tidak kalah kompeten untuk membangun hotel kita ini. Sesekali Kita harus mencoba bekerja sama dengan perusahaan yang lain. Supaya makin luas relasi Adinata Group," ujar Gea berapi-api. Tidak kalah dengan emak-emak yang sedang orasi di demo kenaikan harga BBM.

"Untuk proyek sebesar ini sangat beresiko jika Kita menggunakan rekanan baru." Gibran kekeh tidak ingin ada bantahan apapun mengenai pemilihan perusahaan rekanan pada mega proyek Adinata Properties itu.

"Tapi kenapa harus perusahaan Om Edgar? Mana Bang Abizar pula yang pegang proyek ini, HUFT!" gerutu Gea sambil memanyunkan bibir ranumnya.

"Menurut Om, Abizar dan timnya memang yang paling mempuni diantara kandidat lain yang diajukan Adinata Properties untuk proyek besar ini."

Paling mempuni?

Em ... sejujurnya mungkin iya. Sudah banyak proyek besar sukses di tangan Abizar. Tapi masalahnya, dendam salah alamatnya itu yang membuatku tidak nyaman jika harus bekerja sama dengannya!

Lagian heran deh sama human satu itu, kenapa sih dendam salah alamatnya belum kelar-kelar juga? Padahal aku sudah menjelaskan semua kesalahpahaman itu berulang kali dengan amat sangat jelas. Tante Thabita dan Om Edgar juga sudah membantuku memberi pengertian pada Abizar, tapi tetap saja human satu itu teguh dengan kesalahpahamannya.

Sedangkan Reksa ... Ya ampun, apa kabar dia ya? Sudah 7 tahun aku tidak pernah bertemu dengan sahabatku itu.

Em, kira-kira ... apa Reksa juga terkena sindrom dendam salah alamat padaku? Huft!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status