Share

CHAPTER 2

Sesuai kesepakatan kemarin, hari ini Matthew menemui Si Tua dan putrinya di restoran yang terletak di New York Central Hotel. Tempat megah di New York bagi para pebisnis kelas atas. Di sanalah para pengusaha sering mengadakan pertemuan besar.

“Mr. Clooney. Selamat datang,” sapa Denzel Johanson. Pemilik bisnis properti terkenal di New York yang keberadaannya cukup dihormati. Laki-laki inilah yang dipanggil Si Tua oleh Matthew. Denzel merupakan salah satu orang berpengaruh yang keberadaan bisnisnya menjamur sampai ke Asia. Ekspansi pasarnya sudah menjadi buah bibir para pebisnis New York yang dengan kata lain Denzel adalah orang yang memiliki kuasa untuk melakukan apapun.

“Mr. Denzel. Terima kasih.” Matthew menjabat uluran tangan Denzel dengan bibir yang tertarik ke atas.

Mereka pun saling menyapa sebelum memutuskan untuk duduk. “Ah ya, perkenalkan ini putriku, Sacie Johanson.”

Matthew menatap wanita yang mengenakan dress berwarna cream. Penampilan yang cukup sederhana namun memiliki pembawaan kuat. Sejenak wanita itu menangguk sopan sebagai sapaan. “Bagaimana? Dia cantik bukan?” tanya Denzel terang-terangan.

“Layaknya sang putri, Sir.”

Denzel tertawa. “Jangan memanggilku, Sir. Sebentar lagi kita akan menjadi orangtua dan anak.”

Matthew hanya tersenyum tipis mendengar kalimat itu. “Lebih baik kita bicarakan dulu mengenai kerja sama itu.”

Denzel mengangguk. “Baiklah. Lagi pula kau pasti khawatir dengan perusahaanmu.”

“Sepertinya Anda tahu banyak.”

Denzel tidak menjawab, hanya lirikan matanya yang membuat Matthew berasumsi.

Ada begitu banyak media yang diam-diam selalu update semua hal.

Matthew dan Denzel terlibat dalam pertarungan sengit. Ada banyak poin yang dikeluhkan Matthew karena bertentangan dengan perusahaannya. Denzel pun tidak mau rugi, dia menuntut banyak profit untuk bisnisnya dan hal itu membuat Matthew hampir marah. Beruntung, emosinya masih terkendali.

Beberapa jam berlalu akhirnya kesepakatan besar pun diterima. Matthew dan Denzel saling berjabat tangan lalu menandatangani berkas. Setelah itu, Denzel beralasan pergi karena ingin memberikan ruang kepada putri dan calon menantunya.

Untuk memecah kecanggungan, akhirnya Matthew yang berinisiatif memulai percakapan. “Kau Sacie Johanson?” tanyanya dengan nada dingin dan tenang.

Wanita itu tersenyum lalu mengangguk. “Kau bisa memanggilku Sacie.”

“Baiklah. Kau sudah tahu aku bukan?”

“Matthew Clooney?”

“Panggil saja aku Matt.”

“Sesuai keinginan Anda.”

Percakapan kaku itu tidak berlangsung lama. Karena muak berpura-pura dan memendam keingintahuannya mengapa wanita itu mau menikah dengannya, akhirnya Matthew mengeluarkan satu pertanyaan.

“Baiklah, Tuan Putri. Kenapa kau mau menerima tawaran perjodohan ini?”

Seiring perkenalan Matthew dan Sacie yang terus berlangsung. Mereka juga dibuat sibuk dengan jadwal pernikahan yang sebentar lagi tiba. Tampaknya Denzel Johanson memaksa mereka mempercepat pernikahan. Pesta besar yang akan dihadiri oleh banyak pebinis berpengaruh itu akan menjadi headline utama bagi media manapun termasuk NYC Entertaiment yang menjadi perusahaan media terbesar di New York dan dimiliki oleh Steven Leonardo.

Sampai akhirnya, hari-hari yang dinantikan keluarga Johanson dan Clooney pun tiba. Gedung megah yang menjadi saksi bisu pernikahan dua konglomerat New York tampak gemerlap. Para pebisnis berpengaruh dari New York bahkan kota lain berdatangan dengan suka cita. Mereka memberi ucapan selamat untuk pengantin sekaligus dua keluarga.

Bukan hanya para pebisnis, media lokal maupun nasional turut memeriahkan acara. Haeadline semua berita berisi pernikahan pebisnis sukses dan konglomerat New York. Mengandalkan Steven Leonardo sebagai kepala seluruh media, acara pernikahan itu pun sukses membuat warga New York terbius dan iri. Mereka menginginkan kehidupan Tuan Putri Johanson dan juga Sang Pangeran Clooney.

Usai melangsungkan pernikahan, Matthew dan Sacie langsung menuju mansion mewah milik Matthew yang kini akan menjadi tempat tinggal mereka berdua. Berada sedikit jauh dari gedung utama pernikahan membuat mereka kelelahan.

“Sir, sudah sampai,” ucap Robert hati-hati karena takut membuat Matthew terganggu.

Matthew tersadar dan menoleh. Wajah yang tadi penuh senyuman berganti tanpa ekspresi apapun. “Kau bisa keluar sendiri kan?” tanya Matthew.

Sacie termenung sejenak, kemudian berkata, “ya tentu saja.”     

Matthew mengajak Sacie menuju kamar yang akan menjadi tempat malam pertama mereka. Ruangan luas yang lengkap dengan sofa itu tampak indah membuat Sacie terdiam. Wanita itu mengamati sekitar, terpesona dengan artistik ruangan dan beberapa benda penunjangnya.

Matthew melepas kemejanya dan meletakkan di sofa. Dalam sekali tarikan dia memeluk Sacie dari belakang sampai wanita itu membentur dada bidangnya. “Kenapa kau diam saja? Berniat menungguku, Sac?” tangan Matthew bergerak menelusuri lengan Sacie yang begitu lembut. Wangi tubuh wanita itu juga tercium menyengat. Matthew tersenyum tipis. Malam ini adalah malam yang tidak akan dilupakan oleh istrinya. 

“K-kau apa k-kau tidak mau mandi?” Sacie tergagap menandakan wanita itu cukup gugup berada dalam posisi seintens itu dengan Matthew.

“Kenapa aku harus mandi?” Matthew mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga Sacie. Dia tersenyum semakin lebar ketika melihat wanita itu mulai gelisah. “Jangan gugup, kau sudah resmi menjadi milikku sekarang.”

Matthew memutar tubuh Sacie. Dilihatnya paras cantik yang terpahat sempurna. Semua bagian sesuai porsi dan posisinya. “Kau cantik sekali.” Matthew mencium tangan Sacie dan memandangnya lama.

Jantung Sacie berdetak kencang. Kalau dia bisa berteriak mungkin dia akan melakukannya, tetapi apa daya. Tubuhnya seolah terkunci. Bahkan suaranya sama sekali tidak mau keluar. Sacie bingung dan gelisah dengan posisinya sekarang.

Matthew mendekatkan wajahnya. perlahan laki-laki itu melumat bibir merah muda milik Sacie. Ciuman pertama yang membuat tubuh Sacie bergetar. “Ikuti saja alurnya,” bisik Matthew yang kemudian mencium leher jenjang Sacie.

Malam itu Matthew membimbing Sacie. Dia akan membuat wanita itu merasa berada di puncak surga. Malam yang penuh fantasi akan terealisasi. Matthew menjadi pemilik seluruhnya atas tubuh indah milik Sacie Johanson.

Romantisme yang terjadi dalam sebuah hubungan. Matthew akan memberikannya malam ini. Dia ingin membuat Sacie bertekuk lutut dalam dekapannya. Wanita polos yang ternyata terlalu nikmat baginya. Matthew mengelus wajah Sacie pelan, keringat yang membanjiri wanita itu membuatnya tampak semakin seksi.

“Selamat datang Tuan Putri Johanson! Kau akan menerima neraka setelah surga,” bisik Matthew. Laki-laki itu lalu mencium pucuk kepala Sacie yang sudah tertidur lelap.

Matthew bangun dari ranjang. Tidak dia pedulikan pakaian yang berserakan di lantai. Dia bergegas mandi untuk membersihkan seluruh tubuhnya. Ketika berada dalam cermin toilet, Matthew tersenyum tipis. “Kau hanya akan menikmatinya sekarang Sacie Johanson.” Dia menatap bayangannya tajam. “Kau harus membayar perlakuan ayahmu padaku!”

Matthew menarik diri. Dia mengambil pakaian santai dan menuju ke ruang kerjanya. Matthew ingin beristirahat, tetapi urusan perusahaannya jauh lebih penting. Pada akhirnya Matthew larut dalam tumpukan berkas-berkas yang harus dirinya periksa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status