Nadira begitu sangat tidak memahami kondisi tubuhnya saat ini sudah 2 bulan dirinya mengalami muntah di pagi hari. "Aku sudah sangat biasa muntah di pagi hari seperti ini. Seharusnya aku sudah kebal tapi kenapa aku tetap merasa sangat lemas bila merasakan ini semua. Setiap pagi aku merasa mual dan pusing. Aku tidak sanggup bila menghadapi ini semua. Apa pekerjaan itu nggak cocok untuk aku?" Nadira berbicara dengan memegang perutnya terasa sakit setelah muntah. Nadira tidak tahu Sampai kapan dirinya mengalami hal seperti ini.
"Tapi aku sudah ada banyak hutang di sana, aku gak bisa berhenti. Lagi pula gajinya sangat besar." Nadira diam sejenak. Setelah merasakan kepalanya yang sudah tidak begitu amat pusing, Nadira kemudian keluar dari kamar mandi dan berbaring di atas kasur tidurnya.
"Sudah dua bulan aku mengalami masuk angin parah seperti ini. Apa aku harus ke dokter untuk memeriksa kondisi a
Capter 21"Maaf ya, kalau boleh tahu umurnya berapa?" tanya dokter Adly memandang Nadira. Meskipun di kertas yang ada di mejanya sudah ada nama dan umur pasien, dokter itu tetap memberikan pertanyaan kepada pasiennya tersebut."20 tahun dok," jawab Nadira.Dokter Adly diam, ia seakan bingung harus berkata apa."Apa penyakit saya parah dok?" tanya Nadira dengan wajah yang pucat. Nadira merasakan degup jantungnya yang sudah tidak teratur. Tangannya juga sudah terasa sangat dingin."Maafkan saya kalau, Boleh saya tahu apa kamu memiliki seorang pacar?" Tanya Dokter Adly. Ia begitu sangat tidak enak hati menanyakan tentang masalah pribadi pasiennya.Nadira menggelengkan kepalanya. "Saya tidak punya pacar dok," jawabnya."Saya sangat yakin dengan hasil pemeriksaan saya. Hasil pemeriksaan saya mengatakan bahwa kamu positif hamil." Ucap dokter Adly memandang Nadir
Capter 22Nadira berbaring di atas kasur. Tubuhnya terasa begitu sangat lemas. Satu hari ini Nadira tidak berselera makan sama sekali, bahkan untuk meneguk air putih saya dirinya tidak mampu. Nadira hanya berbaring dan menagis. Apa yang terjadi dengan dirinya, tidak pernah terpikirkan olehnya. Pemerkosaan yang terjadi hanya 2 kali itu akan menghasilkan janin seperti ini "Bagaimana cara aku memberi tahu ayah dan ibu tentang kehamilan ini. Aku tidak mungkin mengatakan apapun kepada mereka. Saat ini ayah masih dalam pengobatan. Ibu, aku takut, ibu sakit bila mendengar kabar ini. Ibu sudah sangat lelah mengurus ayah. Aku takut ibu akan sakit bila mendengar berita ini. Apa yang harus aku lakukan. Aku tidak sanggup memberi tahu mereka. Apakah aku harus menjalani ini semuanya sendiri." memikirkan ini semua membuat air matanya menetes tanpa henti."Mengapa hidup aku harus seperti ini? Apa kesalahan yang aku perbuat, sehingga aku diberikan huku
Nadira hanya diam. Dia duduk sendiri dan melamun. Beban yang dipikulnya sudah sangat berat tapi mengapa dirinya masih diberikan cobaan yang lebih berat lagi. Apa yang harus di lakukannya nanti. Nadira belum bisa membuat planning untuk langkahnya ke depan."Kamu kenapa?" Tanya Lala yang memperhatikan Nadira sejak tadi.Nadira tersenyum dan menggeleng kepalanya."Kenapa kamu kelihatannya diam aja?" Lala bertanya dengan mengerutkan keningnya."Iya sudah beberapa hari ini dia aneh. Kerjaan dia tuh melamun aja." Riri yang berdiri di steling kaca ikut menimpali."Gak ada apa-apa," jawab Nadira."Apa sudah ke dokter?" Tanya Lala."Sudah," jawab Nadira."Dokter bilang apa?" Cuma masuk angin."Syukurlah. Aku sangat mencemaskan kamu. Namun bila kamu sudah ke dokter itu
"Akhirnya bisa rebahan, "Nadira berucap ketika dirinya merebahkan tubuhnya di atas kasurnya. Nadira memijat-mijat pinggang bagian belakangnya. Pinggangnya terasa begitu amat sakit. "Pegelnya," keluh Nadira."Capek ya nak temani ibu kerja?" Nadira berucap sambil mengusap perutnya."Apa karena kondisi hamil seperti ini sehingga aku merasa tubuhku begitu sangat mudah lelah. Pinggang terasa begitu sangat cepat pegal, apalagi lama duduk lama dan menunduk. Ya ampun ini badan serasa remuk." Nadila mengeluh ketika merasakan tubuhnya yang terasa amat sakit. Nadira tidak berani untuk bercerita kepada siapapun tentang kondisi tubuhnya. Apapun yang terjadi pada dirinya, ia akan merasakannya sendiri."Kita gak boleh manja nak, kita harus kuat. Ibu harus kuat kerja, agar dapat duit yang banyak untuk biaya pengobatan kakak." Nadira mengusap air matanya."Doakan kakak cepat sehat nak.
"Nadira, Apa kamu mau ikut ke rumah aku?" tanya Lala.Nadira tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Aku mau pulang ke rumah soalnya tadi cuci baju." Nadira tersenyum memandang Lala."Ya udah kalau gitu, tapi nanti kalau mau ke tempat kerja telepon aja aku biar aku jemput." Lala menawarkan temannya tersebut. Lala begitu sangat kasihan melihat Nadira. Temannya itu tidak pernah mengeluh kepadanya walaupun kondisinya sangat susah."Enggak usah La, rumah kita beda arah. Kasihan di kamu kalau jemput aku," tolak Nadira. Lala begitu sangat baik kepadanya sehingga Nadira merasa tidak enak hati bila selalu merepotkan temannya itu."Oh iya aku lupa, kita baru aja gajian. Kamu pasti punya uang untuk ongkos ojek," Lala tersenyum memandang Nadira.Nadira menganggukkan kepalanya "Iya Lala sayang, kita baru aja terima gaji, jadi aku punya uang untuk o
Nadira berjalan kaki menuju ke rumah bidan yang tidak terlalu jauh dari rumah kontrakannya. Sore ini Nadira sangat cantik dengan memakai dress panjang selutut, yang memiliki karet di bawah dadanya. Dress ini merupakan baju andalan yang di milikinya. Dress berwarna biru pekat ini masih terasa nyaman di tubuhnya.Langkah kakinya berhenti di depan rumah bidan. Cukup lama Nadira berdiri di teras depan rumah bidan tersebut sampai pada akhirnya memutuskan untuk masuk. "Ayo nak kita masuk," Nadira berucap dengan mengusap perutnya. Nadira merasa senang saat melihat kondisi di dalam yang tidak ada pasien ."Mbak, saya mau periksa, apa ibu bidannya ada?" Nadira berucap ketika dirinya mendaratkan tubuhnya di kursi yang ada di depan meja pendaftaran."Ada mbak, apa boleh tau keluhannya?" Tanya wanita muda yang memakai seragam berwarna putih."Saya ingin memeriksa kondisi kandungan saya."
Arga duduk di kursi kerjanya sampai saat ini pria itu masih belum puas dengan apa yang telah dilakukannya terhadapnya Tio. "Aku tidak pernah pernah mempercayai dia. Sejak awal dia datang bekerja dengan ku, aku sudah dapat mengetahui bahwa dia bukanlah orang yang setia. Namun aku tetap memberikan kesempatan untuknya. Tapi yang namanya penghianat tetaplah penghianat. "Arga mengepalkan tangannya ketika mengingat bahwa Tio telah berkhianat kepadanya. Arga begitu sangat membenci orang yang telah mengkhianati dirinya. "Aku sudah menghabisinya Namun bukan berarti orang yang ada di belakangnya bisa lepas begitu saja." Arga berucap dengan sangat marah. Pria itu tidak akan pernah diam sebelum menemukan siapa dalang dari ini semua.Arga memandang ponselnya yang berdering, panggilan masuk dari orang kepercayaannya yang bertanggung jawab terhadap pabrik senjata api miliknya. "Halo," ucap Arga."Halo tuan," ucap pria itu sedikit
Capter 28Sepulang dari bekerja Nadira merebahkan tubuhnya di atas kasur. Matanya begitu sangat mengantuk dengan tubuh yang terasa amat lelah. "Akhirnya kita istirahat nak, anak ibu pasti sangat capek ya. Semalaman temani ibu bekerja," Nadira berkata dengan memijat-mijat belakang punggungnya. Nadira memejamkan matanya yang sudah sangat sulit terbuka. Saat ini ia sangat membutuhkan waktu untuk istirahat agar memiliki tenaga untuk melanjutkan bekerja di toko pakaian.Nadira terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara berdering ponselnya. Nadira melihat ibunya yang menghubunginya. "Ya ampun ternyata sudah jam 7." Nadira berkata ketika melihat layar di ponselnya. Dengan sangat cepat Nadira mengangkat sambungan telepon tersebut. "Halo Bu." Nadira menyapa ibunya yang berada di seberang sana."Halo nak, lagi apa?Apa sudah siap-siap mau pergi ke toko?" tanya Erna ketika mendengar putrinya mengangka