Share

Cabut Saja Nyawaku

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2025-04-26 03:54:20

“Apa kau gila?” bentak Thania segera setelah suara langkah Kalen menghilang dari balik pintu.

Ia menoleh cepat ke arah Melvin, matanya melebar karena marah dan tak percaya. “Aku tidak mau pergi bulan madu denganmu.”

Nada suaranya bergetar. Bukan hanya karena emosi, tapi karena ketakutan yang perlahan merayap masuk ke dalam dirinya.

Gagasan untuk berdua saja dengan Melvin di tempat asing selama dua minggu membuat perutnya terasa mual.

“Kau pikir aku mau?” sahut Melvin, tak kalah sengit.

Suaranya meninggi, memantul di dinding ruang kerja yang kini menjadi arena perang tanpa saksi. “Aku pun tidak sudi menghabiskan waktu denganmu kalau saja aku punya pilihan!”

Thania mendengus getir. “Salahmu sendiri! Kau yang mulai berbohong pada ayahmu. Aku diam karena tak ingin membuat suasana kacau, tapi kau terus saja bertindak semaumu!”

Melvin menggertakkan giginya. Urat di rahangnya menegang.

Matanya penuh bara, tak ada sedikit pun niat untuk mundur dari argumennya. “Kita akan tetap pergi. Sabtu besok. Tidak ada tawar-menawar.”

“Tidak!” bentak Thania, suaranya keras dan tegas. Lebih keras dari sebelumnya. Kepalanya menggeleng keras seolah menolak seluruh semesta. “Aku tidak mau!”

Melvin mendekat, wajahnya hanya beberapa inci dari wajah Thania. Matanya menyala seperti binatang buas yang siap menerkam.

“Oh! Jadi kau lebih memilih dikurung di kamar selama dua minggu dan mendapat hujaman dariku? Tiap hari. Tiap malam. Tanpa henti. Oke! Kalau itu maumu, aku akan mengabulkannya.”

Tubuh Thania kaku. Ia mematung. Bola matanya perlahan membesar menatap pria di hadapannya. Napasnya tercekat, dadanya naik turun menahan teriakan yang ingin meledak.

“Kau ….” suaranya bergetar, seperti bisikan di tengah badai. “Kau benar-benar manusia tidak punya hati! Kau ingin membuatku mati, huh?”

Tawa Melvin terdengar pelan, dalam, dan menakutkan. Seolah-olah ia menikmati rasa takut yang muncul dari sorot mata Thania.

“Kematian?” ujarnya dengan suara dingin.

“Kematian terlalu mudah untuk membebaskanmu, Thania. Aku tidak akan membunuhmu—belum. Kau harus menyesal dulu. Kau harus merasa hancur seperti yang kau lakukan pada keluargaku.”

Thania menghela napas kasar, dadanya sesak karena amarah dan ketidakberdayaan yang menumpuk begitu hebat.

Air mata hampir menyeruak dari pelupuk matanya, tapi ia menahannya. Ia tidak boleh menang di hadapan pria itu. Tidak di hadapan monster yang menyamar sebagai suami.

“Harus dengan cara apa lagi agar kau percaya bahwa aku tidak menggoda ayahmu, Melvin?” ucap Thania lirih, suaranya pecah.

“Aku menghormatinya. Aku bekerja selama lima tahun untuknya dengan sepenuh hati. Aku tidak pernah berpikir macam-macam tentang beliau. Tapi kau—kau memelintir semuanya seperti aku ini wanita murahan yang hanya mengejar pria tua kaya!”

Thania menatap datar wajah Melvin. “Lagi pula, dapat dari mana kau rekaman percakapanku dengan Archer?”

Melvin tersenyum sinis. “Relasiku luas, Thania. Aku bisa mendapatkan apa pun yang aku inginkan. Kau pikir aku akan menuduhmu tanpa bukti? Sudah jelas—ada rekaman.

“Lima tahun kau di samping ayahku, jadi sekretaris pribadi. Tiap hari bersama. Kau pikir aku bodoh untuk tidak tahu apa niatmu sebenarnya?”

Thania menutup mata sejenak. Ada lelah yang luar biasa menenggelamkannya. Bukan hanya karena tubuhnya yang lemah, tapi jiwanya yang sudah nyaris runtuh.

Ia sadar, tak peduli seberapa keras ia membela diri, Melvin sudah lebih dulu menulis kisahnya dalam naskah tuduhan dan kebencian. Apa pun yang ia katakan, selalu akan dianggap sebagai kebohongan.

“Terserah kau saja. Aku sudah lelah menghadapimu.”

Kalimat itu meluncur dari bibir Thania seperti helaan napas terakhir dari orang yang sudah menyerah berperang.

Ia bangkit dari duduknya, langkahnya cepat, tanpa menoleh lagi ke arah Melvin. Ia hanya ingin pergi. Menjauh.

Sekadar mencari udara, walau ia tahu, bahkan udara pun terasa sesak jika masih dalam ruang yang sama dengan pria itu.

Toilet adalah tempat pelarian satu-satunya. Tempat di mana tak ada mata yang menghakimi, tak ada suara yang menuduh, tak ada tangan yang mencengkeram.

Begitu pintu tertutup, Thania mengunci diri. Kakinya lemas, dan tubuhnya merosot pelan hingga ia terduduk di lantai dingin.

Ia memeluk kedua lututnya, tubuhnya berguncang oleh tangis yang ia tahan selama ini. Suara isaknya lirih, namun menyayat hati, seperti suara anak kecil yang hilang arah di tengah hutan gelap.

“Dosa apa yang telah aku lakukan, Ya Tuhan?” gumamnya dengan suara bergetar. “Kenapa aku terjebak dalam pernikahan gila ini? Kenapa aku harus menerima pinangannya?”

Kenangan itu datang tanpa bisa ia tolak. Jelas. Tajam. Menyakitkan. Melvin—dengan setelan rapi, senyum meyakinkan, dan mata yang menatap penuh kasih sayang palsu—berlutut di hadapan Kalen dan Nadya, meminangnya di hadapan semua orang.

Mengatakan bahwa ia mencintai Thania. Mengaku sudah memendam rasa selama empat tahun. Dan Thania—bodohnya—percaya. Karena cinta, katanya. Karena ia ingin menyelamatkan Thania dari jeratan utang yang sudah menumpuk sejak lama.

“Dan aku … aku menerima tawaran itu,” bisik Thania getir, matanya menatap kosong ke dinding. “Kupikir itu cinta. Kupikir dia benar-benar mencintaiku.”

Tangisnya makin menjadi. Ia mendekap lututnya lebih erat, seolah ingin menyatukan seluruh dirinya yang mulai hancur berkeping-keping.

“Lebih baik aku bekerja seumur hidupku dan melunasi utangku sendiri,” lirihnya di sela isakan. “Kalau aku tahu… kalau aku tahu semuanya akan berakhir seperti ini.”

Air mata tak berhenti jatuh. Ia merasakan sesak luar biasa yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sakit itu bukan di tubuh, tapi di hati—dan di sanalah luka itu menganga, berdarah tanpa henti.

Ia perlahan bangkit, meski tubuhnya goyah. Tangannya terulur ke wastafel, memutar keran dan membasuh wajahnya dengan air dingin. Tapi dingin itu tak cukup membekukan nyeri yang mendalam di dadanya.

Thania menatap pantulan dirinya di cermin. Mata sembab. Wajah pucat. Bahu turun. Seperti tubuh tanpa jiwa. Wanita itu—wanita di dalam cermin—bukan Thania yang dulu.

Bukan Thania yang ceria dan punya harapan. Tapi seorang tawanan yang terjebak di kehidupan yang bahkan bukan miliknya.

“Kuatkan aku, Ya Tuhan,” bisiknya pelan, hampir tak terdengar. “Atau cabut saja nyawaku… jika memang hanya penderitaan yang harus aku lalui selama hidupku.”

Tangis kembali meledak, dan ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menahan suara lirihnya agar tak terdengar. Tapi, nyatanya…

“Thania? Ada apa denganmu?”

Suara itu membuat tubuh Thania menegang. Ia perlahan menurunkan tangannya, dan matanya membulat penuh terkejut.

“Regina?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (12)
goodnovel comment avatar
wieanton
gk beda jauh like father like son, masalahnya Krn salah paham mereka ini, dr kesalahpahaman ini memicu problem yg besar banget dlm perjalanan hidup dua wanita yaitu Nadya & Thania
goodnovel comment avatar
Riyani Riyani
Bener" si Melvin mulut nya ngga ada remnya kalo ngomong suka seenak jidatnya aja Emang keluarga kamu hancur kah berantakan kah sampai tega nuduh Thania segitunya Sabar Thania ngadepin manusia ngg ada otak emang kudu stok sabar yang banyak
goodnovel comment avatar
b3kic0t
g bisa berkata² dengan Melvin,sebenarnya dia itu cinta apa enggak sih?kan kesel aku lihat wanita direndahkan serendah²nya oleh suami sendiri
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Derita Istri Tak Diinginkan   Tamat!

    Extra part;Semua yang terjadi pada hidup Evelyn seakan kisah novel, itu yang dirasakannya selama ini. Kini hidupnya terasa tenang dengan suami dan putra yang tampan. Hidup Evelyn serasa sudah cukup sempurna.Suatu sore, ia sedang duduk di taman samping rumah bermain bersama dengan putranya Kenneth.Tawa pria kecil itu terdengar nyaring dan bahagia membuat senyum Evelyn terus tercipta di bibirnya. Usia pernikahan Evelyn sudah memasuki di tahun ke tiga, ini berarti usia putranya sudah dua tahun.Pria kecil itu sudah pandai berjalan bahkan berlari dan berbicara tanpa ada yang tertinggal. Seperti sore itu, Kenneth meminta pada Evelyn untuk mengajaknya bermain di luar. Ia merindukan Melvin dan Thania yang sudah dianggap sebagai orang tua kedua."Tidak bisa, Kenneth. Mereka sedang dinas luar kota, mungkin minggu depan baru pulang bertepatan dengan ulang tahun daddy kamu," jawab Evelyn menjelaskan pada putranya dengan nada halus.Kenneth menggelengkan kepala, lalu ia bertanya lagi, "Lalu ap

  • Derita Istri Tak Diinginkan   S2: Welcome World, Baby Boy

    Suasana seketika menjadi gaduh, Evelyn menjerit pilu mendapati tubuh Arion terkulai dengan menyemburkan busa lewat mulutnya.Ia terlihat panik saat tidak ada yang tergerak untuk menolong suaminya, tatapannya begitu sedih bulir bening pun mulai turun dari bening mata itu. Tubuh Arion sudah berada dalam dekapan."Arion, bertahanlah," bisik Evelyn yang mampu menghadirkan senyuman tipis Arion.Melihat suasana makin kacau, Johan langsung menghilang dari acara itu termasuk istrinya. Namun, kepergian mereka tidak satu arah dan beda kendaraan.Sedangkan Melvin yang saat itu sedang berada di ruangan lain segera berlari menuju ke lokasi itu.Dengan cepat Thania menghubungi ambulance untuk membawa tubuh sahabat sekaligus sepupu suaminya yang kebetulan berada di dekat Evelyn.Thania mencoba memberi harapan pada Evelyn bahwa tubuh Arion akan baik-baik saja karena ia yakin imun tubuh pria itu sangat bagus seperti suaminya—Melvin.Evelyn masih sesenggukan sambil menatap wajah suaminya yang mulai ter

  • Derita Istri Tak Diinginkan   S2: Sesuatu Terjadi pada Arion

    Semua bukti kejahatan Cintya telah disimpan rapat oleh Arion, tetapi kasus ini tidak ingin dilanjutkan oleh Evelyn. Wanita itu tidak mau berurusan lebih jauh yang berhubungan dengan Johan. Arion menuruti kemauan istrinya."Bagaimana kabar kesehatan tubuhmu pasca kejadian itu, Evelyn?""Aku sudah lebih baik semua ini karena perawatan suamiku ini," kata Evelyn sambil memeluk lengan Arion.Pria itu tersenyum saja menikmati perlakuan Evelyn yang mulai menerima pernikahan kilat mereka. Lalu keduanya melanjutkan makan malam dalam diam. Setelah selesai, Arion membawa istrinya ke ruang santai lalu menyalakan televisi.Seorang pelayan datang sambil membawa undangan yang tadi ia terima dari kurir perusahaan. Sesuai pesan kurir itu undangan harus sampai langsung ke tangan Arion karena keduanya sudah seminggu tidak masuk kerja dengan alasan kesehatan Evelyn."Kapan undangan ini datang?" tanya Arion pada wanita paruh baya."Siang tadi saat Tuan dan Nyony

  • Derita Istri Tak Diinginkan   S2: Dugaan Arion

    Arion yang mendengar suara teriakan seorang wanita bergegas melangkah panjang ke sumber suara. Tanpa ragu tangannya meraih gagang pintu toilet khusus wanita.Saat pintu terbuka sempurna, Arion terkejut melihat kondisi istrinya yang tergeletak di lantai dalam kondisi yang menyedihkan. Gegas ia bergerak cepat menolong Evelyn dengan menggendong lalu dibawa keluar dari sana.Hanya dengan satu lengannya tubuh Evelyn sudah bisa dibawa keluar sedangkan lengan yang lainnya merogoh saku celana untuk mengambil ponsel. Kali ini Arion mencari nomor sepupunya agar segera memberi pertolongan. Panggilan pun tersambung."Bantu aku membereskan semua barang bawaanku!" kata Arion langsung ke inti masalah."Kau ada di mana saat ini?" tanya Melvin di seberang.Arion menjelaskan kondisinya saat itu dengan jelas, ia juga memberitahukan pada Melvin jika saat ini ia sedang dalam perjalanan menuju ke rumah sakit untuk memberi pertolongan pada Evelyn pasca jatuh di toilet.

  • Derita Istri Tak Diinginkan   S2: Dugaan Arion

    Arion yang mendengar suara teriakan seorang wanita bergegas melangkah panjang ke sumber suara. Tanpa ragu tangannya meraih gagang pintu toilet khusus wanita.Saat pintu terbuka sempurna, Arion terkejut melihat kondisi istrinya yang tergeletak di lantai dalam kondisi yang menyedihkan. Gegas ia bergerak cepat menolong Evelyn dengan menggendong lalu dibawa keluar dari sana.Hanya dengan satu lengannya tubuh Evelyn sudah bisa dibawa keluar sedangkan lengan yang lainnya merogoh saku celana untuk mengambil ponsel. Kali ini Arion mencari nomor sepupunya agar segera memberi pertolongan. Panggilan pun tersambung."Bantu aku membereskan semua barang bawaanku!" kata Arion langsung ke inti masalah."Kau ada di mana saat ini?" tanya Melvin di seberang.Arion menjelaskan kondisinya saat itu dengan jelas, ia juga memberitahukan pada Melvin jika saat ini ia sedang dalam perjalanan menuju ke rumah sakit untuk memberi pertolongan pada Evelyn pasca jatuh di toilet.

  • Derita Istri Tak Diinginkan   S2: Sesuatu Terjadi pada Evelyn

    Hari telah berganti dan hubungan Arion dengan Evelyn makin lengket, keduanya begitu serasi di setiap waktu. Bahkan dalam dunia kerja pun mereka membuat iri beberapa rekan kerja yang lain."Apakah sepulang kerja ini kau jadi mengantar berbelanja kebutuhan rumah, Sayang?" tanya Evelyn dengan nada rendah dan lembut.Arion yang masih fokus pada layar laptopnya hanya mengangguk, lalu suaranya keluar dengan volume rendah, "Pasti, tunggu lima belas menit lagi semua kerjaan ini selesai, Sayang. Tunggu saja di sana!"Evelyn tidak memberi jawaban, ia tahu dan mengerti tugas Arion begitu berat dan banyak. Maka ia tidak banyak menuntut, melakukan apa yang diperintahkan oleh suaminya.Dengan sabar Evelyn menunggu suaminya sambil melihat akun sosmed miliknya. Dari beberapa postingan muncul berita bahwa Cintya sedang melakukan kegiatan amal di beberapa panti asuhan untuk meminta doa agar pernikahannya segera diberi anak.Membaca saja Evelyn sudah tersenyum sendir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status