BAGIAN 33
POV RISTI
MENCEKAM
“Harus berapa kali kukatakan bahwa aku tidak ragu?” tanyaku dengan nada yang agak jengkel.
“Begitu? Tapi matamu tidak bisa berbohong padaku.” Dokter Savero menjawab dengan agak tajam. Pria itu lalu menyendoki nasi dan bersama sedikit sayur oseng. Dia lalu menyodorkan ke depan mulutku.
“Jangan sok tahu menilai mataku, Dokter. Mataku memang begini. Bohong atau tidak, memang seperti ini,” sahutku benar-benar malas.
Dokter itu meringis. Dia terli
BAGIAN 34POV ANWAR Berulang kali Risti kuhubungi, hasilnya tetap saja. Nihil! Kecemasanku kini semakin meningkat. Entah mengapa, rasa curigaku kepada Lia dan Ina kini bertambah-tambah. Adakah sesuatu yang sedang mereka rancang di belakang? Namun, apa itu? Mereka ingin melengserkan Risti dari kehidupan Bayu? “Tidak bisa kubiarkan!” desisku geram seraya meremas ponsel di genggaman. Debaran di dada beriringan dengan rasa naik pitam yang kini mendesak di kepala. Semakin kusadari, bahwa Ina ternyata bukanlah wanita baik-baik seperti dugaanku puluhan tahun lalu. Di balik sikap lembut dan baiknya, perempuan itu menyimp
BAGIAN 35 “Ugh ….” Bibirku refleks mengerang. Kedua mata ini akhirnya bisa juga kupaksakan untuk membuka perlahan. Entah sudah berapa lama aku terlelap tidur. Yang pasti, kepalaku terasa sangat berat. Aku makin kaget saat mataku kini membuka sempurna. Keadaan sekitarku gelap. Hanya ada pendar-pendar cahaya di atas langit-langit sana. Berasal dari kilau stiker glow in the dark yang ditempel secara menyebar. Stiker itu berbentuk bintang-bintang dan bulan sabit. Aku rasanya seperti berada di ruang angkasa. Aku terkesiap. Panik luar biasa. Di mana ini? Belum sempat pertanyaan di kepalaku terjawab, telinga ini tiba-tiba saja menangkap suara dengkuran yang nyaring dari sisi kanan. Tengkukku langsung merinding hebat.
BAGIAN 36POV ANWAR Lekas kuletakkan kembali piring berisi nasi beserta lauk pauknya ke atas meja. Gegas aku bangkit dari kursi, lalu berjalan cepat menuju ruang kerjaku kembali. Tidak bisa dibiarkan, pikirku. Ini adalah kesempatan terakhir. Masa-masa di mana aku harus bertindak tegas. Mengambil sebuah keputusan tepat, meskipun mungkin kelihatannya sangat kejam sekaligus terburu-buru. Seorang penjahat, apalagi pembunuh tidak boleh diberikan kesempatan, meski hanya sekali. Mereka pantas buat mendapatkan ganjaran. Okelah jika sasarannya aku. Namun, coba kalau orang lain yang lugu dan polos? Nasi opor berisi sianida itu pasti sudah membuat si korban mati seketika pada suapan pertama. Bedebah memang Rustina! Perempuan itu, ter
BAGIAN 37POV BAYU Mobil kupacu secepat kilat demi bisa tiba di rumah dalam sekejap mata. Rasa rindu dan khawatirku akan keadaan Lia kini telah membumbung tinggi. Bagiku, Lia adalah detak jantung. Dia helaan napasku jua. Tanpa Lia, rasanya aku hanyalah seonggok tubuh tanpa jiwa. Dari Lia yang beranjak dewasa, kutemukan cinta. Ya, aku memang pernah jatuh hati dulunya. Pada Karina, mantan istri pertamaku. Perpisahan dengan wanita cantik itu telah menimbulkan banyak luka dan trauma. Wanita itu meninggalkanku, lalu meminta cerai, dan mengutarakan hal-hal yang sangat menyakitkan hati di depan majelis hakim. Karina yang kucintai, mengaku tak pernah kugauli. Aku bukan tak pernah menggaulinya. Demi Tuhan, aku telah berusaha sekuat
BAGIAN 38POV AUTHORFlash back sepuluh tahun yang lalu …. Ina merasa gelisah dengan rencana pernikahan sang anak sambung, Bayu. Pria yang selama ini dirawatnya dengan sepenuh hati, dengan tujuan agar kelak bisa membalas budi baiknya dengan limpahan harta, malah akan jatuh ke tangan wanita lain. Terlebih, wanita itu tampak sangat cantik dan berasal dari kalangan yang cukup mapan. Paket komplet. Tipikal istri idaman dan tak akan dilepaskan oleh Bayu sampai kapan pun. Sebagai ibu sambung yang hingga detik ini tak mendapatkan kepastian tentang pembagian harta dari sang suami, satu-satunya harapan Ina untuk bisa menjadi jutawan suatu hari nanti hanyalah Bayu seorang. Dia telah mewanti-wanti, bila memang sang suami pada akhirnya tak memberikan sepeser pun harta buat diwariskan dan semua kekayaan ja
BAGIAN 39POV INADEMI KEHANCURANNYA Di sebuah ruangan kecil nan remang, aku kini berhadap-hadapan dengan seorang lelaki tua bertubuh kurus yang hanya mengenakan ikat kepala batik dan celana panjang lusuh berwarna abu-abu. Celana itu bahkan telah melorot dan harus diikat dengan tali rapia berwarna merah muda yang mencolok mata. Kuedarkan pandang ke sekeliling ruangan yang hanya memiliki luas sekitar 2,5 x 3 meter tersebut. Dindingnya terbuat dari susunan bata merah yang plesteran semennya masih kasar dan serampangan. Sedang atapnya terbuat dari genteng tanah liat yang bila kulihat dari dalam sini, akan tampak cahaya matahari yang masuk lewat celah-celah kecil sebab pemasangan genteng yang tak rapi dan beberapa bagian juga ada yang telah retak maupun pecah. Aku bisa membayangkan bagaiman
BAGIAN 40POV ANWAR “Tidak! Hentikan!” Ina terus memberontak. Tangannya pun dengan kasar mendorong sendok yang kusodorkan. Prang! Sendok itu terjatuh di ubin. Sesuap nasi yang kukaut di dalamnya pun berhamburan mengotori lantai. Aku berang. Sebelum dia memporakporandakan barang bukti, kutarik wanita itu menjauh dari meja makan. Ina, dengan sangat berani, terus memberontak. Kedua tangannya dia tarik-tarik dari cengkeramanku. Aku tak peduli. Kutarik terus perempuan itu hingga ke ruang tamu. “Mas, apa-apaan kamu? Kenapa kamu memperlakukanku begini, Mas? Salahku apa?” tanya Ina dengan derai tangis yang hi
Bagian 41POV SaveroMalam Penculikan “Dia memang tidak gila,” gumamku pada diri sendiri usai meninggalkan ruang isolasi dua tempat Risti dirawat. Sambil berjalan menuju instalasi gizi yang berada di ujung sebelah barat bangunan RSJ, pikiranku entah mengapa terus dihantui oleh pasien berwajah cantik tersebut. Ada kegelisahan tersendiri selepas kutinggalkan dia seorang diri. Terlebih, aku sangat tahu betapa angker ruang isolasi sana. “Semoga Tuhan menjaga cewek itu,” gumamku lagi dengan suara lirih. Aku pun mempercepat langkah. Suasana bangunan induk RSJ Sumber Asih memanglah sangat mencekam apa