LOGINAlmira mengenakan gaun tipis berwarna putih yang membungkus tubuh langsingnya dengan indah, rambutnya yang masih basah menambah kesan segar.
Alexander, yang baru pulang kerja, merasakan aroma floral yang menenangkan dari tubuh Almira. Dengan lembut, dia memeluknya dari belakang, menempelkan dagunya di pundak Almira sambil memejamkan mata, menikmati kedekatan itu. "Kamu selalu tahu bagaimana membuatku terpikat," bisik Alexander dengan nada hangat. Almira tersenyum, membalikkan badan agar bisa berhadapan dengan suaminya. "Itu harus, agar kau tidak pernah berpaling dariku," jawabnya sambil menatap dalam ke mata Alexander. Alexander mendengar kata-kata itu, terkejut sejenak. Dia berusaha menyembunyikan keterkejutannya, tapi matanya sedikit terbelalak. 'Tidak berpaling?' pikirnya, seraya mengingat bahwa dia telah menjadikan Almira sebagai istri keduanya. Wajahnya berusaha keras mempertahankan senyum. "Bagaimana hari mu di kantor tadi,?" tanya Almira, mengalihkan topik, sambil tangannya yang halus menyentuh pipi Alexander. Alexander menghela napas, lalu tersenyum. "Sibuk, tapi selalu lebih baik saat aku pulang dan menemukanmu di rumah," jawabnya, mencoba kembali ke suasana harmonis mereka. Namun dalam hati, pertanyaan Almira tadi masih bergema, menimbulkan gelombang kecil ketidaknyamanan yang dia coba tekan. "Bagaimana kalau kita melepas rindu hm,?"goda Almira, tangannya yang halus bermain di dada bidang suaminya. Almira meresapi detik-detik indah ini, tangannya bergerak lembut di dada bidang Alexander, memainkan jari-jarinya untuk membentuk pola-pola abstrak yang hanya mereka yang mengerti. Almira mencoba menikmati tiap hela nafas dalam dekapan hangat Alexander, berharap bahwa kehangatan itu akan menjadi jawaban atas segala kerinduan yang ada di dalam hatinya. "Nakal sekali, istriku ini rupanya,"bisik Alexander dengan suara yang serak karena terbakar gairah yang di lakukan oleh istrinya itu. "Bukannya kau suka sekali dengan istri mu yang nakal seperti ini hm,?" ujar Almira, dia tahu bahwa suaminya sudah terpancing dengan apa yang dia lakukan. Di kamar yang remang-remang, suasananya kini hanya dipenuhi oleh suara nafas yang memburu dan desahan kecil. Alexander, dengan tatapan yang mendalam, menarik leher Almira mendekat. Segera, kedua bibir mereka bertemu dalam sebuah ciuman yang menggebu-gebu. Alexander, dengan keahlian yang memabukkan, menguasai irama ciuman itu. Almira, tidak kalah, membalas dengan semangat yang sama besar. Ciuman mereka bukan hanya pertukaran rasa rindu yang telah lama terpendam, tetapi juga pengekspresian gairah yang tak terbendung lagi. Setiap helaan nafas, setiap desahan, semakin menambah intensitas momen yang mereka alami bersama. Di antara remang cahaya kamar, kedua sosok itu kini terlibat dalam tarian asmara yang hanya mereka yang tahu akhirnya. "Aah!" desahan Almira terdengar saat bibirnya dilepaskan oleh Alex. Bibir basah Alex kemudian mulai menjamah leher jenjang milik Almira. Namun, alih-alih merasa takut atau malu, Almira seakan merasa dilematis dengan perasaannya. Di satu sisi, ia merasakan sensasi kehangatan yang menyebar di tubuhnya, membuatnya merasa nyaman dan aman. Disisi lain, dia memikirkan tentang suaminya itu. Apakah Alexander tidak lelah karena habis melakukan perjalanan bisnis? Apakah suaminya tidak ingin beristirahat terlebih dahulu? Namun pemikiran itu terhenyak begitu saja, kini yang ada di dalam pikirannya hanya menuntaskan kerinduan yang sudah amat lama dia rasakan. Almira merasakan sentuhan Alexander yang hangat di lehernya, setiap inci kulitnya terasa dijelajahi dengan penuh perhatian. Tangannya yang besar meremas puncak dadanya dengan lembut, membuat Almira tak bisa menahan desahan halus yang keluar dari bibirnya. Desahan itu, entah bagaimana, semakin membangkitkan gairah Alex yang sudah terbakar. Dengan gerakan yang terampil dan cepat, Alexander melucuti gaun malam Almira, menampakkan kulit mulus yang tersembunyi. Dia menggenggam tangan Almira, membimbingnya perlahan menuju ranjang yang telah menjadi saksi bisu akan banyak malam penuh kasih mereka berdua. Sinar bulan yang remang-remang menembus jendela, memberikan nuansa mistis dalam kamar yang hening itu. Almira terbaring lemah di ranjang, matanya setengah terpejam, napasnya terengah-engah mengikuti irama yang ditentukan oleh Alex. Alexander, dengan lembut namun penuh nafsu, menelusuri setiap lekuk tubuh Almira. Dia mencium leher Almira dengan bibirnya yang lembab, membuat Almira meremang. Dengan gerakan yang hampir ritualistik, Alexander melanjutkan eksplorasinya, turun ke dada Almira. Setiap sentuhan Alexander terasa seperti bara yang membakar kulitnya, namun Almira tidak berdaya untuk melawan kenikmatan yang dibawa oleh setiap gesekan itu. Bibir Alexander bergerak dengan keahlian, seolah-olah dia sedang membaca sebuah peta yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Almira, yang kini benar-benar terbuai, mendesah kecil. Tangannya mencari pegangan, mencengkeram sprei putih yang kini sudah kusut karena pergerakan mereka. Di luar sana, angin malam berhembus lembut, namun di dalam kamar itu, badai emosi dan hasrat sedang berkecamuk, mengguncang dasar-dasar rasa dan kenyamanan. Di ruangan yang temaram hanya diterangi oleh lilin-lilin beraroma, suara desahan lembut terdengar mengiringi gerakan Alexander yang penuh perhatian. Lidahnya menari-nari di atas perut ramping Almira, memberikan jilatan yang sangat lembut, seolah sedang merayu setiap inci kulitnya. Dengan gerakan yang semakin berani, Alexander memindahkan kepalanya ke arah yang lebih intim. Dia menatap sejenak ke arah pusat kenikmatan Almira, matanya berbinar-binar, penuh kekaguman dan keinginan yang tak tersembunyi. Almira, yang merasakan setiap sentuhan Alexander, menggigil pelan, tanda kenikmatan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ruangan itu dipenuhi dengan aura cinta yang mendalam dan intens, sebuah simfoni keintiman yang hanya mereka berdua yang mengerti. "Hm, pasti nikmat,"ucap Alexander dengan suara yang memberat. Alexander menundukkan kepalanya untuk menyentuh bagian nikmat istrinya itu, dia menjulurkan lidahnya untuk menjilat setiap poros daging kenyal berbentuk indah itu. Almira merasakan sensasi yang luar biasa, tubuhnya merespons dengan intensitas tinggi saat mereka semakin dekat. "Aaaaah... Sayang!" desah Almira dengan penuh hasrat, mengungkapkan rasa kenikmatan yang tak terbendung. Dia merasakan semilir angin yang menggetarkan tubuhnya saat Alexander terus memanjakan tubuhnya yang rapuh itu.Alex dan Almira saling menatap dengan dada yang masih bergemuruh dan napas terengah-engah. Pagi itu bukan sekadar pertemuan biasa—itu adalah ledakan hasrat yang mengguncang jiwa mereka, berkali-kali menyalakan api rindu yang sudah lama membara dalam diam. Tubuh mereka bersatu bukan hanya satu kali, tapi berulang, seolah menantang waktu yang mencoba merenggut momen penuh gairah itu. Rasa rindu yang tertahan selama ini akhirnya meledak, membanjiri setiap helaan napas dan detak jantung mereka dengan kehangatan yang menggetarkan."Masih mau? " Tanya alex pada Almira, dia menangkup kedua sisi pipi Almira dengan lembut. Almira menjawab dengan gelengan kepala, dia sudah sangat merasa cukup. "Aku sudah lelah. Aku butuh asupan nutrisi pagi ini. Sudah semalam penuh sampai pagi ini kita melakukannya," Kata Almira dengan suara lemah, dia sangat merasa kelelahan. Tenaganya terkuras sangat banyak, dan tubuhnya terasa lemah. "Baiklah sayang, ayo aku bantu untuk mandi. Dan kita langsung sarapan pagi
Alex semakin menggila, hentakan pinggulnya tak kenal ampun menembus setiap lekuk tubuh Almira yang tertekan di pinggiran bathtub. Keringat deras mengalir di dahi dan punggung mereka, menambah panas suasana yang membakar hingga ke ujung saraf. Tubuh keduanya saling menempel erat, seolah dunia hanya milik mereka berdua. Evan, yang tak mau kalah, terus meraba dan mengelus dengan sentuhan liar di punggung dan pinggang Almira, membuatnya semakin terombang-ambing dalam gelombang kenikmatan yang sulit dikendalikan. Suara teriakan Almira pecah, serak dan penuh gairah, bergema di ruang kamar mandi yang kecil itu, sementara desahnya melebur dalam irama liar dari tubuh-tubuh yang tak bisa lagi menahan hasrat mereka. ""Ah... Sayang... Aku sudah hampir sampai," kata Almira dengan suara yang penuh perasaan. Tubuhnya merasakan gelombang kehangatan yang menyebar perlahan, membuat setiap hela nafasnya terasa lebih dalam dan penuh makna. Getaran halus itu semakin kuat, membawa Almira ke dalam keinti
"ah Alex itu terlalu dalam," desah Almira, tubuhnya terhentak hentak dari belakang sana. Alex, suaminya sedang memacu pinggulnya dengan sangat kuat, setiap hentakan melahirkan sebuah desahan kenikmatan. desiran hangat menyengat tubuhnya, gairah kian membuncah setiap dorongan dari belakang. Alex terus menggoyangkan pinggulnya untuk mendesakan bagian inti dari tubuhnya. menghentakkan bagian inti hingga terasa ke dinding rahim. "mendesahlah sayang, aku suka suaramu," kata Alex, dia meminta Almira untuk mendesah. baginya, suara desahan Almira bagai cambuk gairahnya. setiap suara Almira keluar, membuatnya kian semangat untuk memacu pinggulnya lebih kencang lagi. "aaah... ouhh... Alex ahh... enak sayang," suara Almira terdengar berat dan serak. dia merasakan nikmat di bahwa sana. rasa rindu terhadap suaminya kini terobati sedikit demi sedikit. walaupun mereka baru terpisah hanya seminggu, tetapi rasa kangen tak bisa terelakkan. "begitu sayang, teruslah mendesah. aku akan kian memuaskan
Suara nafas memburu dan desahan mesra saling berpadu, mengalun bak simfoni yang menggoda. Di balik tirai pagi yang lembut, sepasang suami istri terperangkap dalam kehangatan rindu dan gelora yang membara, melukis cinta dalam setiap sentuhan yang membakar jiwa mereka.Pagi itu, gairah mereka meledak tanpa henti. Niat sederhana untuk mandi berubah menjadi pertempuran penuh hasrat, dua tubuh bersatu dalam api yang tak terbendung. Tak ada jejak lelah, hanya semangat yang membakar, menyulut sentuhan demi sentuhan penuh kenikmatan, seolah dunia berhenti berputar hanya untuk mereka.Almira terjatuh lembut di pangkuan Alex, tubuhnya seolah mencari sandaran dari gelombang emosi yang belum reda. Alex duduk di tepi bathtub, tangan kekarnya erat menggenggam pinggang Almira, seakan takut melepaskan satu inci pun dari sosok yang kini sangat ia butuhkan. Suara detak jantung mereka bergema dalam keheningan kamar mandi, membungkus mereka dalam dunia yang hanya milik berdua, di mana rasa rindu dan hara
Almira merasakan jantungnya berdegup kencang, setiap sentuhan Alex membangkitkan gelombang sensasi yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Matanya yang terpejam, membuatnya lebih fokus pada perasaan yang muncul dari dalam.Alex, dengan lembut dan penuh perhatian, mengusap area dada Almira, membuatnya menggigil kecil. Bibir Alex yang hangat, bergerak perlahan menyusuri leher jenjang Almira, meninggalkan jejak ciuman yang membangkitkan rasa hangat menyelimuti seluruh tubuhnya.Almira, terbawa dalam arus emosi yang mengalir deras, menarik napas dalam-dalam, menikmati setiap momen keintiman yang diciptakan oleh suaminya itu.Detik berikutnya, Alex membawa tubuh Almira untuk berada diatas pangkuannya. Dengan perlahan mereka menyatukan tubuhnya dengan penuh hati-hati dan nafsu."Aaahh ... Honey."desah Almira saat milik suaminya sudah masuk sepenuhnya kedalam miliknya."Bergeraklah sayang."bisik Alex, dia meremas area belakang sang istri, dia membuat sang istri untuk mulai bergerak.Karen
Cahaya matahari pagi yang menyelinap masuk lewat celah jendela kamar Almira dan Alex membelai wajah mereka yang masih terlelap. Keheningan pagi masih menggantung di udara, hanya suara hembusan nafas mereka yang terdengar.Almira, dengan mata yang mulai terbuka, merasakan kehangatan selimut yang membungkus mereka berdua. Dia menggeliat perlahan, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya yang makin lama makin terang.Almira memperhatikan wajah Alex yang masih terlelap di sampingnya, bibirnya membentuk senyum lembut. Dia mengulurkan tangan, dengan hati-hati menyingkirkan sehelai rambut yang menutupi dahi Alex.Mata Alex yang tertutup dan ekspresi damainya membuat Almira merasa begitu beruntung memiliki suami seperti dia.Saat itulah, dengan perlahan, Alex mulai menunjukkan tanda-tanda terbangun. Alisnya berkerut sejenak sebelum matanya yang sayu terbuka dan menatap Almira. Senyum mengembang di wajahnya saat dia menyadari bahwa Almira sudah terjaga dan memperhatikannya."Selamat pagi sayang







