Home / Rumah Tangga / Desahan di Kamar Adikku / Bab 3 Bu bidan penasaran

Share

Bab 3 Bu bidan penasaran

Author: Afi
last update Last Updated: 2024-02-29 01:05:23

"Aku gak mau tahu ya, Mas. Kalau Mbak Salma beneran hamil, kamu harua tetep nikahin aku dan jangan sampai perhatian kamu ke aku berkurang."

Tespek dalam genggaman ku remas hingga sedikit lecek karena tespek yang bidan Siska berikan padaku tadi tipe tespek yang kecil dan bukan tespek digital dengan bahan yang kuat.

Ayu benar-benar keterlaluan. Sudah seberapa jauh hubungan mereka hingga sepertinya Ayu sangat lengket pada suamiku. Kedua manusia itu terdiam saat aku kembali dari kamar mandi dan memberikan hasil tes itu kepada bidan Siska.

"Ini, Bu. Garis dua," ucapku datar. Entah kenapa, aku tidak merasa bahagia sama sekali. Mungkin sedikit, ya, sangat sedikit hingga tak bisa ku gambarkan dalam wajahku.

Padahal, momen ini adalah yang paling ku nanti selama lima tahun pernihakan dengan mas Amar. Tapi, kenyataan pahit itu membuat kabar bahagia ini kehilangan rasa. Hambar dan aki cenderung tak menyambutnya dengan rasa suka.

"Alhamdulillah, akhirnya kamu hamil, Salma."

Mas Amar bangkit dari duduknya dan nyaria memelukku jika saja tanganku tak dengan cepat menepis dan tubuhku yang bergerak menjauh. Bidan Siska yang duduk di hadapanku tersenyum kikuk. Mungkin ia merasa heran dengan reaksiku.

"Selamat, ya, Mbak Salma. Mbak Salma positif mengandung. Saya bahkan sudah bisa merabanya di perut Mbak Salma. Untuk menentukan usianya, saya harus tahu kapan terakhir kali Mbak Salma haid? Hari pertama keluar darah di haid terakhir."

Bidan Salma mengeluarkan buku

berwarna merah muda dengan gambar seorang laki-laki dan perempuan yang sedang mengandung dan menggandeng seorang bocah perempuan. Mungkin itu yang biasa orang-orang sebut sebagai 'buku pink'.

"Saya lupa, Bu Bidan. Sayah hanya ingat bulannya saja. Bulan Nopember."

Bidan Siska terlihat menulis di buku berwarna merah muda tersebut setelah mengutak-atik benda berbentuk seperti cakram yang aku sendiri tak tahu benda apa itu.

"Baik, Mbak. Sesuai perkiraan dari HPHT atau hari pertama haid terakhir, HPL atau hari perkiraan lahirnya yaitu bulan Agustus tahun ini. Jadi, sekarang usianya sudah sekitar tiga bulan. Kalau Mbak Salma ini lebih akurat lagi, Mbak Salma bisa

langsung ke dokter kandungan untuk melakukan USG."

"Baik, Bu."

Terdengar seperti suara hentakan kaki, aku sedikit menoleh dan rupanya itu suara kaki Ayu yang dihentakkan kasar ke atas lantai sebelum ia berlalu dari sana. Mas Amar tanpa memikirkan perasaanku, ia justru memilih untuk mengejar Ayu yang

sedang merajuk.

"Ini, Bu. Garis dua," ucapku datar. Entah kenapa, aku tidak merasa bahagia sama sekali. Mungkin sedikit, ya, sangat sedikit hingga tak bisa ku gambarkan dalam wajahku.

Padahal, momen ini adalah yang paling ku nanti selama lima tahun pernihakan dengan mas Amar. Tapi, kenyataan pahit itu membuat kabar bahagia ini kehilangan rasa. Hambar dan aki cenderung tak menyambutnya dengan rasa suka.

"Alhamdulillah, akhirnya kamu hamil, Salma."

Mas Amar bangkit dari duduknya dan nyaria memelukku jika saja tanganku tak dengan cepat menepis dan tubuhku yang bergerak menjauh. Bidan Siska yang duduk di hadapanku tersenyum kikuk. Mungkin ia merasa heran dengan reaksiku.

"Selamat, ya, Mbak Salma. Mbak Salma positif mengandung. Saya bahkan sudah bisa merabanya di perut Mbak Salma. Untuk menentukan usianya, saya harus tahu kapan terakhir kali Mbak Salma haid? Hari pertama keluar darah di haid terakhir."

Bidan Salma mengeluarkan buku berwarna merah muda dengan gambar seorang laki-laki dan perempuan yang sedang mengandung dan menggandeng seorang bocah perempuan. Mungkin itu yang biasa orang-orang sebut sebagai 'buku pink'.

"Saya lupa, Bu Bidan. Sayah hanya ingat bulannya saja. Bulan Nopember."

Bidan Siska terlihat menulis di buku berwarna merah muda tersebut setelah mengutak-atik benda berbentuk seperti cakram yang aku sendiri tak tahu benda apa itu.

"Baik, Mbak. Sesuai perkiraan dari HPHT atau hari pertama haid terakhir, HPL atau hari perkiraan lahirnya yaitu bulan Agustus tahun ini. Jadi, sekarang usianya sudah sekitar tiga bulan. Kalau Mbak Salma ini lebih akurat lagi, Mbak Salma bisa langsung ke dokter kandungan untuk melakukan USG."

"Baik, Bu."

"Maaf, Mbak Salma. Itu Ayu adiknya Mbak Salma, kan? Kenapa terlihat dekat sekali dengan suaminya Mbak Salma?"

Aku bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin aku mengumbar aib rumah tanggaku sendiri disini, di kampungku sendiri. Apa nanti kata orang-orang kalau tahu Ayu selingkuh dengan kakak iparnya sendiri. Tentu bukan hanya Ayu yang malu, melainkan aku dan juga ibu.

Mengingat ibu, hatiku kembali terasa ngilu. Kenapa selama ini ibu tidak jujur dengan statusku. Kalaupun aku tahu, tidak mungkin juga aku akan meninggalkan ibu yang sudah merawatku sejak aku masih bayi merah. Tentu aku akan tetap berbakti padanya.

"Emm, itu, Bu. Ayu selama di kuliah di kota, kan, memang tinggal di rumah saya. Jadi, mereka memang sudah akrab seperti saudara sendiri."

"Sebelumnya maaf, ya, Mbak. Tapi, gak baik lho kalau kita yang sudah berkeluarga tinggal bareng saudara ipar. Apalagi iparnya masih bujangan. Takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan."

Aku tersenyum canggung. Tak ku balas ucapannya. Bidan Siska kembali menuliskan entah apa di buku catatan besarnya. Setelah itu berdiri untuk mengambil obat di lemari besar tempat khusus penyimpanan obat.

"Ini ada tablet tambah darah. Tolong dihabiskan ya, Mbak."

Bidan Siska menyerahkan buku pink beserta satu strip tablet tambah darah. Tak ingin berlama-lama disana, aku segera keluar. Rupanya, Ayu dan mas Amar masih di depan. Sepertinya Ayu benar-benar merajuk. Aku memutuskan untuk diam di belakang mereka yang sedang membicarakan sesuatu.

"Kalau dia beneran hamil, berarti kamu gak jadi cerai dong, Mas, sama dia."

Bisa ku lihat bibirnya yang mengerucut sebal. Rasanya ingin ku ikat dengan karet gelang moncong adikku itu.

"Ya, kan, Mas juga gak bilang mau cerai sama Salma. Mas gak bisa, Yu."

"Kenapa, sih? Katanya kamu cinta sama aku. Aku udah ngasih kamu apa yang kamu harap-harapkan dari Mbak Salma, lho. Ini udah ada anak kami disini," ucap Ayu sembari mengusap perutnya yang masih rata.

"Tapi, sekarang Salma juga sudah hamil anak aku. Gimana, dong?"

"Tanpa kamu ceraikan, aku yang akan lebih dulu menggugat kamu, Mas," ucapku menghampiri keduanya. Mas Amar sedikit terkejut dengan kehadiranku.

"S-salma? Tapi, Sal. Kamu lagi hamil sekarang, kita gak bisa cerai, lho. Aku juga cinta mati sama kamu."

"Mas!" Sentak Ayu. Sepertinya ia tidak terima jika mas Amar mengaku masih mencintaiku.

"Cinta mati tapi selingkuh. Kamu mau mati di tanganku?"

Aku mendelik dan mas Amar terlihat menelan ludahnya susah payah. Tak ku hiraukan dua manusia itu, ku rebut kunci mobil di tangan mas Amar dan segera masuk ke dalam mobil. Pusinhku sudah jauh berkurang. Mengendarai mobil ini sampai rumah ibu rasanya tak begitu susah.

"Heh, Mbak, tunggu! Kamu mau ninggalin kami disini?" teriak Ayu yang sadar jika pintu mobil sudah ku kunci dan roda kendaraan ini mulai meninggalkan pekarangan rumah bidan Siska.

"Maaf, Ayu. Tapi aku tidak sudi berada satu mobil dengan manusia-manusia bejat macam kalian. Rumah ibu hanya berjarak satu kilo meter dari sini. Jalan kaki tidak akan membuatmu pingsan," ucapku sebelum benar-benar meninggalkan mereka berdua.

Suara Ayu masih terdengar tapi tak ku pedulikan. Jika saja tadi aku tidak dalam kondisi pingsan, aku juga tidak sudi mereka membawa tubuhku ke tempat ini.

"Dasar jahat, gak punya hati! Aku ini

sedang hamil, ku sumpahi mobilmu itu nabrak pohon sekalian!" teriak Ayu dan Amar segera menutup mulut selingkuhannya dengan tangannya yang besar.

"Kamu ini apa-apaan, sih, Mas?!"

"Kamu jangan teriak-teriak gitu, dong. Kalau kedengeran orang gimana? Orang-orang kampung sini kan tahunya kamu masih kuliah, Yu."

Ayu tertegun sejenak. Karena rasa kesal pada sang kakak, ia tidak sadar sudah membuka aibnya sendiri. Untung saja tidak ada orang lain disana, kecuali bidan Siska yang rupanya masih penasaran dengan keluarga Salma dan berdiri tak jauh dari pintu agar bisa melihat apa yang terjadi di

depan rumahnya.

"Ooh, jadi si Ayu hamil. Jangan-jangan, benar dugaanku kalau Ayu ada main sama suaminya mbak salma.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 82 Ungkapan Cinga

    Salma terus meremat tangannya sendiri saat ia menunggu hasil dari pemeriksaan dokter terhadap Rega di dalam sana. Salma sangat khawatir saat tadi ia mendapati Rega pingsan di dalam mobil.Seketika ia berteriak meminta tolong pada beberapa warga yang kebetulan lewat. Karena semua pintu mobil sudah terkunci dari dalam, Salma terpaksa meminta para warga untuk memecahkan kaca jendela. Biar, nanti ia yang akan menanggung semua kerusakannya."Gimana, Dok? Apa keadaannya parah?" tanya Salma saat seorang dokter keluar dari bilik tempat Rega ditangani."Kami harus memastikannya lebih dulu. Untuk itu, dokter Rega akan dirawat di rumah sakit ini untuk beberapa hari ke depan. Benturan di kepalanya sepertinya cukup keras hingga dia kehilangan cukup banyak darah. Beruntung stok darah yang dibutuhkan saat ini sedang tersedia. Dia juga akan menjalani beberapa pemeriksaan untuk mengetahui apakah benturan itu membuatnya mengalami luka dalam."Penjelasan dari dokter

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 81 Ada apa dengan rega

    Salma memutuskan untuk pulang dan menunda menjual mobilnya. Suasana hatinya sedang tak baik. Rega yang merasa khawatir akhirnya memaksa Salma untuk ikut bersama mobilnya. Ia menyuruh sopir pribadi sang mama untuk mengambil mobil Salma dan mengantarnya ke rumah Salma."Kamu yakin gak apa-apa?" tanya Rega lagi saat melihat Salma tengah memijat pelipisnya."Gak apa-apa, Mas," jawab Salma datar. Ia hanya ingin segera sampai di rumah.Tak sampai seperempat jam, mobil Rega sudah memasuki area pekarangan rumah Salma. Salma buru-buru membuka pintu. Begitu pula dengan Rega yang buru-buru keluar karena ingin membukakan pintu untuk Salma."Salma!" pekik Rega saat Salma nyaris ambruk ketika turun dari mobil.Kesadarannya masih ada dan Rega hanya memapahnya menuju ke dalam rumah. Rega mendudukkan Salma pada sofa panjang di ruang tamunya."Bentar, ya. Aku mau ambil peralatan dulu di mobil.Salma hanya mengangguk. Kepalanya tiba-tiba p

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 80 Perdebatan Antar Saudara

    Suara Maya yang menggelegar mengundang atensi para pengunjung yang ada di dalam showroom tersebut. Haris kelabakan saat melihat kakaknya membuat keributan di tempatnya."Mbak Maya, jangan bikin ribut disini, Mbak!" tegur Haris yang merasa tak enak dengan para pengunjung.Maya menyentak tangan Haris yang berusaha menenangkannya. Ia menatap Haris dan Salma bergantian. Salma sendiri masih terdiam. Bingung harus menanggapi Maya seperti apa."Kamu mau bela dia, Ris? Kamu mau bela orang yang mau manfaatin mama?""Gak ada yang mau belas siapapun, Mbak. Aku cuma gak mau Mbak Maya dilihatin banyak orang kaya gini. Malu, mbak!"Maya baru sadar dengan apa yang ia lakukan. Setelahnya, ia menatap bengis ke arah Salma."Kamu, ayo ikut aku masuk ke ruangan Haris. Ada yang ingin aku bicarakan!" tukas Maya seraya meninggalkan Salma dan Haris yang masih mematung di tempat."Maya?" Maya menghentikan langkahnya saat Rega yang memang mengena

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 79 jual beli mobil

    "Pokoknya aku gak mau tahu ya, Mas. Ganti uang itu!" bentak Ayu pada Amar yang kini sudah kembali masuk ke dalam rumah."Berisik banget sih, Yu! Uang yang kita pinjam dari bos Danu juga dipake buat nebus kamu ke temen kamu terus sisanya buat kamu belanja-belanja. Ya udah seharusnya kalau kamu punya uang kamu yang bayar utangnya."Ayu masih tetap tidak terima. Padahal, rencananya uang itu akan ia gunakan untuk membeli barang-barang pribadi miliknya."Dasar suami kere, gak guna! Nyesel aku mau jadi selingkuhanmu!" bentak Ayu tepat di depan wajah Amar.Ayu terkejut saat Amar melempar tatapam tajam ke arahnya. Kilat marah terlihat jelas di kedua bola mata sekelam malam tersebut. Amar mengayunkan langkah perlahan menuju ke arah Ayu.Tiba-tiba saja Ayu merinding. Belum pernah ia mendapati Amat menatapnya sedemikian tajam. Suara gemeretak dari tulang jemari Amar ketika ia mengepalkan tangan membuat Ayu bergerak mundur karena merasa terancam.

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 78 Penolakan Maya

    Maya tertawa hingga mengundang raut wajah kebingungan dari bu Anis."Mama ini lagi becanda, ya? Gak lucu tahu, Ma. Adik Maya, kan, cuma Haris," ucap Maya masih dengan tawa yang menguar dari bibirnya."Mungkin kamu tidak ingat, May. Karena memang sedari Mama melahirkan dia, dia sama sekali tak pernah bertemu denganmu. Kamu masih berumur tiga tahun, jelas saja jika kamu tidak ingat bahwa pernah menantikan kehadirannya."Bu Anis berucap dengan raut wajah serius. Maya menatap lekat manik sang mama. Jelas tidak ada kebohongan disana. Hal itu pun membuat Maya seketika terdiam. Entah kenapa, ia tak bisa menerima hal itu jika memang yang dikatakan oleh mamanya adalah sebuah kebenaran."Enggak! Mama pasti bohong. Adik aku cuma Haris, Ma! Cuma Haris!"Maya bangkit dari duduknya lalu beranjak menuju kamarnya. Pintunya sedikit dibanting saat ia menutupnya. Bu Anis maklum dengan sikap yang ditunjukkan oleh Maya.Sama halnya dengan Salma, Maya

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 77 Rumah Mewah

    Bu Asih berdiri, menatap kesal ke arah Salma yang menurutnya sangat tidak sopan. Sesekali melirik amplop cokelat yang terlihat tebal itu. Tentu ia tertarik, tapi melihat cara Salma, ia menjadi sebal."Kamu punya sopan santun gak sih, Sal? Udah dididik malah kurang ajar!""Maaf, Bu. Aku juga gak akan gini kalau Ibu gak memulainya. Aku sudah tahu semuanya, tentang siapa ibu kandungku. Meski saat ini aku belum bisa menerima sepenuhnya kenyataan yang ada, tapi aku tidak akan membiarkan jika Ibu atau Ayu ingin menghasutku, mengatakan hal yang tidak-tidak tentang bu Anis apalagi sampai Ibumemerasnya."Mata bu Asih membola, bagaimana bisa Salma mengetahui rencananya itu. Ia tahu Salma telah berubah. Anak itu tidak akan main-main dengan ucapannya."Kamu ngomong apa sih, Sal? Jangan ngaco kamu! Aku tidak ingin menghasut siapa-siapa. Aku hanya ingin kamu tahu jika ibu kandungmu itu tak lebih baik dari aku. Dia yang sudah memberikanmu padaku. Dan j

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status