Terlihat pergerakan formasi bintang yang masih belum sempurna, hal ini membuat Jaquer menggelengkan kepala. Ujung formasi terlihat begitu kasar gerakannya sehingga hanya sekali hentak pedang di tangan mental meninggalkan sebuah tendangan yang tidak berujung.
"Hah, hanya segini ujung formasi kalian!" "Jangan kira semua langsung hancur, Bangsat. Maju kalian, perkuat samping dan berputar!" Kai berteriak memberi perintah. Seketika formasi kembali terbentuk dan kali ini terlihat makin kuat dengan berganti ujung tombaknya. Jaquer terpana. "Bagaimana bisa secepat itu?" Namun, belum sempat Jaquer bereaksi sebuah tombak melayang ke arahnya. Untung sensor tubuhnya bergerak cepat hanya menekuk tubuhnya ke samping kanan tombak itu lolos begitu saja. Terlepas dari ujung tombak sebuah tendangan datang dari arah yang tidak terduga membuat Jaquer segera melompat membuat tubuhnya melayang di udara. Formasi terus bergerak aktif membentuk ke atas mengejar langkah Jaquer. Kali ini otak Jaquer bergerak dan berpikir cepat untuk menghancurkan formasi tersebut. Dia masih melayang di udara melihat pergerakan setiap personil formasi hingga pandangannya menemukan celah yang cukup bagus meskipun kemungkinannya terbilang sempit. "Kali ini jangan harap kau bisa lolos, Jaquer!" Hentak Kai. Secepat kilat Kai melayangkan beberapa pukulan dan serangan pedang yang bertubi-tubi. Disusul oleh formasi dari segala arah hingga membuat Jaquer terlihat sedikit terteter. "Haha, hanya segini kekuatan kalian. Ini masih dibawah standart serangku!" Hinaan dari mulut Jaquer membuat Kai naik darah, dia semakin muak akan kesombongan yang diperlihatkan lawannya. Kedua Rapak tangannya mencengkeram erat gagang pedang miliknya. Merasa kekuatannya mulai terkumpul, segera ujung pedang diayunkan ke arah Jaquer bersamaan dengan ujung tombak personal formasi. Selarik sinar merah meluncur jelas berbentuk pedang panjang ke arah Jaquer. Melihat hal itu, maka Jaquer menerima sinar tersebut dengan pedang miliknya. Bunyi pertemuan keduanya mampu menggetarkan tanah dan seolah udara ikut berhenti bertiup. Tubuh ayah dan keluarga Meilani terpental ke belakang. Begitu juga dengan personal formasi. "Host, host!" Napas Kai dan Domain saling berkejaran. Keduanya menatap sosok Jaquer tanpa kedip. Mereka tidak percaya dengan apa yang terlihat nyata di depan. Sosok tersebut masih berdiri kokoh tanpa sedikitpun kelelahan. "Sudah sejauh ini, kalian masih belum mampu untuk kalahkan aku. Seperti dugaanku, kalian belum pantas untuk menghina aku dan keluarga." Jaquer berjalan santai menuju ke arah anak dan istrinya. Leonard tersenyum menyambut kedatangan sosok pria idoalnya itu. Dengan suara yang penuh kerinduan dan ceria, pria kecil itu berlari menyambut langkah Jaquer dengan merentangkan kedua lengan. "Weh, jagoan ayah!" Satu kali hentak tubuh kecil itu sudah berada dalam gendongan Jaquer. Dia melanjutkan langkahnya mengikis jarak dengan Meilani. Diraihnya jemari istrinya dan dikaitkan pada jemarinya. "Mari ikut aku pulang!" Meilani mengangguk dan melangkah sesuai gerak Jaquer. Semua mata hanya menatap bingung dengan kejadian hari itu. Namun, Richard seakan masih belum terima jika putrinya dibawa pergi oleh menantu sampahnya. Maka dengan gerak cepat diraihnya belati yang sejak tadi terselip di antara ikat pinggang miliknya Wuus. Slutsh! Belati itu tidak sampai ke sasaran, karena Jaquer sudah memperhitungkan jarak serang mereka ke tubuh anak istri. Dia cukup menarik tubuh istrinya dalam pelukan sehingga belati menemui ruang kosong. Menerima serangan balik yang curang membuat Jaquer kembali berbalik badan. Pandangannya menggelap ke arah ayah mertua. "Berani sekali serang aku, Pak Tua!" "Huh, siapa kau hingga aku tidak berani. Hanya menantu sampah." "Dia suamiku, Ayah. Mau apa lagi?" Kali ini Meilani pasang badan untuk suaminya saat sang ayah mulai mengangkat tombaknya. Richard menatap dingin pada putrinya yang mulai membangkang bahkan telah berani menaikkan volume suaranya saat berbicara dengannya. Jaquer menatap wajah istrinya yang memerah menahan emosi. Sangat terlihat jika Meilani sedang menurunkan volume luapan lahar dalam dada yang selama ini mungkin sudah dia tahan. Jaquer menghela napas kasar, dia mengusap punggung istrinya. Membantu agar emosi sang istri segera mereda. "Sebaiknya kita segera pergi, Meme!" "Pergi kemana, sedangkan kamu saja baru keluar dari pengasingan?" "Bukankah sebelum ke rumah sakit kemarin aku ada kasih kamu sebuah kartu, dimana kartu itu?" Meilani terhenyak kaget mendengar pertanyaan suaminya. Saat itu juga kepalanya menunduk dengan kedua tangan saling meremat. Terlihat jelas sorot kegelisahan di manik mata bening istrinya. Jaquer menyadari perubahan sikap sang istri. Dia tidak marah. Justru lengannya meraih bahu Meilani lembut dan direngkuh. "Sudah jangan pikirkan lagi." "Tapi, bukankah itu milik teman kamu, Jaquer. Bagaimana jika kartu itu dimintanya?"Belum sempat Jaquer bertanya lebih jauh, tiba-tiba angin bertiup kencang membawa aura yang berbeda.Tidak hanya angin yang berganti, beberapa desing pisau kecil terbang menuju ke arahnya membuat Jaquer bergerak cepat.Akan tetapi semua di luar kendalinya, salah satu pisau itu berhasil menancap pada dada kanan Meilani, dia hanya diam tanpa menoleh sedikitpun atau memanggil nama suaminya.Tubuh Meilani jatuh ke tanah tanpa daya, dadanya bersimbah darah. Aroma anyir menyeruak menyapa hidung Jaquer membuat pria itu seketika berlari mendekati tubuh itu."Mei, apa yang terjadi, katakan!"Meilani menatap Jaquer dengan senyum tersungging di bibir, dia mengerjap sesaat mengumpulkan seluruh kekuatannya yang tersisa.Jaquer masih mendekap kepala istrinya dan diam menatap datar pada sosok wanita itu. "Pergilah menjauh dari kota ini bawa serta putraku bersamamu sebelum berita ini menyebar!" Suara Meilani keluar sedikit tersendat.Jaquer termangu, "katakan padaku siapa yang menyetir otakmu, Mei, a
"Sudahlah, Tuan, semua hanya menyisakan luka buat apa selalu diingat," kata Xandria. "Kau tidak mengerti semua kisahku, Xandria." Jaquer berkata masih menatap bangunan tua dimana dia dulu menghabiskan malam. "Iya memang benar, saya tidak berada di sana saat itu, tetapi saya masih bisa merasakan kesakitan Tuan Jaquer sekian tahun itu." Xandria berkata dengan nada rendah.Xandria memahami apa yang dirasakan oleh atasannya itu, tetapi dia tidak mau menghakimi sang atasan. Semua baginya sudah kisah silam yang hanya pantas untuk dikenang dan ambil hikmahnya. "Apakah kau lupa saat kau meringkuk di tumpukan jerami dalam keadaan terburuk?"Xandria mengulum senyum tipis, "itu kisah lalu yang harus kulupa, Tuan. Saya harus bisa bangkit, menunjukkan pada mereka bahwa Xandria bisa hidup tanpa campur tangan mereka.""Tapi kenyataannya?"Xandria tersenyum lebih tepatnya berusaha tersenyum meskipun dalam hati luka itu masih ada, dia berjalan meninggalkan Jaquer yang berdiri di ujung jurang. Meli
Jaquer diam saja di punggung kuda putih, dia hanya memerhatikan pertempuran mereka. Setiap sabetan pedang datang ke arahnya, Jaquer hanya menghentakkan lengannya hingga muncul kilatan merah menangkis pedang itu. Kilatan merah terlihat nyata membuat Xio termangu. Apa yang tersirat selama ini dalam mimpinya terbukti sudah. "Maafkan sikapku, Tuan Xio. Ini terjadi secara mendadak," kata Jaquer. "Kau tidak salah, Jaquer. Semua sudah tersirat dalam mimpiku, jadi kali ini kau harus mau menjadi pemimpin klan naga."Untuk sesaat Jaquer terdiam, dia menjadi bingung dengan kalimat Xio. Namun, belum sempat semua terjadi kembali terjadi sabetan pedang yang datang tanpa bisa dihentikan lagi. Banyak anggota yang terluka, Xio membawa seratus anggota Klan Naga berkuda menyisakan sepuluh orang terpilih. "Awas, Tuan Xio!" Suara Jaquer terdengar pilu saat sabetan pedang menyentuh punggung Xio. Apa yang terjadi pada Xio membuat angota lainnya menjadi ciut nyali. Melihat semangat pasukan menurun, ma
Naga emas melesat menyerang Jaquer. Semburan api terus menekan dan menyudutkan pria itu hingga akhirnya tubuh Jaquer menempel pada dinding goa. Tubuh itu bergetar, tetapi Jaquer masih mampu menatap manik merah sang naga. "Atas kesalahan apa hingga kau menyeramgku, Naga?" "Kau telah membangunkan tidur panjangku. Aroma tubuhmu begitu membuatku gila."Jaquer terhenyak kaget, dia pun melangkah maju dengan tangan terulur. Seketika kepala sang Naga menunduk seakan dia memberi hormat. "Hai, sejak kapan kau menjadi penurut, Naga?"Lidah sang Naga terjulur dan mulai menjilat pipi Jaquer. "Akulah yang bersarang di punggungmu, Anak Muda. Segera datang ke bangunan tua barat laut goa ini.""Mengapa aku harus datang ke sana? Tubuhku masih lemah setelah dianiaya Angeli."Terdengar tawa menggelegar dengan kekuatan yang tidak biasa menyapa telinga Jaquer membuat pria itu segera menutup kedua telinganya. "Hentikan tawamu!"Seketika suara itu menghilang berganti dengan sosok pria tua berjenggot. "Buk
Jaquer memindai sekitarnya, dia merasakan adanya aliran tenaga berbeda dalam tubuhnya. Namun, dia masih bingung bagaimana cara menggunakan sumber tenaga itu. Cukup lama dia diam merasakan sebuah pergerakan yang membuat tubuhnya terasa panas dingin. Pandangannya terus berkelana mencari asal aliran tenaga itu, tetapi tidak ada petunjuk sedikit pun. "Apa kabar, Anak Muda!"Jaquer mendengar suara serak khas orang tua dan berilmu, tetapi tidak menemukan sosok itu. "Siapa Anda?""Nikmati apa yang aku beri padamu, setelah malam berjalanlah ke arah utara hingga kau temukan banguna tua. Di sanalah markasmu nanti!"Jaquer termangu mendengar kalimat panjang yang menjelaskan sesuatu yang cukup menarik baginya. Otaknya berputar memahami semua dan merasakan suhu pada tubuhnya. Lambat laun, punggungnya terasa terbakar dan seakan ada benda dingin berjalan di sepanjang punggung. Tangan Jaquer terulur mencoba meraba punggungnya, tetapi tidak menemukan apapun. "Aneh!"Lalu tubuhnya terasa makin dingi
"Simpan semua bukti ini dengan baik, Xandria. Aku ingin kau tetap diam dan memantau semua pergerakan Angeli!""Baik, Tuan. Lalu bagaimana dengan Tuan Muda yang sering bepergian sendiri?"Jaquer terdiam, ujung jarinya mengetuk meja beberapa kali hingga akhirnya dia menatap serius pada bawahannya itu. "Untuk sementara biarkan saja dulu, Angeli tidak akan berbuat lebih."Alexandria mengangguk, setelahnya dia pamit melanjutkan pekerjaan lainnya. Sepeninggalnya Alexandria, Jaquer menghela napas panjang. Pikirannya menerawang jauh pada masa silam dimana dia awal mula dibuang ke sekte Bulan Sabit. "Aku jual ini anak, Tuan Jordan." Seorang pria berkata pada ketua Sekte Bulan Sabit. "Siapa pria ini dan berapa harga yang kau inginkan, Hurt?"Jaquer yang dilempar oleh Richard Hurt hanya meringkuk tanpa daya. Semua yang terjadi pada dirinya membuatnya harus diam memendam setiap penghinaan yang ditujukan mereka padanya. "Aku ingin sebidang tanah di Dubai, juga kemakmuran tanpa batas." Kalimat