Beranda / Romansa / Di Antara Dua Dunia / Bab 6: Ujian Dalam Kegelapan

Share

Bab 6: Ujian Dalam Kegelapan

Penulis: Founna Math
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-20 14:00:00

Perjalanan mereka semakin terasa menegangkan dan penuh tekanan seiring dengan berjalannya waktu yang terasa begitu lambat dan penuh misteri. Haneul, yang sebelumnya hanyalah seorang gadis sederhana dari desa kecil dengan kehidupan yang damai, kini dihadapkan pada kenyataan besar yang mengguncang dunia kecilnya. Ia tahu bahwa dirinya memegang peran penting dalam sebuah misi yang belum sepenuhnya ia pahami, sebuah tanggung jawab yang berat dan tidak bisa ia abaikan begitu saja. Perasaan aneh yang menyeruak di dalam dirinya setelah kejadian luar biasa di hutan terus menghantui benaknya. Cahaya terang yang tiba-tiba muncul dari tangannya, energi luar biasa yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya, kini menjadi tanda tanya besar yang membuatnya sulit tidur. Apa arti kekuatan itu? Mengapa kekuatan tersebut muncul dalam dirinya dan bukan orang lain? Dan, yang paling menakutkan, bagaimana ia bisa mengendalikannya saat menghadapi bahaya besar yang sudah menunggu di masa depan? Pertanyaan-pertanyaan ini terus berputar dalam pikirannya, menambah beban emosional yang sudah berat.

Mira dan Jaewon, meskipun terlihat tenang dan percaya diri di permukaan, tampak menyembunyikan kekhawatiran mereka sendiri yang cukup mendalam. Haneul dapat melihat bahwa setelah insiden tersebut, keduanya menjadi lebih pendiam, seolah-olah pikiran mereka terfokus pada sesuatu yang berat dan penuh misteri. Tatapan mereka sering kali mengarah jauh ke depan, seolah mengantisipasi bahaya yang mungkin muncul kapan saja tanpa peringatan. Meskipun mereka tidak mengungkapkan rasa cemas itu secara verbal, Haneul dapat merasakannya melalui gerakan-gerakan kecil dan kebisuan yang tidak biasa. Namun, ketegangan itu tidak mematahkan tekad mereka sedikit pun untuk melindungi Haneul dan memastikan bahwa perjalanan ini tetap berjalan sesuai rencana. Mereka memiliki tujuan yang jelas, yaitu mencapai sebuah gua kuno di kaki Gunung Celestial, tempat yang dikatakan sebagai kunci untuk memahami potensi kekuatan Haneul. Namun, perjalanan menuju gua itu penuh dengan tantangan yang terasa semakin berat di setiap langkah mereka.

Saat mereka melangkah lebih jauh ke dalam hutan yang semakin gelap, suasana sekitar berubah drastis menjadi semakin menekan. Hutan yang tadinya tampak biasa kini seperti menjelma menjadi labirin misterius yang penuh rahasia gelap. Pohon-pohon besar dengan batang kokoh berdiri tegak seperti penjaga yang bisu, cabang-cabangnya menjalin atap alami yang menghalangi cahaya matahari untuk menembus. Bayangan panjang yang tercipta oleh dahan dan daun-daun lebat menciptakan pola aneh di tanah, seolah-olah ada mata yang terus mengintai dari segala arah. Aroma lembap tanah bercampur dengan daun-daun kering yang mulai membusuk memenuhi udara, menciptakan atmosfer yang semakin mencekam dan membuat Haneul merasa sesak. Ia mencoba menenangkan dirinya dengan menarik napas dalam-dalam, tetapi desiran angin dingin yang tiba-tiba menyentuh kulitnya seperti membawa peringatan akan bahaya yang tidak terlihat.

Tiba-tiba, suara gemerisik dari arah semak-semak memecah keheningan yang terasa hampir menyiksa. Semua orang langsung berhenti, tubuh mereka menegang dalam sikap siaga penuh. Mata Haneul membesar saat ia mencoba mencari sumber suara itu dengan panik. Bayangan gelap bergerak cepat di antara pepohonan, menciptakan rasa cemas yang menusuk hatinya seperti jarum tajam. Detak jantung Haneul semakin cepat, berdebar kencang seperti genderang perang, dan ia merasa bahwa sesuatu yang besar dan berbahaya sedang mengintai mereka dari kejauhan. Ini bukan sekadar suara biasa dari hewan liar atau angin yang menerpa dedaunan. Ia tahu, seperti halnya Mira dan Jaewon, bahwa bahaya kini benar-benar berada di sekitar mereka, menunggu saat yang tepat untuk menyerang.

Mira, yang berjalan di depan dengan penuh kewaspadaan, segera memegang tongkat kayunya lebih erat. Cahaya lembut dari tongkat itu mulai bersinar lebih terang, seolah-olah merespons energi gelap yang mendekat dengan cepat. Wajahnya yang biasanya tenang kini menunjukkan ekspresi serius, penuh konsentrasi. "Kita harus berhati-hati," bisiknya dengan nada rendah namun tegas. "Ada sesuatu di sini. Aku tidak bisa memastikan apa itu, tapi aku yakin kita sedang diawasi dengan sangat dekat." Ucapannya membuat suasana semakin tegang, dan Haneul merasa tubuhnya mulai gemetar. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi setiap serat di tubuhnya memperingatkan bahwa ini adalah ancaman yang nyata.

Jaewon, yang selalu penuh kewaspadaan dan memiliki insting tajam, menarik pedangnya dengan gerakan pelan namun pasti. Suara gesekan logam pedang terdengar samar, tetapi cukup untuk memberikan rasa aman bagi Haneul. "Haneul, tetap di belakang kami," katanya dengan nada tegas namun lembut, seperti seorang kakak yang melindungi adiknya. "Apa pun yang terjadi, jangan bergerak terlalu jauh dari kami. Kami akan melindungimu apa pun yang terjadi." Matanya tajam mengamati setiap sudut hutan, seolah mampu melihat melalui kegelapan. Dalam hatinya, ia tahu bahwa bahaya ini tidak akan mudah diatasi, tetapi ia tidak akan membiarkan rasa takut menguasainya.

Namun, Haneul tidak bisa mengabaikan rasa takut yang perlahan menguasai dirinya, merambat seperti kabut dingin yang membekukan keberanian. Ia mencoba untuk tetap tenang, tetapi bayangan dari kejadian sebelumnya di hutan masih segar di pikirannya, menghantui setiap langkahnya. Ia teringat akan suara lembut yang muncul dari dalam dirinya, yang memberinya dorongan untuk mengeluarkan kekuatan misterius itu. Kini, suara tersebut kembali terdengar, memberikan bisikan lembut yang menenangkan, seperti sebuah pelukan hangat di tengah malam yang dingin. "Percayalah pada kekuatanmu, Haneul. Kau memiliki potensi besar di dalam dirimu. Jangan takut untuk menggunakannya. Dunia membutuhkanmu."

Saat itu, makhluk gelap muncul dari balik pepohonan seperti bayangan yang menjelma menjadi nyata. Sosoknya besar, dengan tubuh yang tampak seperti kabut hitam yang bergerak hidup, dan mata merah menyala yang memancarkan kebencian mendalam. Makhluk itu mendesis dengan suara serak yang menakutkan, seperti bisikan ribuan suara yang saling bersahutan. Kehadirannya membuat udara di sekitar menjadi dingin, hampir membekukan, dan bahkan langkah kecilnya membuat tanah bergetar seperti ada sesuatu yang sangat besar mendekat.

Mira segera mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi, mengucapkan mantra dalam bahasa kuno yang tidak dimengerti oleh Haneul. Cahaya dari tongkatnya menjadi semakin terang, menciptakan lingkaran perlindungan di sekitar mereka yang memancarkan kehangatan di tengah kegelapan. "Ini akan menahan serangannya untuk sementara waktu," katanya dengan nada tegas dan penuh otoritas. "Tapi kita harus bertindak cepat. Makhluk ini tidak akan mundur begitu saja, dan energi gelapnya sangat kuat." Ucapannya menjadi pengingat bahwa waktu mereka sangat terbatas, dan mereka harus bertindak dengan cepat dan hati-hati.

Jaewon maju dengan penuh keberanian, pedangnya berkilauan dalam cahaya yang dipancarkan oleh tongkat Mira. "Haneul, tetap di sini," katanya sambil menatapnya dengan serius dan penuh tanggung jawab. "Aku dan Mira akan mencoba melemahkannya. Jika kau merasa siap, gunakan kekuatanmu. Kami percaya padamu." Kata-katanya penuh kepercayaan, meskipun situasinya sangat menegangkan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 61: Tanah yang Tidak Pernah Dijanjikan

    Bab 61: Tanah yang Tidak Pernah Dijanjikan Udara di sekitar Retakan Timur terasa lebih tipis dari biasanya. Bahkan angin pun seakan enggan mendekat, menghormati batas yang memisahkan realitas. Cahaya biru lembut berdenyut di antara dua lapisan dimensi, menciptakan gema aneh, seperti napas panjang dari entitas tak terlihat. Dunia Antara… bukan lagi sekadar batas. Ia hidup, bernapas, dan bereaksi. Seo Haneul berdiri di ambang jurang, jubah ungu tua berkibar perlahan. Di belakangnya, para penjaga sihir dan ilmuwan Seowon bersiaga dengan alat pemantau dan artefak pelindung. Namun hanya satu yang menemani langkahnya: Hamin. "Aku tahu aku berjanji akan menunggumu," kata Hamin, memeriksa sarung tangannya yang dilapisi pelindung dimensi. "Tapi aku tak bisa tinggal diam saat kau melangkah ke tempat yang bahkan waktu pun enggan menyentuh." Haneul tersenyum tipis. "Dan aku tahu aku tak bisa mencegahmu." Jaewon mendekat, menyerahkan kristal se

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 60: Gerbang yang Tak Pernah Sepi

    Bab 60: Gerbang yang Tak Pernah SepiUdara di sekitar Retakan Timur menipis. Bahkan angin pun enggan menyentuh batas yang membelah kenyataan. Cahaya biru lembut bergetar di antara dua lapisan dimensi, menciptakan gema aneh seperti napas panjang dari makhluk yang belum terlihat. Dunia Antara… tidak lagi sekadar batas. Ia hidup. Ia merespons.Seo Haneul berdiri di tepi celah itu, jubah ungu-kelamnya berkibar pelan. Di belakangnya, para penjaga sihir dan ilmuwan dari Seowon menunggu dengan perangkat pemantau dan artefak pelindung. Namun hanya satu yang melangkah bersamanya: Hamin.“Aku tahu aku berjanji akan menunggumu,” kata Hamin sambil memeriksa sarung tangannya yang berlapis pembungkus dimensi. “Tapi aku tak bisa diam saja jika kau masuk ke tempat yang bahkan waktu pun enggan menyentuhnya.”Haneul menatapnya, tersenyum kecil. “Dan aku tahu aku tak bisa mencegahmu.”Jaewon mendekat, menyer

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 59: Saat Batas Menyatu

    Bab 59: Saat Batas Menyatu Langit Aeloria kini terbentang tanpa batas: tidak lagi terbelah oleh sihir dan teknologi, tidak lagi dipagari oleh dogma atau dendam. Setelah penyatuan Menara Ketiga, udara di antara dunia terasa berbeda—lebih berat, lebih hidup. Tapi juga rapuh, seperti benang cahaya yang masih menunggu untuk dijalin agar tak tercerai kembali.Di puncak menara, Seo Haneul berdiri membisu. Angin baru menyapu rambutnya, membawa aroma tanah Arangyeon dan logam dingin dari kota Seowon. Dunia telah berubah. Namun dirinya… belum sepenuhnya utuh.“Kau terlihat seperti orang yang baru dilahirkan kembali,” ujar Jaewon dari belakang, suaranya rendah.Haneul menoleh, senyum tipis menghiasi wajah letihnya. “Aku merasa seperti itu. Tapi juga seperti... seseorang yang baru saja kehilangan sesuatu yang tak bisa dijelaskan.”Jaewon berjalan mendekat, menatap hamparan langit yang kini bersih dari pet

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 58: Dua Jiwa di Satu Langit

    Bab 58: Dua Jiwa di Satu LangitLangit Aeloria terbuka perlahan seperti kelopak bunga yang kehilangan warna. Di tengah pusaran cahaya dan bayangan, Haneul berdiri berdampingan dengan Hamin—jiwa kembar yang terpisah dunia, namun menyatu oleh takdir. Di antara mereka, seberkas cahaya berdenyut perlahan, seolah menjadi jembatan dari seluruh kemungkinan masa depan yang belum dipilih.Bayangan dari dunia yang gagal masih menggantung di udara. Ia tak memiliki bentuk tetap, matanya kosong namun memancarkan rasa kehilangan yang mendalam. Sosok itu bukan sekadar musuh—ia adalah sisa dari harapan yang gagal, jiwa yang terlambat memilih.“Kalian datang terlalu jauh,” suara itu bergema, retak dan tajam. “Kalian berpikir cinta dan pengorbanan bisa menebus dunia? Tidak ada yang bisa menghapus apa yang telah hancur.”Hamin melangkah maju. Suaranya rendah, tetapi mengandung kekuatan yang baru ia temukan dalam dirinya.

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 57: Cermin dari Dunia yang Gagal

    Bab 57: Cermin dari Dunia yang Gagal“Setiap pilihan yang tidak diambil tetap hidup, sebagai bayangan dari keputusan yang telah dibuat. Dan di dalam bayangan itu, dunia terus bernapas—dalam kehancuran yang tak pernah terjadi.”Gelap. Bukan malam, bukan kehampaan, tapi kegelapan yang basah, padat, dan berat. Ketika Haneul membuka matanya, ia tahu bahwa ini bukan Aeloria. Udara terasa pahit. Tanah yang dipijaknya seperti abu. Langit di atasnya retak, memancarkan kilatan merah dari celahnya, seolah langit sendiri menahan tangis yang tak bisa ditumpahkan.Ia berdiri di tengah kota. Atau yang dulunya kota.Gedung-gedung runtuh, ditelan akar logam dan api. Jalan-jalan penuh puing dan potongan peradaban: buku-buku terbakar setengah, robot penjaga yang membeku dalam posisi seperti berdoa, dan... sumpah-sumpah yang tertulis pada kelopak pohon kini berubah menjadi abu hitam.Di tengah reruntuhan, berdiri s

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 56: Tanda dari Langit Merah

    Bab 56: Tanda dari Langit Merah“Kebebasan adalah cahaya pertama yang dibutuhkan dunia. Tapi yang kedua adalah ujian: apakah cahaya itu cukup untuk bertahan di tengah kegelapan yang datang tanpa alasan.”Langit Aeloria pagi itu tidak seperti biasanya. Bukan karena warnanya—tetap biru lembut dengan semburat keemasan—melainkan karena keheningan yang turun begitu pekat, seolah alam sedang menahan napas. Di barat, kabut menggantung di antara pepohonan tinggi hutan Qairan, dan di tengahnya… berdiri sesuatu yang belum pernah dilihat siapa pun.Kristal merah gelap.Menancap di tengah padang, tertanam dalam tanah, dan berdenyut perlahan seolah memiliki detak jantungnya sendiri.“Dari langit semalam,” gumam Mira, saat ia berdiri bersama Haneul, Hamin, dan Jaewon di perbatasan hutan. “Itu bukan bintang. Bukan benda langit. Rasanya… seperti pesan.”“Bukan hany

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status