Sonya yang sedang asik membaca bukunya di meja makan kaget saat mendengar dering ponselnya, dengan malas ia mengambil ponsel dan mendapati Lidya menelepon dirinya. Senyuman merekah di bibir Sonya saat melihat nama Lidya di ponselnya, dengan cepat ia mengangkat teleponnya, "Hai ... apa kabar.""Hahaha ... apa sih, apa kabarnya nggak banget," kekeh Lidya saat mendengar nada suara Sonya. "Abis, mau nyebut apa?" tanya Sonya sambil menutup bukunya dan berjalan ke arah sofa, sepertinya ia akan banyak berbicara dengan Lidya. Mereka butuh berghibah, dan berbicara mengenai banyak hal."Hmm ... Sonya, aku mau ngasih tahu kamu sesuatu," bisik Lidya seolah takut ada yang mendengar perkataannya dengan Sonya."Apa? Kamu mau bilang apa? Kenapa harus bisik-bisik, sih? Dan kebetulan aku juga ada yang harus aku bilang ke kamu," ucap Sonya bersemangat karena dia ingin mengangetkan Lidya dengan rencan pernikahan dirinya dan Awan yang akan dilangsungkan bulan depan.Ayolah ... siapa yang tidak akan kage
"Sudah tidak ada lagi yang harus saya urus hari ini?" tanya Sonya pada Surya yang saat ini sedang melihat map rekam medisnya."Nggak ada, Dok, nanti kalau ada apa-apa suster kepala ruang bedah yang bakal hubungi Dokter," ucap Surya sambil menyerahkan rekam medis yang sudah ia isi untuk pasien yang dijadwalkan operasi esok hari."Jadi, aman kalau aku keluar sekarang, kan?" tanya Sonya sambil melihat sekelilingnya untuk memastikan tidak ada hal lain yang harus ia lakukan. "Aman, Dok, nanti on call aja," jawab Surya sambil mengambil map, "oh ... sama saya ucapkan selamat sebelumnya karena Dokter katanya mau menikah dengan Kak Awan.""Lah ... kamu kenal Awan?" tanya Sonya kaget."Kenal, Dok, dia Kakak tingkat saya," ucap Surya sambil tersenyum pada Sonya, "Nggak nyangka dia nikah sama Dokter.""Emang kenapa? Nggak boleh saya nikah sama Awan, Hah?" tanya Sonya judes karena merasa kalau perkataan Surya menyentil ego-nya."Bukan ... bukan gitu, Dok." Surya langsung salah tingkah, tubuhnya b
"Kayanya aku lebih suka gaun biasa," ucap Sonya sambil memutar tubuhnya di depan kaca. Dia suka saat melihat tubuhnya terbalut kebaya berwarna fushia yang melekat sempurna di tubuhnya seolah menunjukkan setiap lekuk tubuhnya dengan cantik."Tapi, ini cantik loh, Mbak ... manis," ucap Amber, Amber adalah orang yang akan membantu Sonya untuk mendapatkan baju yang akan Sonya kenakan di hari bahagianya."Iya, tapi, kayanya aku mau nikah nggak pakai baju adat gini. Kok kayanya berat banget hidup aku kalau harus pakai semuanya ini." Sonya menunjuk ornamen yang harus ia kenakan di kepalanya atau tubuhnya nanti saat menikah dengan Awan. "Jadi mau gaun biasa aja?" tanya Amber sambil mendesah kecewa karena wanita di hadapannya ini akan terlihat cantik dengan kebaya. "Iya, gaun biasa aja. Nanti, aku minta nikahan bisa aja sama calon suami aku. Pokoknya semuanya bisa aja," ucap Sonya sambil menyentuh pinggulnya yang terlihat sensual."Tapi, calon suami Mbak Sonya juga bukan orang Indonesia juga
Tubuh Sonya terhempas ke kaca yang ada di belakangnya, rasa lengket terasa di bagian punggungnya. Peluh menetes di sekujur tubuhnya, badannya menggelinjang dan ia berjuang untuk tidak meloloskan satu desahan pun dari mulutnya, Sonya menggigit bibirnya saat tubuhnya naik dan turun sesuai ritme yang Awan lakukan.Tangan Sonya menarik rambut Awan akibat gelombang kenikmatan yang Awan berikan dari setiap hentakkan yang Awan lakukan pada Sonya. Tubuhnya seolah tak bertulang akibat setiap inci ceruk kenikmatan diledakkan dengan gerakkan sensual yang seolah sedang memuja dirinya tanpa ampun.Napas Sonya tersenggal saat putingnya terasa makin menegeras dan merasakan kehangatan lidah Awan yang menyapu ke salah satu bagian tersensitifnya hingga ia memajukan dadanya meminta Awan memujanya lebih banyak lagi.Kejantanan Awan yang keras menhunjamnya tanpa ampun hingga Sonya menarik rambut Awan sambil membekap mulutnya sendiri dengan tangan lainnya agar ia tidak mengeluarkan suara desahan sekecil apa
"Kamu mau ngapain kasih undangan ke Om Puad?" tanya Awan lagi saat mereka di dalam mobil."Aku mau mgasih undangan aja, ngundang mereka," sahut Sonya santai sambil mengetuk-ngetuk jemarinya di paha."Iya udah nanti aja, nggak usah sekarang," pinta Awan yang sejujurnya tidak ingin mengundang keluarga fuad setelah kejadian di rumah makan kemarin dan bahkan si kembar seolah malas bila diajak membicarakan mengenai masalah kemarin. Awan bahkan berencana hanya akan memberikan undangan pernikahannya h-1 supaya keluarga itu tidak usah datang sama sekali karena tidak bisa ia bayangkan harus menahan amarah dan kekesalannya saat berada di hari spesialnya bersama Sonya. Mungkin yang ada di berkelahi dengan Fuad dan menghancurkan hari bahagianya. Malas."Aku maunya sekarang," jawab Sonya sambilmelirik Awan yang sedang membelokkan mobilnya, "nanti udah jemput si kembar,pas pulang aku langsung ke rumah Om Fuad.""Ck ... ngapain sih, udah nanti aja. Biar aku yang kasih itu undangan ke dia. Kamu ng
Tok ... tok ... tok ....Suara ketukan membuat langkah Intan terhenti dan mendekati pintu rumahnya, tanpa sadar ia melihat pergelangan tangan yang melingkar jam tangan dan menunjukkan pukul 7 pagi."Siapa yang datang pagi-pagi?" tanya Intan sambil membuka gagang pintu, "Pak RT?" tebak Intan sambil menarik gagang pintu dan terdiam saat melihat seorang wanita cantik berdiri sambil tersenyum manis pada dirinya. "Dokter Sonya?" tanya Intan kaget saat melihat Sonya yang berdiri sambil tersenyum, Intan memanjangkan lehernya untuk melihat siapa lagi yang datang. Intan tidak melihat siapa pun di belakang Sonya tapi, ia melihat Awan sedang berdiri di dekat pagar depan rumahnya, menatap dirinya dengan tatapan waswas. "Mau apa? Dan kenapa Awan berdiri di sana?" tanya Intan yang bingung dengan tujuan kedatangan Sonya dan Awan.Sonya menyodorkan undangan ke tangan Intan yang membuat gadis itu mengambilnya, "Ini apa?" tanya Intan sambil membaca tulisan di undangan yang Sonya serahkan."Itu undang
"Selena anak pertama saya dan saya mendapatkannya dengan susah payah, Dokter Sonya," ucap Fuad sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan melihat ke arah foto keluarga yang dibuat saat Selena masih hidup."Saya harus menunggu dua tahun sampai saya mendapatkan Selena, makanya saya sangat menyayangi Selena," bisik Fuad sambil mengambil salah satu figura yang terdapat foto Selena berumur 5 tahun yang sedang tersenyum pada dirinya dengan manis."Selena anak yang manis, patuh dan penurut. Dia selalu mengikuti apa pun yang saya perintahkan dan dia selalu bisa meraih apa pun yang selalu saya dan istri saya harapkan. Dia selalu mendapatkan ranking satu dan selalu belajar ekstra keras, dia tidak pernah mengecewakan ...." Fuad mengenang betapa manisnya Selena saat masa-masa SD, SMP dan SMA-nya."Saya selalu mengatakan kalau dia adalah contoh bagi Intan dan anak kebanggangaan kami orang tuanya, hingga dia tidak bisa mengecewakan kami semua." Fuad menyimpan figura dan melihat Sony
Sonya tersenyum dan tidak menunjukkan ekspresi sakit hati sama sekali dengan perkataan Fuad. Dia paham bagaimana sakit dan waswasnya Fuad saat ini akibat mendengar perkataannya. “Saya hanya mengandai, semuanya masih misteri tapi, kalau ….” Sonya menjeda kalimatnya untuk memberikan efek dramatis. “Kalau sampai itu terjadi, bagaimana?” Sebuah pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban Sonya lontarkan pada Fuad.Fuad tercekat mendengar perkataan Sonya yang memang benar, apa yang ia akan katakan bila ia kembali bertemu dengan Selena nanti. Tuhan ... dia bisa malu kalau sampai Selena tahu, kalau dirinya mengabaikan anaknya dan memaksa Intan juga Namira melakukan hal yang sama padahal mereka berharap bisa merawat si kembar bersama Awan."Kalau aku ketemu Janu lagi, aku bakal bilang. Mama sudah bisa hidup dengan baik dan Papa kamu hidup juga dengan baik. Mama sudah memaafkan Papa dan begitupula sebaliknya, kami hidup tanpa ada rasa dendam sama sekali," bisik Sonya sambil mengusap air mata yan