Share

*Keputusan*

Di sebuah kafe kecil di sudut kota, Laras duduk bersama sahabatnya, Dina. Kafe itu memiliki desain vintage dengan lampu gantung yang memberi suasana hangat. Laras menyeruput cokelat panasnya, matanya menerawang jauh.

"Sudah memutuskan, Ras?" tanya Dina, memecah lamunan Laras.

Laras menarik napas panjang, "Itu bukan sekadar tawaran pekerjaan, Din. Ada sesuatu di mata Alden yang... sulit saya jelaskan."

Dina mengerutkan dahinya, "Jadi kamu merasa ada daya tarik?"

Laras mengangguk ragu, "Tidak hanya itu. Ada aura misterius dari tawaran itu."

Dina tertawa, "Kamu ini selalu dramatis! Jangan bilang kamu sudah jatuh cinta pada hari pertama?"

Laras mencibir, "Oh, berhenti! Ini serius, Din. Antara menerima tawaran Alden atau tetap fokus pada karir desainku."

Dina menatap Laras tajam, "Kamu tahu jawabannya. Tapi, apakah kamu siap menghadapi konsekuensinya?"

Laras terdiam. Dia memikirkan semua yang sudah dia lalui untuk membangun karir desainnya. Namun, tawaran dari Alden memberinya kesempatan untuk memasuki dunia bisnis kelas atas dan membangun koneksinya.

---

Sementara itu, Alden sedang berlatih golf di halaman belakang rumah megahnya. Rumahnya berada di atas bukit dengan pemandangan kota yang memukau. Setiap pukulannya menunjukkan ketenangan dan kepastian, namun pikirannya jauh dari situ. Ia memikirkan Laras dan bagaimana reaksinya terhadap tawaran tersebut.

Reza mendekat, "Ada kabar dari Nyonya Laras, Tuan?"

Alden menarik napas panjang, "Belum. Tapi saya yakin dia akan mempertimbangkannya dengan serius."

Reza tersenyum, "Sepertinya Anda benar-benar tertarik padanya, Tuan."

Alden menoleh dengan ekspresi ketus, "Bukan urusanmu."

Reza mengangguk, "Maaf, Tuan. Saya hanya berpikir mungkin Anda membutuhkan seseorang."

Alden kembali fokus pada latihan golfnya. Dalam hati, ia tahu Reza benar. Setelah perceraian yang menyakitkan lima tahun lalu, ia menjalani hidup dengan kerja keras dan kesendirian.

---

Kembali ke kafe, Dina memberi saran, "Coba bicara dengan Alden. Mintalah klarifikasi. Jangan membuat keputusan berdasarkan asumsi."

Laras mengangguk, "Mungkin kamu benar. Saya akan bicara dengannya besok."

Mereka berdua berdiri dan meninggalkan kafe. Langit mulai gelap, namun bagi Laras, ini awal dari petualangan baru dalam hidupnya.

Malam itu, Alden duduk di balkonnya dengan segelas wine merah. Ia mengirim pesan kepada Laras, "Saya harap Anda bisa memberi jawaban besok. Selamat malam, Nyonya Laras."

Laras yang baru saja sampai di rumahnya membaca pesan tersebut dan membalas, "Selamat malam, Bapak Alden. Sampai jumpa besok."

Malam itu, Laras merasa gelisah. Di kamarnya yang didekorasi dengan warna pastel dan hiasan minimalis, ia duduk di tepi jendela, menatap bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit. Setiap kali ia mencoba tidur, wajah Alden dan tawaran misteriusnya selalu muncul di benaknya.

Dengan cepat, Laras mengambil sketsa buku desainnya dan mulai menggambar. Garis demi garis, bentuk demi bentuk, tanpa disadarinya ia menggambar seorang pria berjas yang mirip Alden, ditemani seorang wanita yang cantik dengan gaun mewah. Ada sesuatu yang magis dalam gambar itu, seolah-olah menceritakan kisah asmara antara dua dunia yang berbeda.

Ponselnya bergetar, menghentikan gerakan tangannya. Sebuah pesan masuk dari Dina, "Apakah kamu baik-baik saja? Aku tahu kamu terlalu banyak memikirkan ini."

Laras membalas, "Aku baik-baik saja, Din. Hanya sedikit... kewalahan."

Dina membalas dengan cepat, "Percayalah pada instingmu, Ras. Apa pun keputusanmu, aku akan mendukungmu."

Laras tersenyum membaca pesan Dina. Ia merasa beruntung memiliki sahabat seperti Dina yang selalu mendukungnya.

Sementara itu, Alden duduk di ruang kerjanya yang luas dengan lampu redup. Di meja kerjanya tergeletak beberapa foto Laras yang ia ambil dari profil media sosialnya. Ada ketertarikan yang ia rasakan, namun lebih dari itu, ia merasa ada hubungan khusus yang menghubungkannya dengan Laras. 

Sambil menyeruput wiskinya, ia berbisik, "Bukankah takdir yang membawa kita bersama, Nyonya Laras?"

Seiring fajar menyingsing, burung-burung mulai berkicau menyambut hari baru. Laras dan Alden, meski terpisah jarak, merasakan getaran yang sama dalam hati mereka sebuah perasaan takdir yang tak dapat dielakkan. Kedekatan tak terlihat, namun tak terbantahkan, membelenggu keduanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status