Home / Romansa / Di Balik Asmara Sang Aktris / 07. PERTEMUAN KEMBALI

Share

07. PERTEMUAN KEMBALI

Author: Cha
last update Last Updated: 2024-07-03 12:27:36

"Mengapa iklannya payah semua sih? Kalau begini bagaimana bisa menaikkan profit? Saya mau siang ini diadakan rapat besar-besaran! Buat apa kita punya produk rumah tangga yang bagus, tapi promosinya seadanya begini."

Sang Asisten, Danish Setia Budi, langsung mengangguk. Ia dengan cepat melangkah keluar ruangan untuk menjalankan apa pun amanat dari sang atasan. Tak lama dari acara pernikahannya digelar, Bentala langsung pulang ke Indonesia. Ia memiliki tanggung jawab yang sangat menyita waktunya.

Mimpinya baru benar-benar terealisasi setahun ke belakang. Kini ia menjadi wakil ketua partai Karya Bersama Indonesia, dan digadang-gadang menjadi bakal calon Gubernur Jakarta. Jadi, tak hanya menjalankan bisnis ayahnya, Bentala benar-benar sukses membangun figurnya menjadi menarik di periode pemilihan presiden tahun ini.

"Kalau Edward belum bisa ke Indonesia, ya jangan dipaksa. Orang tua kamu mulai curiga, Tanaya. Ini sudah enam bulan. Kamu mau kepergok orang tuamu, karena tengah tinggal bersama bule Inggris?" tanya Bentala via panggilan video. "Biarkan dia menyusulmu nanti, Tanaya. Kalian butuh jarak. Hubungan kalian bahkan hampir lima tahun."

"Menurut kamu begitu? Tapi, aku memang harus pulang. Panggilan salah satu rumah sakit sangat sulit untuk aku tolak. Rumah sakit sebesar Husada, bagaimana mungkin aku melewatkannya? Aku penggemar Prof. Emir. Ya, meskipun pria itu hidung belang!"

Bentala tertawa. Pria itu tahu kalau istrinya tersebut sangat menyukai Emir Dikara Husada, pemilik rumah sakit Husada, sekaligus dokter bedah terbaik se-Asia Tenggara. Namun, Bentala tak memberi tahu Tanaya kalau Emir adalah ayah kandung Rana. Ia pun juga menjauhi obrolan apa pun mengenai Rana selama tinggal selama satu setengah tahun di Indonesia.

Bentala juga menghindari pertemuan apa pun dengan Rana selama satu setengah tahun di Indonesia. Ia tak mau bertemu dengan gadis itu. Ia juga tak ingin lagi berurusan dengan gadis itu, meskipun kini foto Rana ada di mana-mana. Mengganggu niatnya untuk berjauhan dengan gadis yang namanya entah mengapa masih terpatri kuat di hatinya.

"Kapan kamu akan pulang?" tanya Bentala sembari menandatangani beberapa perjanjian kerja sama. "Kita harus bertemu dulu untuk membicarakan beberapa hal. Jangan sampai saat bertemu dengan orang tuamu, jawaban kita berbeda."

"Mungkin bulan depan. Beberapa hari sebelum keberangkatan, aku akan menghubungimu, Ben." Bentala mengangguk. "Bagaimana dengan Bapak? Apa keadaannya sudah lebih baik?"

Ekspresi Bentala langsung berubah murung, "belum."

"Maaf, ya. Aku tidak banyak membantu. Sayangnya aku cuma dokter anak. Tapi, Prof. Emir, dan Prof. Aisyah adalah dokter bedah terbaik se-Asia Tenggara. Mereka pasti akan menyembuhkan Bapak. Kamu tenang saja."

Bentala hanya tersenyum, dan mengangguk. Memang alasan kepulangan Bentala adalah kesehatan Agam yang semakin menurun selama dua tahun ke belakang. Bahkan terhitung sudah tiga bulan, Agam tidak sadarkan diri setelah operasi. Bentala berharap bapaknya untuk segera bangun, dan sembuh seperti sedia kala.

"Oke, sampai nanti ya, Ben. Kabari aku terus tentang kesehatan Bapak. Jaga dirimu, ok?"

"Kamu juga. Jangan terlalu banyak bertengkar dengan Edward."

Bentala pun menutup panggilan video-nya. Bersamaan dengan itu, Danish masuk dengan wajah gelisah yang tak bisa Bentala tebak apa penyebabnya. Dengan tergopoh-gopoh, ia berikan ponsel Bentala yang tadi dititipkan bosnya tersebut untuk diisi ulang baterainya.

"Ada telepon dari rumah sakit, Pak. Katanya Pak Agam sedang dalam keadaan kritis. Prof. Emir meminta anda untuk datang ke rumah sakit sekarang juga."

***

"Iya, Pa. Ini aku lagi jalan ke ruangan Papa. Sabar sebentar, ok?"

Awalnya ia hanya ingin santai seharian di apartemennya, saat sang Ayah memintanya membawakan vitamin, dan beberapa berkas ke rumah sakit. Karena Gino, asisten ayahnya sedang pulang kampung, jadilah Rana sebagai tumbal. Rana sempat kesal, namun memang apartemennya yang paling dekat, dan kemungkinan juga hanya dirinya yang tengah lowong siang itu.

Rana pun memasuki ruangan ayahnya, saat suster yang bertugas mengatakan kalau dirinya sudah ditunggu sejak tadi. Si suster juga mengatakan kalau ayahnya sedang istirahat. Jadi, tak ada kunjungan pasien satu pun di ruangannya.

"Rana, datang!" serunya saat melangkah masuk ke dalam ruangan di mana sang ayah sedang duduk sambil membaca sebuah laporan. "Katanya lagi istirahat. Kok, masih kerja aja sih, Pa?"

"Ini ada pasien yang pagi ini keadaannya sangat drop. Tiba-tiba saja. Padahal beberapa hari ini progresnya mulai bagus." Emir pun menaruh laporan tersebut di meja, lalu menyalami Rana yang barada di sampingnya. "Kamu apa kabar? Tumben kamu enggak sibuk?"

"Aku memang mau istirahat dua bulan. Lagi enggak mau ambil job apa pun," jelasnya sambil melirik nama di bagian depan laporan. "Agam Putra Narendra ini maksudnya bapaknya Bentala, Pa?"

Emir melirik sekilas, lalu mengangguk. Ia melihat ada perubahan ekspresi yang signifikan saat dirinya memberi tahu Rana. Gadis itu terlihat kaget, namun langsung menyembunyikannya dengan bersikap datar. Sebagai aktris terkenal, mungkin saja orang lain akan tertipu. Tapi, tidak dengan Emir, seorang ayah yang sudah membesarkan Rana sejak istrinya kabur entah ke mana.

"Kamu kenal sama Agam, Nak?"

"Ya, aku pernah ketemu sekali," jawab Rana jujur. "Tante Dahlia apa kabar, Pa? Sudah lama banget Rana enggak ketemu dia."

"Mencoba mengalihkan pembicaraan ya, kamu?" tanya Emir yang langsung mendapat cengiran dari Rana. "Lagipula bukannya kamu enggak suka sama Dahlia? Kami sudah lama putus."

Rana mengernyit. Satu hal yang paling Rana tidak suka dari ayahnya adalah kebiasaannya bergonta-ganti pacar. Rana pikir itu karena watak ayahnya saja, tapi setelah ia telisik lebih jauh, kemungkinan besarnya karena Emir masih menaruh rasa pada sang Ibu yang entah hilang ke mana.

Rana mungkin benci sifat ayahnya, tapi ia jauh lebih benci ibunya. Dengan gilanya meninggalkan dua kakaknya, dan dirinya yang masih sangat kecil. Maka dari itu sekecewa apa pun Rana pada Emir, ia akan tetap memaafkan pria itu. Pria yang berusaha memberikan cinta, dan waktunya pada Rana.

"Terus sekarang masih kosong? Papa enggak mau nyari yang seumuran aja?"

"Seusia 59 tahun?" tanya Emir skeptis. "Kamu pikir enak berhubungan badan sama wanita yang sudah menopause? Jangan aneh-aneh deh, Rana. Kalau kasih nasihat tuh, yang oke dikit gitu."

Rana terkekeh, dan hanya menggelengkan kepala saat mendengar jawaban ayahnya yang melantur. Mungkin usia boleh 59 tahun, tapi Emir Dikara Husada benar-benar masih setampan pria 40 tahunan. Pantas saja masih banyak gadis muda yang mengantri untuk dipinang pria berumur seperti Emir.

"Papa sudah makan? Ayo, kita makan siang."

"Belum bisa, Nak. Papa harus stand by di sini 24 jam. Agam sedang kritis. Jadi, Papa enggak bisa ke mana-mana?"

"Hah?"

"Ya, kebetulan sekarang papa sedang menunggu Bentala."

"Apa?" Kali ini Rana benar-benar ketar-ketir.

"Nah, itu dia datang orangnya!"

Rana menoleh. Mendapati seorang pria tampan yang sudah lima tahun ini tak pernah ia lihat sebelumnya, kini berada di hadapannya. Mereka saling melempar pandang. Terlihat kaget satu sama lain.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Balik Asmara Sang Aktris   120. AKHIR YANG BAHAGIA

    "Kamu tahu enggak arti dari cincin ini?"Delapan bulan kemudian segalanya berjalan dengan sangat cepat. Rana membutuhkan waktu lebih dari lima bulan untuk menyiapkan segala pernikahannya. Karena kegiatannya di dunia entertainment yang memang sedang rehat, maka tak ada satu pun media, atau rekan artis yang mengetahui rencana pernikahannya. Rana, dan Bentala pun dengan tenang menjalankan pernikahan mereka di Bali dengan sangat tenang, dan intim.Kini, di bulan kedua pernikahan mereka, Bentala akhirnya bisa benar-benar menemukan waktu untuk berbulan madu. Meskipun tak lagi menjadi aktris, Rana tetap saja disibukkan dengan kegiatannya sebagai salah satu direksi di rumah sakit Husada. Ia bersama-sama dengan Latisha bekerja, meskipun kini berada di dunia yang sama sekali berbeda."Aku enggak tahu," jawab Rana sambil menggelengkan kepala. "Memang apa artinya? Aku pikir ini hanya sebuah bentuk. Karena cantik, jadi kupikir itu alasan kamu memilihnya. Ternyata ada artinya, ya?"Bentala terkekeh

  • Di Balik Asmara Sang Aktris   119. MENIKAHLAH DENGANKU

    "Besok bahkan baru malam tahun baru. Tidak bisakah kamu menunggu hingga besok? Ya, aku memang menyuruhmu untuk pulang, tapi maksud aku pulanglah setelah tahun baru. Bukannya sekarang. Ben, kamu mendengarkan aku, kan?"Pertanyaan itu membuat Rana benar-benar kesal, karena Bentala tampak tak mengacuhkannya sejak tadi. Pria itu sejak tadi hanya mondar-mandir merapikan segala barangnya ke dalam koper besar yang Rana pastikan kalau isinya terlalu sedikit di sana. Rana pun beranjak dari kasur, mendekati Bentala yang sibuk memasukkan semua kemejanya ke koper. Ia tarik kerah pria itu, agar Bentala bisa fokus hanya padanya.Bentala tersenyum. Ia melingkarkan tangannya di pelukan Rana dengan erat. Ia bawa gadis itu ke pelukannya, dan ia cium gadis itu dengan sepenuh jiwa. Rana jelas tak menolak, bersama Bentala memang membuat kepalanya selalu bodoh dalam hal tolak menolak."Kamu sekarang merengek, agar aku tak pergi." Bentala berkata setelah ia melepaskan ciumannya. "Kemarin, kamu melepaskan ak

  • Di Balik Asmara Sang Aktris   118. HALO CANTIK!

    "Gue benar-benar senang, karena lo sudah sadar, Na. Maaf ya, gue enggak bisa melihat lo langsung ke Australia. Karena gue pikir-pikir keadaannya pasti enggak memungkinkan dan gue enggak pernah ke Australia sebelumnya. Gue takut jatuhnya ngerepotin Indira yang lagi sibuk ngurusin lo, dan kerjaannya."Hanya sebuah gelengan yang mampir di wajah Rana saat mendengar managernya, Latisha meminta maaf. Ia tak pernah mempermasalahkan siapa yang berada di sampingnya saat sakit. Baginya di mana pun berada, Rana sudah cukup dengan doa. Rana tahu obat mujarab terampuh bagi orang sakit adalah doa dari orang yang benar-benar tulus menginginkan kesembuhan diri kita.Latisha sendiri merasa sangat bahagia. Meskipun hanya bisa melihat Rana dari panggilan video, tapi gadis itu sudah merasa cukup puas. Melihat Rana meresponnya dengan senyum tercantik yang Rana punya, sudah membuat Latisha merasa sangat lega."Tidak masalah kok," jawab Rana jujur. Ia tersenyum lemah. "Lo jangan maksain diri buat ke sini. L

  • Di Balik Asmara Sang Aktris   117. TEMAN TERBAIK

    "Indira, boleh saya bicara sama kamu sebentar?"Tak mungkin Indira tak kaget. Ia menengadah, dan memastikan kalau yang bicara padanya memang benar-benar seorang Emir Dikara Husada. Selama hampir dua minggu, pria itu pura-pura tak mempedulikannya, hari ini, di hari di mana Rana sadar sepenuhnya, Emir akhirnya mau mengajaknya bicara. Bukannya Rana berharap, tapi ia ingin antara dirinya, dan Emir berhenti memikirkan menyoal masa lalu, serta terjebak di dalamnya.Indira pun mengangguk, meskipun Arnold sempat menggeleng. Ia menatap Arnold seraya tersenyum meminta pengertian. Arnold pun melihat pada Indira, dan akhirnya memperbolehkan gadis itu menyelesaikan segala masalahnya dengan pria brengsek yang ternyata adalah sahabat baik Rana. Jujur, saat mengetahuinya, Arnold jelas kaget bukan main. Ia sungguh merasa luar biasa, karena ternyata Rana, dan juga Indira masih bisa menjalin pertemanan yang sangat baik."Tunggulah di sini," pinta Indira yang langsung disanggupi oleh Arnold. "Aku akan ba

  • Di Balik Asmara Sang Aktris   116. BERITA BAIK UNTUK BENTALA

    "Maaf, mengganggu waktumu, Ben. Tapi, saya harus memberikan ini secara langsung untukmu. Kamu diundang khusus sebagai best man-saya dalam pernikahan saya dengan Tanaya. Ya, saya tahu kondisinya tidak memungkinkan. Tapi, tak apa-apa. Saya hanya ingin memberikan ini sebagai tanda bahwa hanya kamu yang berhak untuk posisi itu."Tentu saja Bentala terhenyak. Bukan soal undangannya, tapi bagaimana Edward selalu memperlakukannya dengan spesial. Berbeda dengan dua temannya yang lain, Edward baginya sudah seperti saudara yang ia temukan di benua lain. Dia selalu merawat, memperhatikan, bahkan memperlakukan Bentala seperti dirinya adalah orang yang layak mendapat perlakuan tersebut. Tak hanya Edward, Tanaya pun demikian.Untuk itulah, Bentala rela melakukan banyak hal bodoh hanya untuk menjaga mereka tetap bahagia. Sebab, di saat ia tak punya siapa-siapa di negeri orang, hanya Edward, dan Tanaya yang membantunya. Hanya mereka berdua yang rela bersusah payah untuk seorang Bentala."Kamu membuat

  • Di Balik Asmara Sang Aktris   115. HANYA SEBUAH HARAPAN

    "Aku tahu harusnya enggak ninggalin kamu. Tapi, aku minta maaf. Aku tahu kamu pasti mengerti. Hanya tiga hari, aku janji. Senin, aku akan kembali ke sini. Aku janji akan nemenin kamu lagi di sini. Kamu pasti akan merasa sedih kan, kalau pekerjaanku enggak beres? Jadi, aku pulang sebentar ya. Aku tahu, aku akan kangen kamu banget, Rana."Tatapan Bentala begitu dalam, dan berat. Ia sama sekali enggan meninggalkan Rana dalam kondisi yang masih belum ada kejelasan, tapi ia juga tak bisa meninggalkan pekerjaannya. Ada banyak orang yang bergantung hidupnya pada Bentala, dan ia tak serta merta melupakan mereka hanya untuk memajukan keinginannya. Bila Rana bangun pun, gadis itu pasti memilih untuk melepasnya.Dengan erat, ia genggam tangan kekasihnya. Ia cium tangan itu penuh rasa sayang. Meskipun hampir dua minggu di rumah sakit, wangi lavender yang khas masih tercium begitu nyata dari tubuh Rana, membuat Bentala makin berat untuk melepasnya. Tapi, apa mau dikata. Hidup nyatanya harus tetap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status