Beranda / Rumah Tangga / Di Balik Senyum Palsu / bab 2 AKU KEHILANGAN PEKERJAAN

Share

bab 2 AKU KEHILANGAN PEKERJAAN

Penulis: Kasihrindu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-18 14:58:20

Sementara Arman masih berdiri di tempat. Dia seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja Dia dengar dari ucapan istrinya tadi. Seketika kakinya terasa lemas hingga tidak lagi mampu menopang tubuh tinggi, kekarnya. Dia tidak menyangka jika kata cerai akan semudah itu keluar dari mulut Devita. Arman merenung berjam-jam di ruang tengah, kedua matanya enggan untuk memejam. Pikiran kalut, bingung berkecamuk menari-nari menjadi satu di dalam kepalanya. Ada banyak kenangan indah melintas dalam pikiran Arman. Arman sungguh tidak rela jika harus mengakhiri pernikahan yang sudah dia jalani selama 5 tahun ini. Apalagi selama ini Devita adalah sosok istri yang sabar, setia, penurut, dan juga perhatian. Devita juga sosok wanita yang cantik, sederhana dan juga tidak banyak tingkah. Itu yang membuat Arman jatuh hati pada Devita, lalu memutuskan menikahinya meski Arman punya kenangan buruk tentang sebuah keluarga di masa kecilnya.

"Tidak, aku tidak mau berpisah," gumam Arman masih dalam posisi jongkok, tangannya mengacak-acak rambut basah yang belum lama ia rapikan..

"Aku harus lakukan sesuatu sebelum terlambat," Arman berdiri lalu berjalan ke arah kamar. Dia meraih gagang pintu, mencoba untuk membukanya. Berkali-kali Arman menggerak-gerakkan gagang pintu tersebut, namun tidak ada hasil karena pintu di kunci dari dalam. Arman menempelkan satu telinganya ke pintu, mencoba mengecek keadaan di dalam kamar. Hari juga sudah semakin larut, suasana sudah sepi dan sunyi. Hanya suara putaran kipas angin yang terdengar dari balik pintu. Arman berpikir jika Devita sudah tertidur setelah lelah menangis.

"Aku bicarakan besok saja," gumam Arman. Dia berniat meminta maaf dan memberi tahu jika dirinya dipecat, karena itulah suasana hatinya hari ini menjadi buruk dan tidak terkendali. Arman berharap Devita berubah pikiran dengan alasan yang akan dia sampaikan nanti.

Baru melangkah beberapa langkah, Arman langsung kembali berdiri di depan pintu kamar.

"Tidak. Aku harus bicara sekarang. Aku tidak akan bisa tidur jika gelisah begini," gumam Arman, kini tangannya mengetuk pintu kamar.

Tok tok tok

"Sayang, mas minta maaf. Ayo kita bicara dengan kepala dingin," ucap Arman. Dia menempelkan salah satu telinganya lagi ke pintu. Namun sama sekali tidak ada respon.

Tok tok tok

"Ayolah sayang, mas benar-benar minta maaf. Mas akan turuti semua kemauan kamu. Mas janji," bahkan tangan Arman spontan menunjukkan lambang perjanjian. Namun masih belum ada respon juga dari dalam kamar. Sejenak Arman terdiam, kepalanya menunduk menatap lantai beralaskan keramik berwarna putih.

"Sebenarnya mas dipecat dari pekerjaan," ucap Arman yang kini terdengar putus asa.

Krek, pintu kamar dibuka. Terlihat Devita dengan mata sendunya menatap ke arah Arman. Kini tidak terlihat lagi amarah dimatanya.

"Sayang," ucap Arman menatap penuh harap pada istrinya. Devita masih diam, dia berjalan melewati Arman yang masih berdiri di depan pintu kamar. Meski Arman masih berdiri diam namun matanya mengikuti kemana Devita pergi.

Devita duduk di ruang makan, tanpa bersuara matanya menatap ke arah Arman seperti sedang meminta Arman untuk ikut duduk.

"Sayang, jadi kamu sudah pikirkan baik baik kan. Aku mohon kita jangan berpisah. Kasihan Zidan, dia pasti sedih. Dia masih butuh peranku sebagai ayah," ucap Arman mencoba merayu istrinya. Arman duduk di kursi di samping Devita. Dia mencoba meraih tangan Devita, namun dengan cepat Devita menarik tangannya.

Terlihat Devita sedikit menyeringai,"Selama ini apa peranmu sebagai seorang ayah?"

"Ah, itu...," Arman terlihat bingung, mulutnya hanya menganga bingung harus mengatakan apa. Bagaimana Arman bisa menjelaskan peran seorang ayah yang baik jika dia sendiri tidak pernah mendapatkannya sejak kecil. Yang Arman tahu sebagai seorang suami dan ayah, memberikan nafkah sudah cukup berperan untuk istri dan anaknya.

"Hahahaha," kini Devita tidak hanya menyeringai, bahkan ia tertawa lebar menertawakan hidupnya. Karena Devita menyadari hidup yang dia jalani terlihat sangat sempurna di mata orang lain.

"Lantas, kamu tahu bagaimana memperbaiki semua ini? Disini sudah retak," ucap Devita sembari menepuk-nepuk dadanya. Matanya fokus memandang ke arah Arman dengan pandangan ingin tahu.

Arman menunduk, dia sendiri tidak punya jawaban apalagi solusi untuk pertanyaan yang baru saja Devita ajukan.

"Tidak ada kan mas? kalau begitu keputusanku sudah tepat. Kita jalan masing masing saja, aku tidak mau kita saling menyakiti. Sudah cukup bagiku untuk bertahan, berpura-pura tegar dan bahagia di depan orang lain," ucap Devita. Kini dia berdiri, berniat pergi dari ruangan tersebut.

"Tunggu! aku memang tidak punya jawaban untuk pertanyaanmu. Tapi aku bisa berubah seperti apa yang kamu mau," ucap Arman yang ikut berdiri untuk menghentikan kepergian Devita.

Devita menoleh ke arah Arman,"Aku tidak yakin. Kalau sekedar bicara seperti biasanya mudah bagimu mas."

Devita kembali melangkahkan kaki menuju kamar.

"Tapi kali ini mas benar benar menyesal. Mas serius ingin berubah. Apa perlu mas bersumpah agar kamu percaya," ucap Arman yang berusaha keras meyakinkan istrinya untuk tetap bertahan.

"Tidak perlu mas. Aku sudah bosan dengan janji manismu. Semua janjimu palsu," ucap Devita yang merasa sudah terlalu kenyang dengan ucapan ucapan manis Arman. Dan pada kenyataannya semua tetap hanya janji belaka. Tidak ada yang benar-benar Arman usahakan. Devita sudah berulang kali meminta Arman untuk lebih dekat dengan anaknya, namun pada kenyataannya setiap pulang kerja dia hanya sibuk dengan ponselnya. Tidak ada waktu untuk bermain bersama anaknya.

Saat Devita ingin masuk ke kamar, Arman berlari. Dia berdiri di tengah pintu untuk menghalangi Devita. Kini Arman berlutut tepat di depan istrinya. Dia bersimpuh seraya memohon belas kasih.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Di Balik Senyum Palsu   bab 10 LICIK ATAU PINTAR

    "Janganlah sus, pagi-pagi kok diutang nggak boleh katanya bisa matiin dagangan." ucap Devita mencari alasan. Padahal Devita sendiri tidak percaya dengan namanya mitos. Dia hanya malas jika berurusan uang dengan tetangganya itu. Susi meskipun orang kaya, tapi dia terkenal susah membayar hutang. Selalu ada aja alasan untuk tidak segera membayarnya. "Halah itu cuma mitos. Jangan percaya begituan nggak baik. Tapi gimana ya? aku bener-bener nggak ada uang kecil," ucap Susi memasang wajah bingungnya. "Yasudah bayar pake 100ribu aja, nanti kembaliannya aku balikin pas sudah balik keliling," ucap Devita. "Nggak ah. Uangnya mau aku pake buat belanja ke pasar makanya aku nggak sempet masak." "Yaudah kalau gitu kamu beli sayur matang di pasar aja, jangan ngutang ke aku. Nanti ujung-ujungnya kamu nggak bayar lagi karena uangnya habis buat belanja ke pasar." Devita berniat memasukkan kembali buntalan-buntalan sayur pilihan Susi ke dalam baskom. Namun dengan cepat Susi meraih semua plastik s

  • Di Balik Senyum Palsu   bab 9 TIDAK TAHU MALU

    "Dasar pelit ya pelit ajalah. Pakai harus beli segala, padahal cuma minta satu. Sisa banyak harusnya di bagi ke tetangga biar berkah," terlihat Nadin(kakak ipar Devita) membagikan story wa miliknya. "Apa ini?" gumam Devita bertanya tanya dalam hati setelah melihat story wa milik Nadin. "Seharusnya aku tidak membacanya," Devita merasa menyesal, pikirannya jadi tidak tenang setelah membacanya. Dia ingin mengomentarinya tapi malas untuk ribut. Jika didiamkan Devita sendiri merasa tidak nyaman. "Mas, lihat deh! kakak ipar mu menyindirku lewat status wa," Devita mengerakkan lengannya, membangunkan Arman untuk menyampaikan keluh kesahnya. "Yaudah, abaikan saja," gumam Arman. Matanya masih tertutup rapat, hanya mulutnya yang berbicara itupun terdengar seperti orang yang sedang berkumur. "Ah kamu mah selalu mengabaikan segala hal," Devita melempar pelan ponselnya ke kasur bagian atas kepalanya. Devita menggeser tubuhnya hingga posisinya membelakangi Arman. "Trus mas harus apa?"

  • Di Balik Senyum Palsu   bab 8 PANTANG MENYERAH

    "Kamu sadar apa yang kamu ucapkan barusan mas?" Devita meletakkan kedua tangannya ke pinggang dengan mata melotot. "Lalu bagaimana kamu mengembalikan modal yang kamu pinjam dari mertuamu dalam waktu sebulan. Coba sekarang jelaskan mas." "hehehhe aku cuma bercanda sayang. Hidup perlu bercanda jangan dibawa serius terus nanti setres," elak Arman sedikit menyunggingkan senyum setelah terkekeh. Padahal awalnya dia benar-benar ingin berhenti karena merasa tidak berbakat untuk berdagang. Tapi melihat reaksi istrinya tadi dia jadi mengurungkan niatnya dengan mengelak bahwa perkataannya tadi hanyalah bercandaan semata. "Ta da, kamu kena prank sayank," ucap Arman langsung berdiri lalu memeluk istrinya. Demi meyakinkan istrinya, Arman mencoba bersikap senatural mungkin. "Nggak lucu mas. Kamu hobi banget bikin aku kesal. Puas kamu, selalu bikin aku marah-marah. Nanti aku cepet tua kalau tiap hari kesal begini. Lihat sudah ada keriput di sini," gumam Devita masih di dalam pelukan suaminy

  • Di Balik Senyum Palsu   bab 7 SEPERTI DUGAANKU

    Devita terpaksa meninggalkan urusannya dengan Arman karena ada yang bertamu. Dia berjalan ke arah pintu sembari merapikan penampilannya yang agak berantakan. Sementara Arman terpaksa diam menunggu sembari berharap-harap cemas. "Astaga, sepertinya hari ini istriku salah makan," gumam Arman. Matanya terus menatap ke arah Devita yang mulai berjalan menjauh. Di depan pintu ruang tamu yang masih terbuka, terlihat tetangga bernama Susi tengah berdiri dengan wajah tersenyum. "Ah Susi, ada perlu apa ya?" Devita mencoba bersikap seramah mungkin dengan senyum menghiasi wajah cantik alaminya. Devita juga merapikan ikat rambut yang agak berantakan. Susi yang melihat penampilan Devita mengira jika Devita dan suaminya baru saja selesai bermain kuda-kudaan. "Maaf kalau saya ganggu kalian yang sedang......," Susi menghentikan ucapannya sembari memperagakan maksut ucapannya dengan kedua telapak tangannya yang di tautkan. "hahaha Ah tidak begitu. Ada perlu apa ya Sus?" Devita tertawa lebar m

  • Di Balik Senyum Palsu   bab 6 TERPAKSA PAKAI KEKERASAN

    "Kamu gila mas? astaga yaampun, duh Gusti Agung kulo nyuwun pangapunten(duh Gusti Agung saya minta maaf)," Devita spontan nyeletuk karena saking kagetnya. Kakinya tiba-tiba terasa lemas hingga tubuhnya hampir terhuyung jatuh kelantai, kalau saja saat itu Arman tidak sigap menangkap lengan Devita. "Auh panas," geram Arman saat lengannya ketumpahan sedikit teh panas yang di pegang oleh Devita. "Kenapa kamu? sini-sini duduk dulu," ucap Arman sembari memapah tubuh Devita. Arman mengambil teh hangat yang ada di tangan Devita lalu meletakkannya ke atas meja. "Untung saja cangkir kesayanganku tidak pecah," gumam Arman sembari memalingkan wajahnya ke arah lain. "Apa mas? bisa-bisanya kamu mikirin cangkir ketimbang keadaanku," Protes Devita yang ternyata masih bisa mendengar ucapan Arman barusan. Arman hanya menyeringai tanpa rasa bersalah. "Mas tolong ambilkan sapu di dapur," ucap Devita setenang mungkin. Devita menundukkan kepala sembari menarik napas panjang demi menahan emosi ya

  • Di Balik Senyum Palsu   bab 5 TERANCAM GULUNG TIKAR

    Devita sedang berbaring di sebelah putranya saat Arman masuk ke dalam kamar. Senyum mengembang terlihat jelas dari wajah Arman. Kebisingan hujan yang sedari tadi menemani cekcok kecil keluarga mereka kini sudah benar benar mereda. "Ini ponselnya," ucap Arman mengulurkan ponsel ke arah Devita. Devita memandang Arman dari atas sampai kebawah, dia menyadari ada kabar melegakan dari raut wajah suaminya. "Ini loh ambil ponselnya, malahan bengong begitu. Kenapa? pasti penasaran ya," ucap Arman masih dengan senyum mengembang di wajahnya. "Kamu bicara apa ke ibuku, apa beliau mau?" tanya Devita yang memang penasaran. "Adalah, yang pasti beliau bersedia meminjami kita modal." "Berapa, jangan kebangetan ya minjem nya!" ucap Devita mencoba mengingatkan suaminya. "Nggaklah, mas cuma pinjem 3 jutaan. Lagian orang tuamu kan banyak uang. Uang segitu kecil bagi mereka," ucap Arman dengan entengnya. "Astaga, 3 juta itu banyak lo mas," Devita melempar bantal ke arah Arman karena saking

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status