Share

Dirundung Warga Pasar

"Tapi sebenarnya dia begitu, karena sayang sama saya kok, Bu." Sahut Putri berusaha membela. Sebagai seorang istri, sudah sewajarnya membela saat suaminya direndahkan. 

Walaupun sebenarnya dalam hati, Putri juga tidak yakin bagaimana sikap Yuda kedepannya. Putri segera menyudahi belanjanya, karena tidak ingin mendengarkan pendapat yang lebih membuatnya drop. 

"Sudah, Bu. Ini semua jadi berapa?" Sambung Putri sambil menyerahkan barang belanjaannya. 

Sang penjual sayur geleng-geleng kepala, tersirat rasa kasihan dari sorot matanya, tapi tidak diungkapkan. Sebagai wanita yang sudah lebih dahulu menginjak dunia rumah tangga, tentu si penjual sayur sudah banyak merasakan pahit manisnya kehidupan. 

"Lima puluh ribu, Mba." Jawab si penjual sayur setelah menghitung semua belanjaan Putri. Tak ingin bolak-balik, Putri membeli semua kebutuhan bumbu, dan berbagai jenis sayuran sekalian. Lagipula Yuda juga memintanya untuk beli stok seminggu kedepan. 

Putri segera menyerahkan selembar uang seratus ribuan, setelah mendapatkan kembalian, belanjaan juga sudah ada ditangannya, Putri segera pergi. "Terima kasih banyak, Bu."

"Semoga rumah tangganya baik-baik saja nantinya." Ucap sang penjual sayur menatap punggung Putri hingga tidak terlihat lagi. 

Sepanjang jalan Putri terngiang-ngiang terus ucapan si penjual sayur tadi. "Ah, Mas Yuda orangnya baik, Kok." Putri bermonolog, mengenyahkan pikiran negatif yang mulai berkeliaran dibenaknya. 

Agar tidak teringat dengan ucapan si penjual sayur, Putri melanjutkan belanjanya ke pedagang ayam dan ikan. Tapi di sana Putri lebih mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakan hati. 

Jika si penjual sayur tadi berani menegur, penjual ayam dan ikan hanya melihat Putri dengan tatapan yang sulit diartikan. Tentu saja Putri jauh lebih kepikiran, entah mereka heran dengan penampilannya yang masih menggunakan pakaian pengantin lengkap, atau apa Putri tidak tahu. 

Putri beralih ke pedagang kelontong, dia membeli beras, minyak, tepung, kecap dan perlengkapan cuci serta mandi juga. Cukup banyak yang dibeli Putri, hingga dia kesulitan dalam membawa. 

"Suaminya mana, Neng? Masih pakai baju pengantin gitu, kok belanja dibiarkan sendiri. Seharusnya kan ditemani, pengantin baru mestinya lagi manis-manisnya."

Deg! 

Ucapan pedagang kelontong seakan menghujam jantung Putri, dia selalu menepis tentang keburukan Yuda. Tapi kenyataan selalu saja menunjukkan tentang keburukan itu. 

Putri menyunggingkan senyum, "Dia sedang kurang enak badan, Mang. Jadi menunggu di mobil." Sahutnya beralibi. 

"Waduh, kalian baru saja menikah?" Melihat Putri yang menganggukan kepala, membuat si penjual kelontong tergelak. 

Hahahaha! 

"Kalau hari ini tidak enak badan, ngalamat gagal malam pertama. Hahaha!"

Seketika wajah Putri yang sudah sedikit merona karena efek blush-on, semakin merona karena merasa malu. 

Bagaimana tidak? Dia yang baru saja sah menjadi istri orang, sudah diledek masalah malam pertama, tentu saja malu. 

"Ah, si Mamang bisa aja. Kalau begitu saya permisi dulu, terima kasih." Pungkas Putri setelah menyelesaikan transaksi. 

Karena barang bawaan yang cukup banyak, Putri sampai kebingungan bagaimana membawanya. Jika harus memanggil Yuda dulu, pasti akan bolak-balik dan memakan waktu. 

Melihat seorang kuli panggul yang sedang duduk dengan lesu, hati Putri mendadak terketuk. Sepertinya kuli tersebut belum mendapatkan pendapatan, sehingga tidak bersemangat. 

Putri bisa menebak bahwa orang tersebut adalah kuli panggul, karena sebelumnya dia melihat pria berkaos lusuh tadi menawarkan jasa pada orang yang membawa banyak belanjaan. 

Hanya saja orang yang ditawari tadi menolak, dia lebih baik kesusahan membawa belanjaan banyak dan cukup berat, dibandingkan membagi rezekinya sedikit kepada orang lain. 

Kadang hal semacam itu membuat kita geleng-geleng kepala. "Pak, boleh minta tolong?" Seru Putri sembari mengangkat salah satu belanjaannya. 

Sontak raut wajah pria tersebut terlihat sumringah, dia mendekat kepada Putri dengan semangat. "Mana yang mau dibawakan, Mba?"

Putri pun menunjukkan beberapa kantong belanjaan yang masih tergeletak di depan kios.

"Yang itu nggak, Mba?" Si tukang panggul menunjuk kantong yang berada di tangan Putri, padahal di sendiri sudah cukup kesusahan. 

"Ini biar saya saja yang membawa." Tolak Putri secara halus. "Mari, Pak, ikuti saya." Imbuhnya seraya memimpin langkah. 

Sang tukang panggul mengangguk patuh dan segera berjalan dibelakang Putri. Selama perjalanan menuju parkiran, mereka sedikit berbincang. 

Obrolan mereka pun tak jauh dari si tukang panggul yang penasaran, kenapa Putri belanja ke pasar mengenakan pakaian pengantin. 

Setelah dijelaskan, dia baru ber-oh-ria dan tidak banyak tanya lagi. Putri hanya geleng-geleng kepala melihat orang-orang yang terlalu ikut campur urusannya. 

Mereka hanya penasaran, bukan memberikan nasehat, solusi, atau apa. Intinya ya hanya ingin menjadikan Putri bahan ghibah mereka. 

Putri segera membuka bagasi mobil, tapi ternyata dikunci. Dia berjalan ke bagian kemudian, berharap menemukan suami sedang duduk disana, tapi ternyata tidak. 

"Taruh sini saja dulu nggak papa deh, Pak. Suami saya sedang pergi kayaknya." Ucap Putri sambil menunjukkan ruang di sebelah mobil. 

Lagi-lagi si tukang panggul mengangguk patuh, dia pun segera menurunkan semua belanjaan. "Ini ya, Pak. Terima kasih banyak." Lanjut Putri sambil memberikan selembar uang berwarna biru. 

"Ini kebanyakan, Mba."

"Nggak papa, kembaliannya ambil saja." Sahut Putri sambil mengibaskan tangan. 

"Wah, terima kasih banyak, Mba." Si tukang panggul membungkukkan badan. "Saya permisi dulu." Imbuhnya sambil berlalu. 

Prok! Prok! Prok! 

Putri tersentak saat mendengar suara tepuk tangan dari arah belakang, dia pun perlahan membalikkan badan. 

"Mas Yuda?" Ucapnya sedikit terkejut saat melihat suaminya lah yang tengah bertepuk tangan. "Kamu dari mana aja sih? Aku cariin malah nggak ada, belanjaan jadi ditaruh bawah dulu ini."

"Aku mau kemana aja itu bukan urusan kamu!" Sahut Yuda dengan nada rendah tapi sinis. Dia berjalan mendekati Putri dan berbisik. "Jadi kamu minta uang belanja lebih untuk dihamburkan begitu?"

Dahi Putri mengernyit, "Dihamburkan? Aku habis belanja, Mas. Bukannya kamu sendiri yang suruh aku belanja untuk stokol satu minggu ke depan?"

"Kalau suami sedang berbicara itu dengerin! Jangan main sambar!"

Lagi-lagi Putri terkejut, Yuda menyalahkan Putri karena sudah menggunakan jasa kuli panggul terlebih Putri membayarnya melebihi batas tarif normal. 

"Aku kerja itu bukan untuk kamu hamburkan uang seperti itu!"

Seketika Putri menunduk takut, saat masih masa tunangan dulu, Yuda yang mengajarkan untuk sering berbagi terhadap sesama. Itu sebabnya sekarang Putri melakukan itu, dia pikir Yuda bakalan senang, tapi ternyata tidak. 

Jadi, dulu hanya trik Yuda untuk mengambil hati dan simpati Putri? Jadi Putri telah jatuh cinta pada perangai Yuda yang palsu? 

Ya Salam, ternyata benar apa kata orang. Keburukan seseorang akan terlihat setelah mereka menjadi suami istri. Masa-masa pacaran dan tunangan adalah masa jaim dan saling memberikan perangai baik. 

Tapi, Putri tidak menyangka jika Yuda aslinya seburuk itu. "Mas, tolong bantu pindahkan belanjannya." Pinta Putri setelah mendapatkan ceramah pendek. 

"Kamu masih punya tangan 'kan?"

**** 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status