Share

Tugas Pertama Seorang Istri

Mendapat bentakan dari Yuda sebenarnya sudah mulai terbiasa bagi Putri, walaupun baru sehari dia melihat sisi lain dari pria yang dicintainya itu. Tapi yang bikin dia terkejut, Yuda menunjukkan sikap tersebut setelah memperlakukan Putri layaknya ratu.

Ibarat kata setelah dibuat terbang setinggi langit, tiba-tiba saja dihempaskan begitu saja. Sakit bukan?

"Lebih baik sekarang kamu masak dan buatkan aku makanan! Aku capek." Titah Yuda sambil berlalu, belanjaan yang tadi dia jatuhkan pun dibiarkan saja.

Ya Salam, bahkan mereka baru tiba di apartemen. Jika Yuda capek, apalagi Putri yang sedari pagi masih mengenakan kebaya.

Kebaya tersebut memang pemberian dari Yuda, sehingga tidak perlu dikembalikan layaknya menyewa pada MUA.

"Tadi dibawah 'kan banyak makanan, kenapa kita tidak makan dulu di sana?"

Maksud Putri adalah makan bersama para tetangga apartemen, karena dalam pesta kejutan tersebut tentunya sudah disediakan berbagai jenis makanan.

Yuda menghentikan langkahnya, lalu membalikkan badan. "Salah siapa pakai ketakutan saat ada Sinta? Jika kamu biasa saja tadi, aku tidak akan buru-buru mengajakmu naik."

Deg!

Jadi ini semua salah Putri? Yuda menyalahkan istrinya yang erkejut dan takut dengan kedatangan wanita bar-bar?

"Ma-maaf, Mas."

Putri menundukkan kepalanya, dia sudah tidak berani protes lagi. Karena semua yang terjadi selalu salah dia. Daripada membuang waktu untuk berdebat, lebih baik Putri membereskan belanjaan dan masak seperti permintaan sang suami.

Sementara Yuda duduk bersantai di sofa sambil menonton televisi. "Sayang, buatkan akun minuman dulu!" Serunya tanpa mau merubah posisi nyaman.

Putri baru saja tiba di dapur, dia masih membereskan belanjaan karena wanita rajin itu paling tidak suka jika beraktivitas, masih banyak barang berserakan.

"Huh," Putri menghela nafas cukup panjang. Pengantin baru seharusnya sedang merasakan kehidupan layaknya ratu, bukan babu seperti itu.

Tapi mau bagaimana lagi? Ini sudah pilihan Putri, lagi pula dia sudah terlanjur mencintai Yuda, jadi bukan hanya mencintai kelebihan, dia juga harus mencintai kekurangan suaminya.

Wanita yang penampilannya masih tetap cantik, meskipun make-up di wajahnya itu sudah luntur, melakukan apa yang diminta sang suami.

Tangan Putri dengan lihai membuat es cappucino, beberapa bulan menjadi tunangan Yuda, membuat dia hafal segala kesukaan pria bertubuh atletis itu.

"Ini, Mas." Ucap Putri sambil menyerahkan segelas es cappucino.

Netra Yuda yang sedang fokus pada layar datar di depannya, langsung beralih pada segelas es cappucino segar yang sangat menggiurkan.

"Terima kasih, Sayang." Yuda langsung menerima dan menyeruput es tersebut. "Aahh… segar sekali, aku memang tidak salah memilih kamu sebagai istri."

Dasar budak cinta, sudah dibentak-bentak, giliran dipuji sedikit saja langsung melayang kegirangan. Wajah Putri langsung merona mendapatkan pujian tersebut.

"Mas, aku mau melanjutkan masak, tapi boleh ganti baju dulu tidak?" Tanya Putri sedikit takut.

"Tentu, gantilah bajumu dulu. Pasti panas menggunakan kebaya dan rok seperti itu."

Putri mengulum senyum, sekarang dia tahu bagaimana cara berkompromi dengan sang suami. Yaitu harus menyenangkan hati pria yang dicintainya itu, baru mengutarakan keinginannya.

Segera Putri melangkah mengambil koper yang masih berjajar di dekat sofa, lalu membawanya menuju kamar. Tapi langkahnya terhenti karena belum tahu mana letak kamarnya yang mana.

"Mas, kamarnya sebelah mana?" Putri mengedarkan pandangan ada dua kamar, dan dia tidak tahu akan tidur dimana.

"Oh, ya ampun sampai lupa." Yuda segera beranjak dari duduknya dan mendekat. "Ayo, aku antar ke kamar kita." Ajaknya sambil menyeret salah satu koper, sedangkan tangan yang satu merangkul Putri.

Mereka melangkah menuju kamar yang dekat dengan jendela, Putri terperangah begitu melihat kamar tersebut. Gorden yang terbuka, membuat dia langsung melihat pemandangan di luar mengarah ke gedung-gedung tinggi pencakar langit.

Tanpa sadar Putri melepaskan kopernya dan melaju mendekati jendela. "Mas, disini indah banget." Ucapnya tanpa mengalihkan pandangan.

Pria yang masih berdiri di ambang pintu itu mengulum senyum, perlahan dia mendekat dan mendekap sang istri dari belakang. "Memang, itulah mengapa aku ingin cepat-cepat membawa kamu kesini. Supaya kamu bisa melihat dan merasakan keindahan ini."

Putri tertegun karena tiba-tiba Yuda memeluknya, jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Sebenarnya dia sangat bahagia, tapi dia tidak mau terlena, mengingat sikap suaminya bisa berubah seratus delapan puluh derajat kapan saja.

Cup!

Kejutan yang didapat Putri bertambah kala Yuda mengecup tengkuk lehernya, ada perasaan merinding karena Yuda tak hanya mengecup, tapi juga menyesapnya.

'Oh, tidak. Aku belum siap.' Batin Putri menolak, meskipun dia sangat mencintai Yuda, dan mereka sudah resmi menjadi suami istri, tapi untuk menjalankan tugas yang satu itu, masih butuh waktu.

"Mas, aku belum masak. Katanya kamu lapar." Ucap Putri menghentikan aksi Yuda yang sudah mulai menggerayangi tubuhnya itu.

"Ya, aku memang lapar dan ingin makan. Tapi kali ini aku ingin makan kamu dulu."

Netra Putri terbelalak, sepertinya Yuda sudah terburu nafsu begitu menyentuh tubuh molek istrinya itu. Yuda membalikkan badan Putri sehingga kini mereka saling berhadapan.

Benar saja, mata Yuda sudah dipenuhi kabut nafsu, dia mengikis jarak dengan sang istri dan kemudian melumat bibir Putri yang begitu ranum.

Sontak Putri terkejut dan hendak memundurkan diri, tapi Yuda langsung menahannya hingga wanita yang kini dalam dekapannya tidak bisa mengelak lagi.

Cukup lama mereka saling berpagutan, membuat Putri hampir kehabisan nafas. Dia memukul dada Yuda berkali-kali, hingga akhirnya pria yang sedang menikmati lembutnya bibir Putri berhenti.

"Kenapa, Sayang?" Keluh nya yang merasa terganggu dengan pukulan tersebut.

"Aku hampir kehabisan nafas, Mas."

Yuda terkekeh, "Maaf, habisnya aku terbawa suasana sih." Kini tangan Yuda beralih meraba sisi punggung Putri dan menarik resleting kebaya yang masih dikenakan wanita berparas cantik itu.

Sontak Putri menahannya, "Kamu mau ngapain, Mas?"

"Katanya kamu mau ganti baju 'kan? Biar aku bantu."

"Aku bisa sendiri, Mas. Lagian kamu juga harus keluar dulu, aku malu kalau ganti baju di depan kamu."

Yuda tergelak, "Kenapa harus malu? Aku ini suami kamu, ingat? Jadi semua bagian tubuhmu itu hak aku sepenuhnya, aku bebas untuk memandang bahkan menyentuhnya."

Oh tidak, bulu kuduk Putri semakin merinding mendengar kata-kata tersebut. Dia memang sangat mencintai Yuda, tapi untuk membiarkan Yuda memandang atau bahkan menyentuh tubuh polosnya masih takut.

Melihat Putri yang seperti ketakutan, membuat Yuda semakin ingin memiliki semua tubuh wanitanya itu. "Kamu tahu 'kan kalau istri membantah suami itu dosa?"

Putri mengangguk pelan, "Jadi kamu jangan membantah perintahku yang satu ini. Kamu harus melaksanakan kewajiban sebagai seorang istri."

Wanita yang mempunyai lesung pipi itu mengerjap berkali-kali. Dia pun mengangguk pelan.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status